Keesokan hari tiba. Seakan mendapatkan petunjuk yang dikirimkan oleh Tuhan. Khayra merasakan kemantapan hati untuk menentukan pilihan, atas tawaran jabatan yang diberikan oleh atasannya.
Sesampainya di kantor, wanita itu bergegas pergi ke ruangan Pak Salman. Dengan maksud ingin menyampaikan keputusan yang sudah ia ambil.
Saat ini, ia sudah berdiri di depan ruangan mewah yang ditempati oleh atasannya. Dengan memantapkan hati dan membaca basmalah, ia segera membuka pintu ruangan itu.
"Bismillah, semoga ini jalan yang terbaik yang aku pilih. Demi keluargaku dan masa depanku kelak."
Ceklek,
"Assalamu'alaikum, Pak Salman. Apa saya boleh masuk?" tanya Khayra kepada pria bertubuh tegap, yang saat ini sedang asyik menatap layar laptopnya.
"Wa'alaikumsalam. Ayo, silakan masuk Khaira. Oh ya, bagaimana dengan keputusanmu? Apa kamu bersedia, menerima promosi jabatan yang saya tawarkan kemarin?” tanya Salman dengan antusias. Ia berharap semoga Khayra mau menerima tawaran tersebut.
Khaira pun memilih duduk di hadapan pria itu. Berusaha untuk tetap tenang, sebelum menjawab pertanyaan yang Salman berikan.
“Mungkin dengan jalan ini, Allah menghendaki saya pulang ke tanah kelahiran saya. Dengan izin Nya, Bismillah. Saya bersedia, Pak.”
Deg!
Seulas senyum terukir di wajah pria itu. Ketika mendengar keputusan yang ucapkan oleh Khayra barusan.
“Alhamdulillah, syukurlah kalau kamu bersedia. Soalnya CEO kita yang berada di kantor pusat, dari tadi menghubungi saya. Supaya meminta kamu cepatnya datang ke Indonesia."
"Oh begitu ya, Pak. Insya Allah saya akan bekerja semaksimal mungkin. Supaya nanti tidak mengecewakan Pak Salman dan juga CEO kita" jawab Khaira dengan bersungguh-sungguh.
"Baguslah kalau begitu Khaira. Jadi ..., Mulai sekarang kamu harus mempersiapkan semua keperluan mu untuk pulang ke Indonesia. Saya yakin, orang tua kamu pasti bahagia mendengar kabar ini.”
“Iya, Pak. Saya ingin mengucapkan terima kasih, atas bimbingan Anda selama ini.” Khayra merasa terharu. Karena baginya, Pak Salman adalah orang yang berjasa saat ia baru mulai meniti karier di Kairo.
“Kamu tidak perlu berterima kasih Khayra. Ini semua berkat kerja keras dan kepintaran yang kamu miliki," ucap Pak Salman memuji manajernya itu.
“Baiklah, Pak. Oh iya, kalau boleh saya tahu. Bagaimana dengan cara kerja CEO kita di kantor pusat. Apakah dia orang yang sangat perfeksionis?" tanya Khayra sedikit penasaran, dengan CEO yang diucapkan oleh Pak Salman barusan.
"Oh, Pak Arrion maksud kamu. Dia adalah seorang pria keturunan Tionghoa. Masih muda dan juga tampan. Tapi kamu jangan khawatir, Pak Arrion memang orang yang sangat perfeksionis. Walau begitu dia sangat loyal kepada pegawai, yang bisa menunjukkan prestasinya."
Khaira sangat lega. Setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salman barusan. Ia tidak peduli dengan ketampanan CEO tersebut. Ia cuma berharap, semoga nantinya bisa bekerja sama dan tidak mengecewakan mereka yang sudah memilihnya.
"Ya sudah, kalau begitu saya permisi dulu, Pak. Assalamu'alaikum," ucap Khayra berpamitan, hendak pergi meninggalkan ruangan Pak Salman.
“Iya, Khaira. Wa’alaikumsalam.”
***
Saat ini, Khayra sudah kembali ke ruangannya. Ia pun segera membereskan semua barang-barang pribadinya serta berpamitan dengan karyawan yang lain.
“Semoga saja, dengan kepulangan aku ke Indonesia, adalah keputusan yang tepat. Tuhan hamba mohon, jangan pernah pertemukan hamba dengan pria itu," pinta Khayra sambil memohon. Karena ia tidak ingin lagi hidup dalam bayang-bayang masa lalu.
***
Beberapa hari telah berlalu. Saat ini Khayra sudah bersiap-siap untuk pulang ke Indonesia.
Sedangkan umi dan abinya merasa sangat bahagia, ketika mendengar kepulangan putri sulung yang sangat mereka rindukan.
Cairo Internasional Airport.
Kini Khayra sedang duduk di ruang tunggu pesawat. Menunggu keberangkatan pesawat dengan tujuan Indonesia.
Drrt! Drrt!
Dering ponsel wanita itu berbunyi. Melihat itu adalah panggilan telepon dari uminya, Khayra pun langsung mengangkat panggilan telepon tersebut.
“Halo! Assalamu’alaikum, Umi,” sapa Khayra dengan begitu antusias. karena sebentar lagi, ia akan berkumpul dengan keluarga besarnya, yang sangat ia rindukan.
“Wa’alakumsalam, Sayang. Kamu jadikan hari ini pulang ke Indonesia, Nak?” tanya Salma memastikan. Karena ia merasa mimpi, saat mengetahui rencana kepulangan putrinya ke Indonesia.
“Iya Umi, sekarang Khay lagi di bandara, sebentar lagi pesawatnya berangkat," jawab Khayra, membuat senyum di wajah uminya seketika mengembang.
“Alhamdulillah, Umi sangat cemas, Nak. Jika seandainya kamu berubah pikiran. Karena Umi sudah tidak sabar lagi, ingin berjumpa dengan kamu, Sayang. Pokoknya Umi akan siapkan semua makanan kesukaan kamu.” jawab Salma.
Khayra yang mendengar perkataan uminya merasa terharu. Karena cinta kedua orang tua itu tulus, kepada anak-anaknya. Seperti Umi Salma yang tidak mampu lagi menahan rindu, ingin bertemu dengan putri sulungnya yang terpisah jauh.
Begitulah orang tua, yang begitu antusias menyambut kedatangan buah hati mereka. Saat mengetahui jika anaknya yang jauh pergi merantau, akan pulang ke rumah.
“Terima kasih, Umi. Sebenarnya Umi tidak perlu repot-repot menyambut kedatangan, Khay. Melihat Umi, Abi, Akmal dan Kamilah dalam keadaan sehat saja, Khay sudah sangat senang," jawab Khayra yang begitu perhatian kepada kedua orang tuanya, serta adik-adiknya.
“Tidak apa-apa, Sayang. Umi malah senang. Oh ya, Akmal dan Kamilah juga sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan kamu, Nak." sama mengatakan itu, karena dari tadi Akmal dan kamilah menguping pembicaraan umi dengan kakak sulung mereka.
“Hehe, iya Umi. Khay juga sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan kalian." Perasaan Khayra tiba-tiba menghangat. Ketika membicarakan tentang keluarganya yang sangat ia sayangi.
“Iya, Sayang. Kami selalu menanti kepulanganmu. Umi, Abi serta adik-adikmu akan selalu mendoakan keselamatanmu, Nak. Supaya nanti kita bisa berkumpul seperti dulu lagi."
“Amin. Terima kasih Umi atas doanya. Ya sudah, kalau begitu Khay tutup dulu teleponnya, ya. Soalnya pesawat yang akan Khay tumpangi sudah mau berangkat," pamit wanita itu kepada Salma.
“Iya, Sayang. Semoga Allah selalu melindungi di setiap perjalanan kamu, Nak. Assalamu'alaikum."
“Wa’alaikumsalam, Umi.” Khayra segera menutup teleponnya dan bergegas menuju pesawat.
Sebelum melangkahkan kakinya untuk pergi, ia menyempatkan diri melihat ke belakang. Melihat kota yang memberikan ilmu serta pengalaman. Tempat ia mendewasakan diri dan melupakan kejadian buruk di masa lalu.
"Selamat tinggal Kairo. Semoga nanti kita bisa bertemu lagi."
***
Kurang lebih 13 jam Khayra berada di dalam pesawat. Akhirnya ia sampai juga di negara kelahirannya, Indonesia.
“Hmm, akhirnya sampai juga,” ucap Khayra sambil merentangkan kedua tangannya.
Setibanya di bandara, Khayra langsung mengecek ponselnya. Betapa terkejutnya ia, ketika melihat panggilan telepon yang begitu banyak dari abinya. Karena tidak ingin membuat abinya khawatir, Khayra pun segera menelepon pria paruh baya itu.
Drrt! Drrt!
“Halo! Assalamu’alaikum Abi," sapa Khayra ketika abinya mengangkat panggilan telepon tersebut.
“Wa’alaikumsalam, Nak. Akhirnya kamu menelepon. Soalnya dari tadi Abi menelepon kamu, tapi tidak satupun panggilan telepon Abi, yang kamu angkat. Abi jadi khawatir.” Ridwan mengatakan itu, karena ia pikir putrinya sudah tiba di bandara.
“Maaf, Bi. Tadi pesawat yang Khay tumpangi sempat delay beberapa menit. Makanya kedatangan pesawat yang Khay tumpangi, jadi sedikit terlambat." Khayra memberikan penjelasan kepada abinya. Supaya pria itu tidak begitu khawatir.
“Iya Khay, tidak apa-apa. Oh ya, kamu sekarang ada di mana? Soalnya sekarang Abi sudah ada di depan bandara, menunggu kedatangan kamu, Nak." Ridwan pun sesekali memandang ke arah depan, untuk mencari keberadaan putrinya.
“Khay baru saja keluar dari pesawat Abi. Ya sudah, Abi tunggu di situ saja. Biar Khay yang akan menghampiri Abi," pinta wanita itu, yang sebenarnya ingin memberikan kejutan kepada abinya.
“Hmm, ya sudah. Abi tunggu di lobi saja ya, Sayang.”
“Iya, Bi. Khay tutup dulu ya, teleponnya. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam, Nak.”
Tut! Tut!
Khayra langsung menutup panggilan telepon tersebut. Ia berjalan dengan tergesa-gesa. Karena sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan abinya.
Hingga tanpa sengaja, Khayra menabrak seorang pria tampan, dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Pria tersebut mengenakan sepatu serta setelan jas mahal. Membuat siapa saja yang melihat, langsung terpanah dan memuja ketampanan mahkluk ciptaan Tuhan.
Bruuk!
Bersambung.