Saat ini di tempat wisata yang terkenal di negara Mesir hingga ke penjuru dunia. Tepatnya di Nile River atau biasa yang kita sebut dengan sungai Nil. Khayra sedang menikmati keindahan pemandangan sungai tersebut. Menghirup udara menyejukkan, yang bisa memberikan ketenangan.
Selama berada di kota tersebut, sedikit demi sedikit wanita itu bisa melupakan kejadian buruk, yang menimpanya lima tahun silam. Ia berharap, semoga tidak pernah lagi dipertemukan dengan pria, yang hanya menorehkan luka dan menyisakan trauma mendalam.
Ketika Khayra hendak melangkahkan kakinya menuju penginapan, tiba-tiba ponsel yang berada di dalam saku sweater yang ia kenakan, berdering. Betapa bahagianya wanita itu. Karena berkat kepintarannya, ia mendapatkan tawaran kerja di salah satu perusahaan ternama, yang ada di kota Kairo.
Ketika mendengar berita tersebut, Khayra bergegas menelepon kedua orang tuanya. Supaya bisa menyampaikan berita bahagia ini.
Drrt! Drrt!
Salma langsung mengangkat panggilan telepon tersebut, saat ia mengetahui, jika itu panggilan telepon dari putri sulungnya.
"Halo! Assalamu'alaikum Umi," sapa Khayra dengan antusias.
"Wa'alaikumsalam, Sayang. Khay, kapan kamu pulang? Abi kamu sudah rindu, Nak," ucap Salma sambil melirik ke arah suaminya.
"Tidak Khay, Umi kamu itu bohong. Sebenarnya dia yang rindu." Ustaz Ridwan mengelak, berusaha membela diri.
Sedangkan Khayra ia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ketika melihat perdebatan kecil antara umi serta abinya, lewat video call. Ada sebuah kerinduan yang ia rasakan. Mengingat sudah lima tahun ia tidak pulang ke Indonesia.
“Ya sudah, Abi. Hmm, sebenarnya kita berdua yang sama-sama rindu, dengan putri kecil kita, hehe.” Raut wajah bahagia terpancar dari wajah Salma. Ketika membicarakan tentang putrinya.
“Ih Umi, sekarang Khay sudah dewasa. Bukan anak kecil lagi,” ucap Khayra yang tidak terima, saat mendengar perkataan uminya.
“Iya, Sayang. Hmm, tapi buat Umi dan Abi. Kamu itu tetap putri kecil kami. Walau sekarang kamu sudah dewasa dan menimba ilmu di negeri orang."
Khayra sangat terharu ketika mendengar perkataan uminya. Ia sangat berterima kasih. Karena orang tuanya sudah memberikan kepercayaan dan mengizinkannya, untuk tinggal terpisah dari mereka.
"Khay, bukannya bulan depan kamu mau wisuda. Jadi ..., apa setelah itu kamu akan pulang ke Indonesia, Nak?" tanya Salma dengan penuh harap.
Mendengar pertanyaan dari uminya, membuat tubuh Khayra tiba-tiba menegang. Sebenarnya ia ingin pulang ke Indonesia, tapi ia juga ingin mencari pengalaman. Mengingat ia baru saja mendapatkan tawaran pekerjaan, di kota tersebut.
“Oh ya Umi, Abi. Sebelumnya Khay ingin minta maaf, sekaligus meminta izin dari kalian," ucap Khayra dengan sedikit ragu-ragu.
Karena ia tahu, apa yang akan disampaikan nanti. Hanya akan mengecewakan kedua orang tuanya saja.
“Kamu mau minta izin apa Sayang, sama kami?” tanya Ustaz Ridwan yang mulai penasaran dengan perkataan putrinya.
“Begini Abi, Umi. Khay baru saja mendapatkan tawaran pekerjaan di perusahaan ternama yang ada di Kairo. Untuk itu Khay meminta Izin kalian. Supaya tetap tinggal di negara ini."
Deg!
Umi Salma dan Abi Ridwan sangat terkejut. Ketika mendengar perkataan dari putrinya. Mereka tidak menyangka, jika keinginan mereka untuk tinggal bersama Khayra, pupus sudah.
“Ha, Khay kamu tidak lagi bercanda, 'kan? Apa kamu memang tidak ingin kembali lagi ke Indonesia?" Salma menanyakan itu, karena ia tidak menyangka, jika putrinya akan tetap memilih untuk tinggal dan bekerja di kota Kairo.
“Maafkan Khay, Umi. Khay mohon ..., izinkan Khay untuk menerima tawaran pekerjaan ini. Mumpung ada kesempatan Umi. Khay ingin sukses dan Khay ingin membuat kalian bangga.” Khayra berusaha untuk menyakinkan kedua orang tuanya.
“Tapi Khay, itu artinya kamu akan lama pulang ke Indonesia, Nak.” ucap Salma dengan nada sedih.
Ustaz Ridwan yang dari tadi hanya diam saja, akhirnya angkat bicara dan memberikan pengertian kepada istrinya.
“Sudahlah Umi, jangan bersedih. Tujuan Khayra baik. Sebaiknya kita dukung saja keputusan dia.”
Salma langsung menoleh ke arah suaminya, ketika mendengarkan perkataan itu. Ia tidak menyangka, jika suaminya mendukung keputusan putri mereka.
“Jadi, Abi setuju jika Khayra memilih bekerja di Kairo? Bukankah ia sudah menyelesaikan pendidikan di sana. Maksud Umi, apa Khayra tidak bisa bekerja di sini saja?" tanya Salma yang sebenarnya berat, jika harus menerima keputusan putrinya itu.
"Umi, jika memang itu yang Khaira inginkan. Abi rasa tidak ada salahnya, kalau kita mendukung keputusan yang dia ambil. Lagi pula bagus, jika Khayra memilih bekerja di negara orang. Dengan begitu, ia akan mendapatkan banyak pengalaman. seandainya dia sudah pulang ke Indonesia nanti."
Setelah mendengar perkataan suaminya, Salma akhirnya memilih diam. Iya tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Walau sebenarnya hatinya sangat berat, jika harus menyetujui keputusan putrinya itu.
"Jadi ..., apakah Abi dan Umi menyetujui keputusan yang Khay ambil?" tanya Khayra berusaha memastikan.
“Jika itu sudah menjadi keputusan kamu, Abi akan selalu mendukungnya, Nak. Asalkan kamu tetap bisa menjaga diri dan jangan pernah berniat untuk mengecewakan kami," jawab Ustaz Ridwan dengan penuh keyakinan.
“Jadi ..., Abi setuju dengan keputusan putri kita?” tanya Salma.
“Biarkan Khayra menikmati masa mudanya, Umi. Karena jika nanti Khayra sudah menikah, belum tentu suaminya mengizinkan dia untuk bekerja. Umi harus bisa mengikhlaskan. Sebenarnya Abi juga berat, tapi jika ini untuk kebaikan Khayra dan mungkin ini sudah menjadi takdirnya bekerja di sana, Abi ikhlas," ucap Ridwan berusaha memberikan pengertian kepada istrinya.
Salma pun tertegun. Berusaha mencerna setiap perkataan yang dilontarkan oleh suaminya. Akhirnya ia berusaha mengikhlaskan dan menyetujui niat putrinya, untuk bekerja di negara orang.
“Baiklah, Nak. Umi akan mengizinkan kamu bekerja di sana. Jika kamu belum sempat mengunjungi Abi dan Umi di Indonesia. Maka biarlah kami yang mengunjungimu di Kairo.”
Khayra sangat terkejut sekaligus merasa terharu. Saat mendengar perkataan uminya.
“Benarkah Umi menyetujui Khayra untuk bekerja di Kairo?” tanya Khayra yang seakan tidak percaya.
“Iya, Nak.” Salma berusaha menahan air mata yang hendak tumpah. Ketika ia hanya bisa menatap wajah putrinya, lewat layar ponsel.
“Makasih ya Umi, Abi. Karena kalian selalu mendukung dan memberikan kepercayaan kepada Khay. Insya Allah, Khay janji akan membuat kalian bangga dan jika saatnya tiba, Khay pasti pulang ke Indonesia.”
Ustaz Ridwan dan istrinya merasa terharu. Ketika mendengar perkataan dari Khayra. Di bibir, mereka bisa berkata ikhlas. Namun, di hati mereka masih belum bisa sepenuhnya mengikhlaskan. Walau begitu, mereka akan tetap berusaha. Supaya kata ikhlas itu, bukan hanya terucap di bibir saja.
“Iya, Sayang. Jaga dirimu di sana. Jangan lupa untuk sering menelepon kami, di sini," pinta Salma dengan tatapan sendu kepada putrinya.
“Iya Umi, pasti. Ya sudah, kalau begitu Khay tutup dulu teleponnya ya. Assalamu'alaikum." Khayra sengaja mengatakan itu. Karena ia tidak sanggup, jika harus melihat air mata yang jatuh di wajah wanita, yang sudah mengandung dan membesarkannya.
"Wa'alaikumsalam, Sayang."
Tut! Tut!
Saat ini, air mata tidak henti-hentinya mengalir di wajah cantik wanita berkerudung itu. Ia tidak sanggup menahan air mata, saat menatap wajah sendu dari kedua orang tuanya.
“Maafin Khay, abi, umi. Sebenarnya Khay belum siap untuk pulang ke tanah kelahiran Khay. Mimpi buruk itu terkadang masih datang menghampiri Khay. Karena selama lima tahun ini, Khay masih belum bisa masih sepenuhnya melupakan pria itu, hiks-hiks.”
Khayra menangis dalam hati, di satu sisi dia sangat merindukan orang tuanya. Tapi disisi lain, ada perasaan takut yang sulit untuk ia hilangkan. Takut akan lawan jenis. Takut jika ia dipertemukan kembali dengan laki-laki yang telah melecehkannya, lima tahun silam.
Bersambung.