Balas dendam

1308 Kata
Di bawah cahaya rembulan, dan di iringi dengan semilir angin sejuk, Ara tengah mengayuh sepeda, bersama Malvin yang membonceng di belakang-nya. Tubuh Malvin yang tinggi, membuat Kakinya menjuntai hingga ke aspal. Lalu, Ara pun bersusah payah mengayuh sepeda itu. Sementara Malvin, ia justru enak-enakkan memejamkan matanya, menikmati angin malam menjelang pagi itu. "Yaa ampun, mimpi apa sih Gue dapet boncengan begini!" Eluh Ara, mulai terasa lelah. "Harusnya Lo seneng, bisa boncengin cowok setampan Gue!" Malvin tersenyum senang, seolah melupakan kesedihan yang terasa beberapa waktu yang lalu. "Seneng pala Lo! Berat tauk!!! Tega bangett sih, Lo nyusahin Gue!" Kini Ara menghentikan sepedanya karena benar-benar capek. "Yaudah sini, gantian Gue yang boncengin Lo!" Seketika Malvin beranjak, dan mengambil alih kemudi sepeda ontel milik Ara. "Emangnya Lo bisa naik sepeda?" Tanya Ara, ragu. "Wah... Ngeremehin Gue, Lo! Bisa lah, apa sih yang Malvin ngga bisa!" Kini ia bersiap mengendarai sepeda itu, dan meminta Ara untuk naik di belakang. Siapa sangka, Malvin mengayuh sepeda-nya dengan cepat membuat Ara merasa ngeri. "Vin, Lo gila ya! Jangan kenceng-kenceng!!!!" Teriak Ara, sambil menepuk punggung Malvin. Namun, Pria itu justru semakin cepat mengayuh sepedanya, sambil berteriak meluapkan kesedihannya. "Huuuuuuuu.... Huhuuuu..." Ara yang ketakutan hanya bisa memejamkan matanya, sambil memegang erat pinggang Malvin. Sejenak, Malvin tersenyum menatap sebuah tangan mungil yang berpegang pada dirinya. "Makasih ya, Ra. Berkat Lo, Gue jadi baik-baik saja" Gumamnya dalam hati, namun tetap dengan kaki yang mengayuh sepeda. **** Tak terasa, tibalah Mereka di depan rumah Malvin. Pria itupun turun, dengan wajah seumringah. Berbeda dengan Ara, yang tampak pusing karena kecepatan kendali Malvin. "Udah ah, Gue pulang ya! Udah hampir pagi" Ujar Ara, melambaikan tangannya dan disusul dengan memutar sepedanya. "Tunggu, Ra! Ini kan udah pagi, lo ngga takut apa? Mending Lo tidur di rumah Gue aja!" "Heh, Gue lebih takut tidur di rumah Lo tau nggak Cil!" Timpal Ara, tak memedulikan Malvin, dan tetap mengayuh sepedanya. "Lo panggil Gue apa tadi???" Teriak Malvin, tak terima. "Bocil... Wleeee... Byee, Bocil!" Sambil mempercepat kayuhan sepedanya, Ara meledek Malvin dengan menjulurkan lidahnya. Hal itu membuat Malvin berlari mengejar Ara, namun Ara semakin mempercepat laju sepedanya sambil cengengesan. "Sial! Apa katanya? Cil? Bocil??? Lihat aja, Gue bakal tunjukkin ke Lo, kalau gue Bukan Bocil!!!" Perasaannya tiba-tiba kesal, saat Ara memanggilnya dengan sebutan Bocil, yang artinya Bocah kecil. Apa dia juga menganggap Gue sebagai anak kecil? Ck!!! Pikir Malvin dalam hati. Namun begitu, dirinya tak bisa menyangkal karena memang usianya terpaut jauh dari Ara. ***** Pukul 3.35 Ara baru saja tiba di rumah kecil-nya. Ia selalu membawa kunci cadangan, mana kala Ibu-nya masiu tidur pulas agar tak perlu membangunkannya untuk membuka pintu. Kini Ara berbaring di atas ranjang-nya sambil menghela napas. Tak di pungkiri, ia begitu lelah bekerja keras setiap hari. Tanpa membasuh wajah-nya lebih dulu, Ara langsung ketiduran. Bahkan dengan tas yang belum sempat ia lepas. *** Hari-hari telah berlalu begitu saja. Sebagai Putra tunggal namun kekurangan kasih sayang, Malvin selalu bersenang-senang demi mengalihkan rasa kesepian-nya. Pria itu selalu bermain sesuka hati, tanpa berpikir untuk hidup kedepannya. Ia hanya mengandalkan kedua orang tuanya, yang setiap bulan memberikan uang yang cukup banyak. Berbeda sekali dengan Ara, yang hidupnya harus serba pas-pasan. Malam ini, Ara kembali menjaga mini market sampai jam 10 malam nanti. Dengan senang hati, Ara menjalani pekerjaan itu. Namun tiba-tiba, datanglah seorang pembeli bersama dengan anak kecil. "Ara?" Ujar Pembeli Wanita itu, ketika hendak membayar dan melihat wajah tak asing. "Eh, Siskaa..." Begitu pun dengan Ara, yang masih mengingat wajah teman semasa SMP-nya. Mereka saling menyapa dan bertukar kabar, sembari menscan barang belanjaan Siska. "Wahh, Lo hebat ya Ra. Udah punya Mini market sekarang!" Ujar Siska, memerhatikan tiap sudut mini market tersebut. "Mini market apanya? Gue disini kerja, Sis... Hehee, ya kali Gue punya mini market" Sahut Ara, tersenyum getir. Jelas-jelas Siska tau, bahwa sejak Smp Ara sudah sering melakukan pekerjaan serabutan yang menghasilkan uang. "Eh, sorry