Nadira sudah siuman sejak beberapa menit yang lalu. Di samping kanan dan kiri ranjang rumah sakit yang ia gunakan, ada Rian dan juga Sheila —sahabatnya. Rasa pusing di kepalanya masih cukup terasa. Sesekali meringis ketika rasa nyeri itu menerjang. "Kepalanya masih sakit?" Perhatian yang Rian berikan sekarang, laksana mata air yang mengalir di gersangnya tanah yang kering bagi Nadira. "Sedikit." "Mau aku panggilkan dokter?" Rian menawari. Nadira menggeleng. "Enggak usah. Nanti juga hilang kalau sudah minum obat." Kembali suasana canggung terasa di dalam ruang VIP rumah sakit tempat Nadira dirawat. "Kamu dari kapan ada di sini, Sheil?" tanya Nadira kepada sahabatnya. "Waktu kamu dibawa ke rumah sakit, Rian langsung kasih kabar aku. Terus saat itu juga aku meluncur ke sini. Kebe