Merayakan ulang tahun

1217 Kata
Seiring berjalannya waktu, hubungan Ara dan Malvin semakin dekat. Bahkan meskipun Malvin tau, bahwa Ara memiliki selisih usia yang terpaut jauh darinya, ia sama sekali tidak merasa canggung. Malvin justru semakin akrab dengannya, panggilan mereka terhadap satu sama lain pun tak di permasalahkan. Mereka justru terlihat seperti teman sebaya. Aneh bukan? Kadang kala, Ara tiba-tiba datang saat Malvin sedang merasa sedih dengan hidup-nya. Malam ini, mereka baru saja bertemu di mini market langganan Malvin. Pria itu baru saja membeli rokok dan camilan. Namun di perjalanan pulang, ia mendengar seseorang memanggil-nya. Lantas Malvin pun menoleh ke arah Wanita itu. "Vin, Lo dari mana?" Tanya Wanita itu, yang merupakan Vanya. Seorang kenalan Malvin, saat bersama Edo dan teman-temannya saat di Bar. "Eh, Gue dari mini market nih. Lo sendiri?" "Em, gue ada urusan tadi di daerah sini. Ternyata Lo suka jajan juga, Vin" Vanya terlihat tersenyum tipis di hadapan Malvin. Apalagi ia cukup tertarik dengan Malvin. "Oh, gitu. Ya udah, Gue duluan ya!" Timpal Malvin, kembali melangkahkan kaki-nya. "Eh, iya Vin. Gue juga masih ada urusan! See you, yaa" Meskipun ini kesempatan Vanya bertemu dengan Malvin, namun ia tak bisa bertindak sesuka hati. Sebagai Wanita yang pandai membaca situasi, Vanya menyadari bahwa mendekati Malvin harus pelan-pelan. "Oke, deketin cowok kayak Malvin harus pelan-pelan!" gumam-nya, sambil menatap pungung Malvin yang semakin jauh. Setibanya di rumah, Malvin duduk di atas balkon sambil menyalakan rokok. Seperti biasa, hidup-nya selalu sendirian saat teman-temannya tidak bersama dengan-nya. Hal itu bukan yang pertama bagi Malvin, sudah beberapa hari semenjak kejadian di kantor polisi, Malvin tak mendapat kabar dari Panca. Berbeda dengan Edo dan Juan, yang setiap hari selalu menghubunginya untuk mengajak keluar. "Panca pasti di hukum sama bokap-nya!" Gumam-nya, dengan mulut yang mengepulkan asap rokok. Di antara ketiga teman-nya, orang tua Panca-lah yang paling ketat. Keluarga terpandang, yang berprofesi sebagai pengacara, membuat Panca harus selalu bersikap baik. Orang tua Panca menginginkan agar Panca menjadi Jaksa, namun karena pergaulan membuat Panca tak terlalu tertarik dengan dunia Lawyer. Dari atas balkon, Malvin mengernyitkan dahinya melihat sesuatu di bawah. Terlihat Kakek Mahen datang untuk menemui-nya. Namun Malvin mengabaikannya, dan menunggu Kakek-nya datang menghampiri dirinya. Meski sempat marah dengan Mahen, tetapi Malvin sudah melupakan hal itu. Ia hanya tidak ingin berharap lebih dari para orang dewasa. Tak lama kemudian, Kakek Mahen benar-benar menghampirinya. Ia menemui Malvin yang sedang duduk di balkon. "Malvin, ada yang Kakek bicarakan" Ujar Mahen, perlahan duduk di samping Cucu-nya. Lantas Malvin pun menekan rokok-nya di asbak agar padam. Ia masih tau etika merokok, saat bersama Kakeknya yang sudah renta. "Kakek mau minta maaf sama kamu. Kamu pasti kecewa sama Kakek" Tutur Mahen, tulus. Malvin lega mendengar itu, walaupun ia tak berharap penuh. "Ya, lagi pula aku sudah melupakannya" Sahut bocah itu, dengan tenang. "Terimakasih... Kakek hanya khawatir padamu! Kakek tidak ingin, kamu jadi anak ngga bener" "Ya aku mengerti, Kek" Perselisihan Malvin dengan Kakek-nya pun selesai dengan tenang. Keduanya kembali membicarakan hal lain, tentang keseharian mereka. "Vin, apa kamu mau melanjutkan pendidikanmu lagi?" Tanya Mahen, serius. "Entahlah, Kek. Aku juga ngga tau mau jadi apa!" jawab-nya, terdengar malas. "Memang apa yang ingin kamu lakukan? Beritahu Kakek, biar Kakek bisa membantumu" Malvin terdiam sejenak. Tidak ada yang ingin ia lakukan selain bermain, dan pulang. Ia sama sekali tidak ingin susah payah bekerja. "Aku ingin main sampai puas Kek. Aku ngga mau bekerja!" Terlihat Mahen mengehalakan napas-nya, setelah mendengar jawaban yang sama. "Vin, walaupun orang tua mu selalu mencukupi kamu, setidaknya cobalah untuk tidak bergantung pada mereka. Kakek bilang begini, agar kamu bisa mandiri. Lagi pula Kakek takut, jika suatu saat hidupmu akan di atur oleh Orang tua -mu. Kakek ngga mau itu terjadi!" Perlahan, Mahen mengutarakan kekhawatiran-nya terhadap Malvin. Ia tahu betul, bagaimana sikap Adrian dan Melly selama ini