Ra. Gue kira Lo pemilik mini market ini" Ara hanya tersenyum dan memaklumi Siska. "Ra, kalau lo masih kerja gini berarti Lo masih belum married?" Tanya Siska, dan di sahuti dengan anggukkan kepala oleh Ara. "Ya ampun Ra, Gue aja udah punya anak 2 nih. Yang satunya di rumah, udah mau masuk SD. Masa, Lo masih betah single sih?" Obrolan mereka semakin membuat Ara terpojok. Memangnya siapa yang mau hidup seperti ini? Batin Ara, tanpa bisa mengatakannya langsung. "Ya itu kan Lo, Sis. Lagian hidup itu penuh takdir, Ngga semua orang punya takdir kaya Lo" "Ya sorry, Ra. Bukannya mau gimana-gimana! Tapi Lo mau ngga, Gue kenalin sama sodara Suami Gue. Dia tajir, Ra di jamin bisa mencukupi Lo. Dari pada Lo kerja di mini market, yang gajinya ngga seberapa!" Ara hanya mengernyitkan dahi-nya, mendengar ucapan Siska yang semakin menjadi. "Nih, Sis totalnya 225 ribu" Ara memilih menghindari obrolan itu, dengan mengalihkan pembicaraan ke barang belanjaan Siska. Wanita itu lalu membuka dompetnya, guna membayar belanjaan. Setelah selesai melakukan pembayaran, Ara membelikan kembalian pada Siska. "Ra, gimana soal tadi? Lo mau kan? Usianya baru 40 tahun kok, beda 8tahun sama Lo" Ucap Siska masih dengan ambisinya. Walaupun niat Siska mungkin baik, namun tetap saja, perkataannya seolah menyinggung Ara yang hidupnya masih jalan di tempat. Berbeda dengan dirinya, yang sudah menikah, memiliki 2 anak dan hidup berkcukupan. "Sebelumnya gue makasih, atas niat baik Lo Sis. Tapi sorry, Gue ngga bisa. Gue lagi ngga mikirin nikah! Kalau jodoh pasti bakal ketemu kok, Gue nggak khawatir soal itu. Jadi Lo ngga perlu mengkhwatirkan jodoh Gue!" "Ah, apa karena usia-nya 40 tahun, jadi Lo ngira dia udah parubaya? Walaupun 40 tahun, tapi dia masih ganteng kok!" Semakin kesini, Siska terlihat semakin memaksa hingga membuat Ara kesal. "Mbak, sampai kapan saya harus nunggu mbak-nya ngobrol? Gantian dong!!!" Tegur seorang pembeli, yang hendak membayar di belakang-nya. "I-iya, Maaf. Silahkan..." Siska pun menoleh dan merasa tidak enak. "Ra, kabarin Gue ya kalo lo berubah pikiran!" Timpal Siska, sebelum pergi dari tempat itu. Ara hanya mengangguk dan menghela napas-nya. Kini Siska pun sudah pergi. Semua yang di katakan oleh Siska memang benar! Namun Ara selalu merasa terpojok, jika ada teman atau tetangga-nya yang sibuk memikirkan hidup-nya. "Sekarang Lo tau kan, kenapa Gue panggil Lo bocil?" Ujar Ara, memasukkan barang ke dalam kantung plastik. "Nggak tuh!" Jawab pembeli itu, yang ternyata Malvin. "Cih, bukannya dari awal Lo di belakang dia? Lo denger semuanya kan, kalau gue udah berusia kepala 3!" Meski malu untuk mengakuinya, namun apalah daya. Baik nanti ataupun sekarang, Malvin pasti akan tau. "Emangnya kenapa kalau usia 30-an? Lo ngga keliatan umur segitu kok!" Jawab Malvin, sambil menyantap es krim. Mendengar itu dari mulut anak muda membuat Ara sedikit malu. Namun ia segera menghilangkan rasa malu itu, sebelum Malvin mengetahuinya. "Totalnya 86 ribu!" Ucap Ara, sambil menyodorkan plastik berisi belanjaan Malvin. Pria itu segera mengeluarkan lembar uang seratus ribuan untuk membayar. "Makasih!" Katanya sambil memberikan uang kembalian. Malvin pun beranjak pulang, masih bersama dengan es krim di tangannya. Sejenak, Malvin menghentikan langkahnya ketika membuka pintu. "Lagian, Gue udah tau kok kalau Lo berusia 32 tahun. Jadi, tenang aja. Lo imut!" Ujar Pria itu, sebelum akhirnya pergi dari mini market. "Apa???" Teriakan Ara terdengar oleh Malvin, dan membuatnya menatap Ara dari luar. Pria itu tersenyum, seperti mengejek. "Jadi lo tetap bersikap ngga sopan sama Gue? Meskipun Lo tau, kalau Gue lebih tua dari Lo???" Ara yang kesal pun sampai mengejar Malvin, dan berbicara dengan membuka pintu mini market. Malvin hanya tersenyum sambil meledek, menjulurkan lidahnya pada Ara. Apalagi posisi jarak mereka cukup jauh! Hal itu membuat Ara kesal! Pemandangan ini membuat Ara merasa de ja vu. "Sial!!! Apa dia balas dendam sama Gue!!!" Umpat Ara, kesal. Begitu pula dengan Malvin, yang berjalan menuju ke rumah-nya sambil menyantap es krim. Ia tersenyum seperti orang bodoh, mengingat wajah kesal Ara tadi yang mirip dengan dirinya kemarin. "Vin.... Malvin!!!!" Teriak seseroang, ketika tak sengaja berpapasan dengan Malvin di jalan. Melihatnya, membuat senyum Malvin seketika hilang. Siapa sih yang datang???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN