Tak terasa, dua tahun telah berlalu. Genap tujuh tahun Khayra tinggal di kota Kairo. Semenjak ia menamatkan kuliah, hingga mendapatkan tawaran pekerjaan di sana.
Karena kepintarannya, saat ini Khayra dipercaya memegang jabatan manajer, di perusahaan tempat ia bekerja. Siang itu ia diminta oleh Pak Salman selaku direktur di sana, untuk datang ke ruangannya.
Tok! Tok!
Ceklek,
“Assalamu’alaikum, Pak,” sapa Khayra dari balik pintu.
“Wa’alaikumsalam. Silahkan masuk Khayra, silahkan duduk," tawar Pak Salman, yang fasih berbahasa Indonesia.
“Terima kasih, Pak." Kini, Khayra sudah duduk berhadapan dengan pria paruh baya itu.
Semenjak bekerja di perusahaan itu, Khaira cukup dekat dengan Pak Salman dan juga istrinya. Karena istri Pak Salman adalah wanita keturunan Indonesia Thionghoa. Tapi ia memilih untuk menjadi seorang mualaf. Setelah menikah dengan suaminya. Itulah sebabnya Pak Salman fasih berbicara dalam bahasa Indonesia.
“Oh ya, kalau boleh saya tahu. Ada apa Pak Salman memanggil saya ke ruangan Bapak?” tanya Khayra sesopan mungkin.
“Begini Khayra. Saya ingin menyampaikan, jika Perusahaan pusat yang ada di Indonesia, saat ini sangat membutuhkan seorang GM yang sangat kompeten." Salman mengakhiri kalimatnya. Membuat Khayra mengerutkan dahi. Karena belum mengerti dengan maksud perkataan atasannya itu.
"Oh, begitu ya, Pak. Memangnya GM yang lama pergi ke mana?" tanya Khayra penasaran.
"Kebetulan, GM yang lama mengundurkan diri. Saya dengar, suaminya meminta ia untuk pindah ke luar negeri. Makanya, saya memanggil kamu ke sini. Karena saya sudah merekomendasikan kamu, untuk menduduki jabatan tersebut."
Deg!
Khayra sangat terkejut. Saat mendengar perkataan yang diucapkan oleh atasannya.
"Tapi, Pak. Kenapa harus saya? Bukannya saya baru bekerja di perusahaan ini. Saya takut tidak sanggup, jika harus menduduki jabatan itu," jawab Khaira yang berusaha menolak secara halus, permintaan dari Pak Salman.
"Kamu jangan berpikir seperti itu Khayra. Saya merekomendasikan kamu, karena saya tahu sejauh mana kemampuan yang kamu miliki. Lagi pula, bukankah Indonesia itu adalah negara kelahiran kamu. Makanya saya pikir kamu pasti senang, jika bisa bertemu lagi dengan keluargamu di Indonesia."
Seketika Khayra terdiam, saat mendengar perkataan dari Pak Salman. Ia berusaha mencari alasan. Karena sampai detik ini hatinya masih belum siap, jika harus pulang ke Indonesia.
“Tapi Pak, saya rasa saya belum layak untuk mendapatkan jabatan itu. Saya takut nantinya bisa mengecewakan Anda," ucap Khayra sambil menundukkan kepala.
“Jangan merendah Khayra. Mengingat prestasi kamu selama dua tahun terakhir ini. Saya yakin, kalau sangat sangat layak mendapatkan jabatan sebagai GM, di kantor pusat kita," ucap Salman berusaha menyakinkan wanita itu.
Khayra pun terdiam mendengar kalimat dari atasannya. Ia benar-benar bingung saat ini. Di satu sisi ia sangat senang. Karena akan mendapatkan jabatan sebagai seorang GM, yang sangat diimpikannya.
Namun, disisi lain ia merasa ragu. Apakah ia sudah siap untuk kembali ketanah kelahirannya? Hal itu semua mengingatkan dia pada kenangan buruk tujuh tahun silam.
“Bagaimana Khayra? Apakah kamu bersedia?” tanya Pak Salman, seketika membuyarkan lamunan wanita itu.
“Hah ..., sungguh ini keputusan yang sangat mendadak Pak. Apa boleh saya meminta waktu untuk berpikir?” tanya Khayra berusaha mengulur waktu. Dengan tujuan untuk memastikan hatinya. Tentang kesiapan ia untuk pulang ke tanah kelahirannya.
“Baiklah, saya harap besok sudah mendapatkan jawaban dari kamu, Khayra," jawab Salman, membuat Khayra seketika membelalakkan matanya.
“Kenapa secepat itu, Pak?” tanya Khayra dengan mata yang tidak berkedip.
“Bukankah lebih cepat lebih baik, Khayra? Dengan begitu, kamu bisa lebih cepat untuk bertemu dengan keluargamu. Apakah kamu tidak rindu bertemu dengan mereka?" tanya Salman, membuat Khayra jadi salah tingkah.
Wanita itu pun mengangguk tidak yakin. Akhirnya ia memilih untuk pergi, setelah berpamitan kepada atasannya.
***
Jaya Lie Group. Perusahaan di bawah pimpinan Arrion Lie, yang menjabat sebagai CEO di sana. Perusahaan Arrion tersebut memiliki anak cabang dimana-mana dan mencakup hampir seluruh bidang. Mulai dari perhotelan, pertambangan, pusat perbelanjaan, bisnis properti, semua dikuasainya.
Siang itu, Arrion sedang duduk di kursi kebesarannya. Berhadapan dengan Alia, yang merupakan sekretarisnya di perusahaan Jaya Lie Group.
“Bagaimana dengan GM baru kita? Apa sudah ketemu?” tanya Arrion sambil memeriksa beberapa berkas, tanpa menoleh ke arah wanita itu.
“Kemarin Pak Salman, pimpinan perusahaan cabang di Kairo, sudah merekomendasikan manajer terbaik di sana, Pak. Mungkin dalam minggu-minggu ini, calon GM tersebut akan datang ke perusahaan kita," jawab Alia menjelaskan kepada bosnya.
Arrion menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh ke arah Alia. Sambil membuka kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya.
“Manajer terbaik di perusahaan cabang kita, yang ada di Kairo. Hmm, oke. Biasanya Pak Salman tidak pernah salah, dalam merekomendasikan orang. Berarti manajer itu sudah bersedia untuk dipindahkan ke kantor kita?” tanya Arrion lagi.
“Belum, Pak Arrion. Manajer itu belum mengambil keputusan. Tapi Pak Salman bilang, ia akan membujuk manajer tersebut untuk pindah ke kantor pusat," jawab Alia, membuat Arrion tidak suka ketika mendengarnya.
“Sombong sekali dia! Memangnya dia sudah memenuhi standar yang perusahaan kita butuh, kan?” tanya Arrion yang sedikit geram. Ketika mendengar jawaban dari sekretarisnya.
“Iya, Pak. Buktinya perusahaan cabang kita yang ada di Kairo, mengalami peningkatan penjualan yang cukup pesat. Semenjak beliau menjabat di sana."
“Benarkah itu?” tanya Arrion yang cukup terkejut. Setelah mendengar prestasi wanita, yang ia katakan sombong barusan.
“Iya Pak, semua itu benar. Karena saya sudah mengecek track record yang ia miliki. Selama bekerja di perusahaan cabang yang ada di Kairo."
Mendengar perkataan Alia, membuat Arrion semakin penasaran dan secepatnya ingin bertemu dengan calon GM tersebut.
“Ya sudah, segera kamu hubungi Pak Salman. Suruh beliau secepatnya membujuk manajer itu, untuk menerima tawaran kita. Kalau perlu dinaikkan standar gajinya," perintah Arrion.
“Baiklah Pak, saya akan segera menghubungi Pak Salman. Kalau begitu saya permisi dulu.” Setelah mengatakan itu, Alia bergegas meninggalkan Arrion yang saat ini terdiam. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Hmm, aku penasaran. Ingin secepatnya bertemu dengan manajer itu. Kalau memang prestasinya sangat bagus untuk kemajuan perusahaan, aku tidak akan segan-segan memberikannya hadiah, dengan nilai fantastis." Arrion terdiam, seraya berkata di dalam hati, lalu memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya, yang sempat tertunda.
***
Saat ini, Khayra sedang berada di balkon apartemennya. Sambil menikmati pemandangan saat malam di kota Kairo. Menatap gedung-gedung berjajar rapi. Dengan pancaran lampu yang menerangi disetiap sudut jalanan. Membuat hati terasa hangat dan mampu merilekskan mata, yang terasa lelah.
Jam pun sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dari tadi Khayra terus berpikir. Ia sangat bingung dengan keputusan, yang akan ia ambil.
Akhirnya wanita itu memutuskan untuk masuk ke dalam apartemen. Ia berniat ingin menunaikan shalat istikharah. Meminta petunjuk jalan terbaik, yang diberikan oleh Sang Khalik.
"Tuhan, kepadamu hamba meminta. Hamba mohon, tunjukkanlah jalan terbaik yang harus hamba pilih. Menerima tawaran tersebut atau menolaknya. Amin."
Bersambung.