Bab 20

1123 Kata
Sebelum kembali menemui Arrion, Khayra berusaha menormalkan degup jantungnya. Ia tidak ingin terlihat aneh, saat berhadapan dengan pria itu. "Bismillah," ucap Khayra sambil menarik nafas panjang, lalu melangkah pergi menemui Arrion yang berada di meja makan, sambil bertelepon dengan seseorang. Melihat Arrion lengah, wanita itu langsung duduk di kursi tanpa harus berbasa-basi lagi. Ia pun berusaha bersikap tenang. Hingga Arrion memutuskan panggilan teleponnya. "Sepertinya kita harus kembali ke kantor. Ada urusan yang harus saya selesaikan." Mendengar perkataan Arrion, membuat Khayra akhirnya bisa bernafas lega. Karena ia pikir, mereka akan membuang-buang waktu seharian penuh. Ternyata ia salah, karena sekarang Arrion mengajaknya untuk kembali ke kantor. "Ya sudah, Pak. Ayo, kita pergi sekarang." Arrion tersenyum tipis, ketika mendengar jawaban dari wanita itu. Ia tahu, jika Khayra masih belum merasa nyaman saat bersama dirinya. Namun, pelan-pelan Arrion akan berusaha mendekatinya, hingga hati wanita itu berlahan luluh. Saat ini mereka berdua sudah berada di dalam mobil. Arrion segera memarkirkan mobilnya keparkiran khusus para petinggi kantor. Namun, Arrion segera mencegah langkah wanita itu, yang hendak turun dari mobilnya. "Tunggu dulu!" pinta Arrion. Mendengar perkataan pria itu, Khayra langsung membalikkan tubuh lalu menatapnya. "Ada apa?" tanya wanita itu. "Nanti biar aku yang mengantarkan mu pulang," jawab Arrion yang lagi-lagi menampilkan senyum mautnya. Hingga terlihat jelas lekukan lesung pipi, yang menambah ketampanan pria tersebut. Melihat ketampanan Arrion, tanpa sadar Khayra mengangguk menyetujui perkataan pria itu. Membuat senyum makin mengembang di wajah Arrion. "Terima kasih ya, Khayra." Mendengar perkataan Arrion, barulah Khayra tersadar, atas kesalahan yang telah ia lakukan. "Tidak usah, Pak Arrion. Anda tidak perlu mengantarkan saya pulang, karena saya bisa pulang sendiri," tolak wanita itu cepat. "Tidak bisa Khayra, bukankah tadi kamu sudah mengangguk. Saya anggap kamu menyetujui permintaan saya barusan." Setelah mengatakan itu, Arrion langsung turun dari mobilnya, dengan senyum yang tidak lepas menghiasi wajah pria itu. Sementara Khayra, ia hanya bisa menekuk wajahnya. Sambil mencari cara, supaya Arrion tidak jadi mengantarkan ia pulang. *** Saat ini, Khayra sedang asyik bekerja. Memeriksa laporan demi laporan lewat email-nya. Tentang perkembangan hotel di Surabaya m Atas gebrakan ia dan rekan-rekan kerja di sana. Memang pantas jika julukan workholic disematkan kepada wanita itu. Karena ia bekerja tanpa mengenal lelah. Jika pegawai lain tidak sabaran menunggu jam pulang, berbeda dengan Khayra. Wanita itu melupakan segalanya, jika ia sedang fokus bekerja. Termasuk jam pulang sekalipun. Hingga suara deringan ponsel, menghentikan aktifitas wanita itu. Ketika melihat nama dilayar ponselnya adalah Qidam. Seketika Khayra teringat akan sesuatu. Jika pagi tadi pria itu berpesan, kalau ia akan menjemputnya pulang. "Aduh, aku harus bagaimana ini? Kenapa aku bisa melupakan, jika Kak Qidam akan menjemput ku pulang." Ketika Khayra hendak menjawab panggilan telepon tersebut, tanpa sengaja matanya menatap ke arah Arrion. Saat ini pria itu sedang berdiri di depan Khayra sambil melambaikan tangannya. Khayra teringat, jika Arrion juga hendak mengantarkannya pulang. Membuat wanita itu harus memikirkan alasan, untuk menolak Qidam. "Halo! Assalamu'alaikum, Khay. Apa kamu mendengarkan suara Kakak?" Qidam menanyakan itu, karena dari tadi belum mendengar suara wanita pujaan hatinya. Khayra yang mendengar perkataan Qidam, langsung tersadar dari lamunannya. "Wa-wa'alaikumsalam, Kak Qidam. Maafkan, Khay. Oh ya, ada apa Kakak menelepon?" Khayra sengaja menanyakan itu, seolah-olah ia lupa. Jika Qidam bermaksud menjemputnya sehabis pulang kerja. Qidam pun hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Ia berusaha untuk mengerti. Jika Khayra memang benar-benar sibuk, hingga melupakan pesannya tadi pagi. "Sekarang Kakak sudah berada di depan kantor kamu, Khay. Soalnya tadi pagi Kakak berpesan, akan menjemput kamu pulang. Coba kamu ingat-ingat lagi," pinta pria itu. Seketika Khayra terdiam. Mau tidak mau ia harus membenarkan perkataan Qidam. "Oh iya, Kak. Maaf, jika Khay lupa," jawab Khayra berusaha bersikap setenang mungkin. Qidam berusaha memaklumi jawaban dari wanita itu. Walau sebenarnya, ia merasa sedikit kecewa. "Tidak apa-apa kok, Khay. Sekarang kamu ada di mana? Kakak menunggu di depan kantor, tempat kamu bekerja," jawab Qidam menutupi rasa kecewanya. "Kak Qidam, Maaf ya. Sebaiknya Kakak pulang duluan saja. Soalnya masih ada pekerjaan yang harus Khay selesaikan. Nanti juga Khay akan pulang bersama teman-teman kantor," tolak Khayra secara halus. Wanita itu berharap, Qidam mau mengerti dengan alasan yang ia berikan. "Hmm, tapi Khay, Kakak akan tetap—" "Kak Qidam, Khay tutup dulu ya teleponnya. Soalnya bos Khay sudah datang. Assalamu'alaikum." Khayra langsung menutup panggilan telepon tersebut. Saat melihat Arrion sudah berjalan mendekat ke arahnya. "Ayo, Khayra. Aku antar kamu pulang," ajak pria itu. Sementara Khayra, ia tidak mungkin pulang sekarang bersama Arrion. Takutnya, Qidam masih berada di depan kantornya. Wanita itu tidak ingin Qidam melihat, seandainya ia berjalan berdua bersama pria lain. Namun, Khayra juga berusaha mencari alasan, supaya Arrion segera pulang dan tidak mengganggunya lagi. "Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Sebaiknya Anda pulang sendiri saja, Pak Arrion," tolak Khayra, berharap Arrion mau mengerti dengan alasannya. Namun, Arrion adalah sosok pria yang pantang menyerah, sebelum ia berhasil mengantarkan wanita itu pulang ke rumah. "Ya sudah, kalau begitu aku akan tetap berada di sini. Sampai kamu sudah menyelesaikan pekerjaan kamu." Arrion berkata seperti itu, sambil mengambil kursi dan duduk di hadapan Khayra. Memandang wajah wanita itu dengan lekat. Membuat Khayra langsung membuang muka. "Pak Arrion. Saya mohon mengertilah. Silahkan Anda keluar dari ruangan saya. Karena pegawai yang lain sudah banyak yang pulang. Saya hanya tidak ingin menimbulkan fitnah, jika kita berdua di dalam ruangan ini." Khayra berusaha memberikan pengertian kepada Arrion. Namun, usaha yang ia lakukan hanya sia-sia belaka. Karena kini Arrion sudah berpindah tempat ke sofa. Ia membaringkan tubuhnya di sana, sambil memainkan game yang ada dilayar ponselnya. Khayra tahu, percuma melawan pria yang bersamanya saat ini. Akhirnya ia segera membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja kerjanya. Wanita itu berniat hendak pulang. Karena percuma saja ia bekerja, jika pikirannya sudah tidak fokus. Melihat Khayra yang hendak keluar dari ruangan, Arrion dengan cepat bangkit dari sofa lalu menyusul wanita itu. "Khayra, tunggu!" teriak Arrion. Untunglah pegawai lain sudah banyak yang pulang. Jadi, tidak ada yang mendengar teriakan Arrion barusan. Karena jika sampai itu terjadi, Khayra tidak mau menjadi bahan gosip oleh rekan-rekan kerjanya yang lain. Saat ini, Arrion dan Khayra sudah keluar dari gedung kantor mereka. Ketika Arrion hendak berjalan menuju mobilnya, Khayra membelokkan langkah menuju ke halte. Karena ia berniat ingin menunggu taksi di sana. Namun, dengan cepat Arrion menghalangi langkah wanita itu. "Hmm, jangan kabur Khayra. Jika kamu tidak ingin aku antar pulang, maka aku akan mengendong mu untuk masuk ke dalam mobil." Mendengar perkataan Arrion, membuat Khayra bergidik ngeri. Akhirnya ia memutar arah menuju mobil pria tersebut. Sementara Arrion, ia hanya terkekeh. Ketika melihat raut wajah tidak suka yang ditunjukkan oleh Khayra. Lalu pria itu menyamakan langkahnya, hingga mereka tiba bersama di depan mobil. Apa yang dilakukan Khayra dan Arrion tidak luput dari pandangan seseorang, yang menatap mereka dari dalam mobil. "Siapa pria yang sedang bersama Khayra? Kenapa mereka terlihat sangat dekat?" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN