Bilqis nyaris saja menabrak seseorang saat ia hendak berbelok di tikungan koridor fakultasnya. Namun, untungnya ia bisa mengendalikan diri dengan cepat karena memang ia juga tidak berjalan dengan cepat dan tidak lalai juga. Tapi, emang jalan nya saja yang tertutup dinding ruangan sehingga ia tidak melihat seseorang dari berlawanan arah.
"Maaf." Kata Bilqis pada orang yang nyaris bertabrakan dengan nya.
"Gapapa kok." Jawab Arvin, sosok yang hampir bertabrakan dengan Bilqis. "Kamu udah selesai kelasnya?."
"Sudah." Jawab Bilqis tanpa memandang sang lawan bicara terlalu lama.
Arvin mengangguk kikuk sendiri, apalagi dengan sikap Bilqis yang sepertinya tengah menjaga jarak di antara mereka berdua.
"Saya duluan, Kak." Pamit Bilqis dengan sopan. Dan langsung melangkah pergi. Tapi, seolah reflek Arvin menahan kepergiannya dengan menyentuh lengannya. Membuat Bilqis kaget dan langsung menarik lengannya sendiri yang juga membuat Arvin kaget.
"Sorry." Kata Arvin. "Emm.. boleh kita bicara sebentar?." Lanjut Arvin dengan ragu.
Ia langsung mengernyitkan dahi, memandangi laki-laki di depannya dengan penuh tanya dan tidak mengerti. "Ada sesuatu yang pengen gue ngomongi ke lo." Lanjut Arvin lagi.
"Ngomong apa?." Ia bertanya dengan to the point.
"Mau bicara di perpus?." Tawar Arvin.
Bilqis mulai ragu, perpus bukan tempat yang tepat untuk mereka bicara. Karena, perpus jika jam sekarang sepi. Ia langsung mengitari pandangan nya ke sekitar. Ingin menolak permintaan Arvin barusan. Tapi, sepertinya laki-laki itu ingin berbicara serius.
" Kak Arvin, bisa bicara sekarang aja disini." Ujarnya kemudian.
Arvin terlihat menghela napas kacewa, tapi tidak di tunjukkan nya secara terang-terangan.
"Lo, masih inget gue kan? Dulu waktu Lo masih SD?."
Bilqis mengangguk dengan kernyitan dahinya. "Lo enggak marah sama gue?."
"Kenapa saya harus marah?."
"Gue udah jahat sama Lo,. Waktu itu."
Ia mengulum senyum mendengar ucapan itu. Lalu kepalanya menggeleng memberi jawaban.
"Enggak kok, saya juga sudah lupa." Jawab Bilqis.
"Mungkin gue telat, tapi gue mau minta maaf sekarang sama Lo. Buat semua kejahatan gue waktu itu." Ujar Arvin kemudian.
Bilqis mengangguk dengan senyuman manis. "Gapapa kok, kak. Saya juga sudah memaafkan Kakak."
Arvin mengangguk lega, masih ada yang tertahan dalam tenggorokan nya. Bawah ia masih ingin mengatakan sesuatu. Tentang alasan mengapa dulu ia sangat sering menganggu Bilqis.
"Lo gak mau tau alasannya?." Tanya Arvin tiba-tiba.
Bilqis mengernyitkan dahi lagi, lalu kepalanya menggeleng yang lagi-lagi membuat Arvin kecewa.
"Kak, aku duluan ya." Pamit Bilqis kemudian.
Arvin mengangguk saja, kali ini tidak lagi menahan kepergian nya. Ia membiarkan Bilqis pergi meninggalkannya. Sedangkan ia memilih diam memandangi kepergian Bilqis dengan senyuman tipis.
***
Devin baru saja selesai bimbingan terakhir dengan dosen nya, ketika keluar dan melihat Nayla sedang berjalan seorang diri menuju ke arah koridor yang menuju rooftop fakultas management.
Ia hanya menghela napas melihat itu, lalu kemudian memilih pergi mengabaikan gadis itu.
"Devin."
Panggilan itu membuat langkah Devin berhenti, dan menoleh kebelakang. Ada Doni yang ternyata memanggilnya.
Teman satu fakultasnya itu langsung menghampirinya. Dan berjalan bersama dengannya.
"Gue denger Lo udah nikah?." Tanya Doni.
"Iya. Udah mau lima bulan ini." Jawab Devin dengan senyuman lebar.
"Gercep amat Lo!. Setau gue, Lo kan jomblo dari lahir." Kata Doni.
"Emang!. Tapi, status doang jomblo, hati mah udah ada yang ngisi." Kata Devin dengan bangga.
"Dih!. Terus, Nayla gimana?."
"Gimana apanya?."
"Ya, kan Lo selama ini dekat sama dia."
"Deket gimana? Biasa aja."
Doni memandanginya cukup lama, tapi kemudian menggelengkan kepala heran dengan sikap Devin yang terlihat biasa aja dan juga sangat santai.
"Lo mau langsung balik,. Atau mau kemana dulu?". Topiknya sengaja ia alihkan. Karena, merasa bukan lah wilayahnya dalam urusan pribadi Devin.
"Mampir ke Kafe, biasa lah " jawab Devin.
Doni mengangguk paham. Lalu menepuk bahu Devin untuk berpamitan karena ia masih ada kelas.
"Kalau gitu, gue duluan deh. Masih ada kelas gue."
Devin mengangguk saja, ia memilih berbelok ke parkiran.
Tiba, di mobilnya baru ia mengambil hp untuk mengirim chat pada Bilqis, mengatakan kalau ia sudah jalan ke kafe. Dan meminta istrinya untuk menelfonnya jika sudah selesai kuliah.
***
"Assalamualaikum."
Suara salam dari Devin yang baru masuk kedalam rumah, mengambil perhatian keluarga yang sedang nonton di ruang santai. Bilqis yang lebih dulu bangun untuk menyambut kepulangan suami nya.
"Waalaikumsalam."
Ia langsung tersenyum sumringah begitu melihat Bilqis menghampirinya yang memilih duduk di ruang ganti sepatu atau sendal.
"Abang pulang naik apa? Kok, Bil enggak dengar suara mobil." Ujar Bilqis mendekat dan kemudian menyalaminya.
"Naik taksi, mobilnya lagi di servis tadi siang. Terus, mager ngambilnya."
Bilqis hanya bisa menggeleng kepala, perempuan itu tidak menolak ketika ia menarik pinggangnya dan langsung memeluknya. Justru, Bilqis malah mengusap rambutnya dengan lembut.
"Assalamualaikum, Papih pulang." Muka Bilqis langsung bersemu mendengar Devin tengah mengobrol di depan perutnya. "Gimana hari ini? Ummi nakal gak?."
"Abang, malu ish" ia mencoba menarik diri.
"Kenapa harus malu? Kan abang ngajak ngobrol calon anak kita." Jawab Devin kembali menariknya untuk mendekat.
"Tapi..."
"Sstttt... Udah, jangan berisik."
Bilqis menyerah, ia hanya berharap Mamanya tidak muncul tiba-tiba dari dalam sana dan melihat kelakuan suaminya yang terkadang kelewat random.
Ayo lah, usia kehamilan nya belum capai tiga bulan. Tapi, Devin selalu melakukan hal yang sama setiap harinya.
Yaitu berbicara sendiri dengan anak mereka.
Ia bukan tidak senang, ia hanya malu saja.
"Bang, ayo makan dulu. Bil udah siapin makan malam buat Abang." Ujar Bilqis.
Devin mengangguk patuh akhirnya, memilih untuk berdiri dan melangkah masuk kedalam rumah dengan merangkul mesra istrinya.
"Assalamualaikum, Ayah, Ma." Salam nya.
"Waalaikumsalam." Jawab keduanya dengan serentak.
Devin langsung menyalami mertuanya itu dengan begitu sopan dan akrab.
"Baru pulang kamu?" Tanya Ayah Dika padanya.
"Iya, Yah." Jawabnya. "Aku ke dapur dulu, Yah. Mah." Lanjutnya berpamitan.
Kedua mertuanya hanya mengangguk, dan membiarkan nya pergi menuju ruang makan untuk menyusul sang istri.
"Abang mau Bil, bikinin kopi atau teh?". Tanya Bilqis begitu ia sudah duduk di kursi.
"Sirup merah aja. Dingin." Jawab Devin menerima piring yang sudah terisi makanannya.
Bilqis hanya mengangguk, lalu kemudian pergi membuatkan minum untuk sang suami, setelah itu ia ikut menemani Devin makan sambil mengobrol ringan tentang kegiatan hari masing-masing.
***
Bilqis duduk termenung di atas kasur dengan buku novel di tangan. Namun, ia tidak sama sekali membaca buku novelnya. Fikiran nya tengah melayang-layang entah kemana. Terlihat, sedang memikirkan sesuatu. Sampai, saat Devin keluar dari dalam kamar mandi pun ia tidak menyadari nya.
"Dek."
Bilqis masih belum bergeming, masih setia pada lamunan nya, sampai membuat Devin heran dan juga bingung. Ia memutuskan untuk mendekati istrinya. Tangannya bergerak menyentuh bahu sang istri.
Maka, saat itulah Bilqis terkejut.
"Abang!."
Ia mengernyitkan dahi melihat istrinya terkejut. Membuat ia menjadi menduga-duga sendiri.
"Kamu mikirin apa sih? Kok ngelamun gitu." Ujar Devin penasaran.
"Enggak kok, cuma mikirin sesuatu aja."
"Ya, apa?. Abang gak boleh tau nih?."
Bilqis menggeleng dengan senyuman nya, membuat Devin langsung cemberut sehingga terlihat sangat imut juga menggemaskan.
"Enggak boleh, lho dek. Rahasia-rahasia an sama suami."
"Bukan rahasia kok, cuma emang enggak bisa Bil, ceritain sama Abang." Jawab Bilqis memandangi Devin dengan lembut.
Devin semakin curiga, memicing matanya dengan tajam penuh ke ingin tahuan.
"Mau bilang, atau Abang cium.?!" Ancam Devin.
"Enggak bisa Bang, ini aib orang." Jelas Bilqis tetap pada pendirian nya.
Jika sudah mengatakan seperti itu, maka Devin hanya bisa menghela napas pasrah. Membuat Istrinya mengulum senyum dan menatapnya dengan gemas.
"Ada hubungannya sama aku?." Bilqis menggeleng sebagai jawaban. "Sama kita?." Lagi, Bilqis menggeleng.
"Enggak, Bang. Masalah seorang teman."
Lagi-lagi Devin hanya bisa mengangguk dan menghela napas. Ia pun berpindah dan mengisi sisi kosong tempat tidur sebelah istrinya. Tangannya langsung bergerak mengusap perut sang istri dengan lembut.
"Mau dengar sholawat an.?." Tanya Devin seolah berbicara pada seseorang.
Bilqis tersenyum, tangannya ikut memegang tangan sang suami.
"Sholallahu ala Muhammad...
Shallallahu Alaihi Wa Salam..
Sholallahu ala Muhammad..
Shallallahu Alaihi Wa Salam..."
Senyum Bilqis semakin lebar mendengar suaminya bersholawat dengan suara yang merdu dan juga binar mata yang begitu tulus.
Ia merasa sangat bangga sekarang sekaligus terharu.
Devin selalu bisa memberikan yang terbaik untuknya. Sejak dulu, sejak mereka masih anak-anak. Suaminya terus berusaha membuatnya tenang, nyaman, dan aman. Ia selalu merasa di lindungi oleh Devin.
Suaminya itu bisa menjadi apa saja untuknya. Menjadi teman, seorang Abang, sahabat, dan terkadang menjadi Sosok ayah untuknya. Lalu sekarang, menjadi pasangan hidupnya. Menjadi imam untuknya, dan ia tidak pernah sekalipun menyesal memilih untuk menikah dengan Devin di usia muda ini.
Hatinya selalu bergetar dan terasa sangat amat nyaman bersama dengan Devin.
Cup
Ia terkejut, ketika merasakan sebuah kecupan di bibirnya.
Dan menatap Devin yang tersenyum lebar.
"Kamu ngelamun terus," kata Devin menatapnya. "Abang ganteng banget ya? Sampai kamu gak bisa liat ke yang lain."
"Apaan sih." Responnya dengan muka memerah.
Devin semakin suka melihat muka istrinya memerah merona. Ia semakin gencar untuk menggoda sang istri.
"Kok jauhan sih, sini deketan." Katanya.
"Abang, udah malam. Tidur." Kata Bilqis berbaring.
"Dih, baru juga jam 10." Bantah Devin memeluknya dari belakang kini. "Sayang, jangan tidur dulu dong. Abang belum ngantuk nih." Pinta Devin.
"Tidur Bang, besok Abang sidang lho."
"Belum ngantuk."
"Ngantukin aja."
"Dih, istri Abang mulai lucu sekarang." Kata Devin tertawa sendiri.
Bilqis memilih diam, tidak lagi ingin menanggapi sang suami.
Tapi, bukan Devin namanya jika menyerah begitu saja.
Laki-laki itu malah mulai iseng dengan mengecupi bahu istrinya. Kemudian sesekali menggodanya dengan memberikan kecupan-kecupan s*****l. Membuat Bilqis berkali-kali menghindari.
"Abang." Tegur Bilqis dengan sabar.
Devin terkekeh geli sendiri, Bilqis menghela napas sabar. Akhirnya menyerah dan memilih untuk bangun membuat Devin tersenyum penuh kemenangan.
"Udah. Abang mau apa sekarang?." Tanya Bilqis menyerah.
"Enggak mau apa-apa sih, cuma mau cium aja." Bilqis memicing matanya kini. Membuat Devin langsung tertawa gemas. "Istri Abang lucu banget sih." Kata Devin sambil mencubit pipi istrinya.
"Abang aneh." Ujar Bilqis kembali memilih berbaring.
Devin akhir nya ikut berbaring juga. Menarik Bilqis kedalam pelukannya.
Dan, ia sama sekali tidak menolak. Bahkan, ia langsung melingkarkan tangannya di pinggang suaminya.
"Selamat malam sayang."