pada Putra-nya. Malvin terdiam, mencerna semua yang Mahen katakan. Tentu saja Malvin menyadari, jika Kakek-nya lah yang paling tau sifat Anak dan menantu-nya. "Kek, sebenarnya apa yang mereka lakukan di Luar negeri selama ini? Kenapa mereka tega menelantarkan anak-nya?" Topik pembicaraan mereka seketika berubah. Malvin seolah merasa, ini waktunya mengeluarkan segala unek-uneknya pada Mahen. Berkali-kali Mahen menghela napas. Ia sudah tidak tau lagi harus menjelaskan apa pada Cucu-nya. "Bekerjalah di perusahaan Kakek. Kelak kamu akan tau, apa yang orang tua-mu lakukan!" Ujar Mahen, tanpa menjawab apapun. "Baiklah, aku akan mempertimbangkan itu" Sahut Malvin, hanya untuk menenangkan Kakek-nya. "Kakek cuma berharap sama kamu, Vin" Mahen lalu menepuk pundak Cucu-nya, sebelum akhirnya ia pergi. Demikian pula dengan Malvin, yang hanya menjawabnya untuk penenang Kakeknya saja. Entah apa yang membuatnya hanya ingin bermalas-malasan. Sedangkan harapan satu-satunya Mahen adalah Cucu-nya, Malvin. Setiap hari, Malvin melakukan hal yang sama. Yaitu bermain sepanjang hari, dan pulang larut malam. Bahkan dalam keadaan mabuk. Itu semua tentu tak lepas dari pantauan Melly, sebagai Orang Tua-nya. Meskipun Melly dan Adrian berada di luar negeri, namun ia selalu memerhatikan gerak gerik Malvin di Indonesia. Kini, Melly tengah memegang segelas Wine di tangan-nya, sambil sesekali melihat layar tab-nya. Baru saja Melly melihat kabar tentang Putranya, yang hampir masuk bui karena tuduhan penggunaan narkoba. Wanita itu hidup nyaman di Luar negeri, dengan pekerjaan yang bagus. "Honey, are you okay?" Tanya seseorang, baru saja datang dan melingkarkan kedua tangan-nya di pinggang Melly. "Ya, aku baik-baik saja!" Jawab Wanita parubaya, yang masih terlihat cantik. Seketika itu juga, Melly mematikan layar tab-nya dan berusaha tersenyum di depan Pria bule yang sedang memeluk-nya. William Anderson, adalah Pria yang kini sedang bermesraan dengan Melly. Keduanya telah bertemu sejak pertama kali, Melly tiba di Jerman. Pria itu pula yang menjamin kehidupan Emelly di Jerman. Hubungan kedua-nya pun tak banyak di ketahui oleh orang-orang di Perusahaan William. **** Beberapa hari kemudian, Malvin masih tetap pada pendiriannya. Ia masih saja enggan untuk pergi bekerja, sesuai arahan Mahen. Hingga kini, Malvin terlihat sedang bersama dengan teman-temannya di sebuah club. Salah satu temannya sedang merayakan ulang tahun di sana. Banyak Wanita yang mengenakan pakaian minim, berjoget dengam aggressive. Malvin pun tampak menikmati itu, dengam segelas alkohol di tangannya. Untuk apa bekerja? Kalau orang tua-nya saja selalu memberinya uang banyak setiap bulan! Batin Malvin, tanpa memikirkan hal lain. Hingga hari semakin larut, acara semakin meriah. Di tambah iringan musik dj, serta lampu disko yang gemerlap. Membuat semua yang ada di Club semakin bersemangat untuk berjoget. Terlihat seorang Wanita, berjoget sambil bergelayut dengan Malvin. Namun ia tak mementingkan hal itu. Bahkan ketika ponsel-nya beberapa kali berdering, Malvin tetap tak bergeming. Tertera nama Pak Trisno, di layar ponsel Malvin. Panggilan berulang kali itu sama sekali tak mendapatkan jawaban. "Vin, hp lo bunyi terus tuh!" Timpal salah satu teman-nya. Malvin yang mendengrnya pun berjalan menghampiri tempat ponselnya di letakkan. Bahkan ia berjalan sambil menggerakkan tubuhnya, mengikuti alunan musik disko. Tiba-tiba Malvin mengernyitkan dahi, kala melihat 26 panggilan tidak terjawab dari Pak Trisno. Dengan tenang, Malvin kembali menghubungi Pak Trisno untuk menanyakan alasan dirinya beberapa kali menelfon Malvin. Tak butuh waktu lama, panggilan itu terjawab. "Hallo...." Ucap Malvin, sedikit menjauh dari tempat yang berisik itu. "Hallo, Den. Aden dimana?" Tanya Trisno, dengam ciri khas panggilannya terhadap Malvin. "Aku di luar Pak! Ada apa?" "Den, tolong Aden cepet-cepet pulang! Barusan Tuan Mahen jatuh di kamar mandi" Ujar Trisno menjelaskan, dengan suara bergetar sekaligus panik. Begitu pun dengan Malvin. Seketika Pria itu berjalan keluar dari club, dan memutuskan panggilannya. Malvin tampak panik, wajah santai tadi kini berubah menjadi memucat. Apakah Kakek baik-baik saja?" - - NEXT----
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN