Sejak kejadian buruk bersama Frans, aku lebih banyak mengurung diri di kamar, Frisly datang berulang kali tapi tidak pernah aku temui. Aku terlalu malas membahas keburukan Frans dengannya, selain itu ... Aku juga merasa sangat malu, seperti bukan diriku. Ini pertama kalinya aku bersikap layaknya seorang w************n pada pria, apalagi aku juga mengambil uangnya. Aiisshh ... apa yang harus kulakukan?! Apakah minta maaf?! Tidak mungkin, meski salah, aku juga tidak terima kalau dia menghina. Karnanya, aku jadi malas keluar rumah bahkan kamar. Aku takut dia tiba-tiba datang! Aaahh ... itu lebih tidak mungkin lagi, buat apa Frans datang kemari?! minta maaf?! Cih! Mimpi!!
"Vasya!! Dicari Frisly, Sayang!" seru tante, dari luar kamar.
"Bilang saja Vasya sudah tidur, Tante," ucapku menolak bertemu dengannya, Frisly pasti akan membela Frans jika aku memberitahukan masalah Frans padanya.
"Baiklah, aku akan menemuinya, Sayang," ucap tante, menjauh dari kamar. Aku sedikit lega karna tidak jadi bertemu dengan Frisly. Tak berapa lama kemudian, tante kembali datang dan menjelaskan bahwa Frisly sudah pulang. "Vasya! Keluarlah! Sampai kapan mau di kamar?!" paksa Tante, mau tidak mau aku menurutinya.
"Iya tante," jawabku setelah membuka pintu, tubuhku lemas.
"Sampai kapan akan memikirkan tentang Frans, Sayang? Kalau kau seperti ini terus, Tante yang khawatir. Malas makan, tidak mau bicara sama orangtua, dan yang terparah, tidak mau keluar rumah, bagaimana kau bisa bahagia, Vasya?" ucap tante Varah, masih saja perhatian seperti ibuku.
"Vasya tidak apa-apa, Tante. Tenanglah," jawabku memegang tangannya.
"Terus bagaimana dengan orangtuamu?! Apakah akan tetap menghindar seperti tiga hari yang lalu?! Mereka terus bertanya, Vasya. Kenapa kau tidak mau bicara?! Kenapa kau jarang bercanda dengan mereka?! Dan kenapa ponselmu diangkat oleh seorang pria?! Bahkan--"
"Apa?! Diangkat seorang pria?! Maksud, Tante?!" seruku tidak percaya, hatiku berdebar-debar tidak karuan, tubuhku gemetar.
"Iya, diangkat seorang pria!" Tante Varah mengulangi perkataannya.
"Itu berarti ...."
"Itu berarti Frans mengangkat telpon dari orangtuamu, Vasya," tekan Tante Varah, menajamkan setiap kata demi kata ucapannya.
"Astaga!! Bagaimana ini, Tante?! Ayah dan ibu pasti akan marah jika tahu aku pernah datang ke rumah pria!" seruku ketakutan."Kenapa ponselku meski ketinggalan di rumah Frans, sih?!" seruku lagi, kesal.
"Kan sudah Tante bilang, ambil ponselmu dan lupakan kejadian tiga hari lalu, lagipula itu seperti bukan sifatmu, Vasya," tante Varah, bukannya membuatku tenang malah semakin membuatku gelisah.
"Vasya malu, Tante. Vasya tahu Vasya salah, tapi ... jika direndahkan seperti itu siapa yang tidak marah?! Tante pasti marah jika diperlakukan seperti itu, bukan?" gerutuku pelan.
"Tante bisa lebih kasar darimu, Sayang. Jika tante diperlakukan seperti itu, dia sudah tante hajar."
"Masalahnya Vasya yang menciumnya duluan, Tan."
"Meski kau yang sudah menciumnya duluan, tidak pantas seorang pria merendahkan wanita, wanita selalu benar pokoknya," ucap Tante, tak lama kemudian tertawa.
"Ck, Tante! Apa yang harus Vasya lakukan?! Vasya tidak punya muka jika harus bertemu dengannya, Vasya sangat malu, Tan," ucapku membuat tante geleng-geleng kepala. Mungkin kelakuanku lucu baginya.
"Ya kau harus mengambilnya, Vasya!" seru tante Varah, setelah agak reda tertawanya.
"Tapi aku malu, Tan!" ulangku lagi, semakin kesal.
"Mau sampai kapan?" tante Varah, berusaha memberikan pengertian. Beliau memang tahu selama tiga hari ini aku susah makan dan tidur gara-gara memikirkan soal Frans.
"Entahlah, Tan," jawabku lelah.
"Kau harus mengambil ponselmu, Sya. Kalau tidak, orangtuamu di kota akan cemas, kalau mereka cemas, mereka akan datang kemari dan membawamu pulang ke kota. Tante akan tinggal sama siapa?! Tante sendirian, Sayang. Sejak kepergian Om-mu untuk bekerja di luar kota, Tante tidak memiliki siapa-siapa," ucap tante Varah, takut jika aku tinggalkan ke kota.
Memang benar ucapannya, kalau aku tidak mengambil ponselku, orangtuaku akan cemas, tapi kalau aku mengambil ponselku, otomatis akan bertemu dengan Frans. Oh, Tuhan ... andai kemaren aku bicara pada mereka, setidaknya tidak akan membuat mereka cemas. Sekarang, ponsel tante Varah diservice, kemaren jatuh dari pohon saat beliau memetik buah, bagaimana bisa menghubungi mereka?!
Tetangga di daerah sini juga agak tertutup, rumah di sini beda dengan rumah di kota, di daerah sini sangat sepi, selain tidak kenal, rumah para tetangga juga agak berjauhan.
"Haruskah aku ambil ponselku, Tan?" lirihku mulai kelelahan. Lelah mental dan juga lelah batin.
"Harus, Sya. Siapa suruh tidak mau bicara saat ponsel tante tidak rusak kemaren," protes tante Varah, ikutan merasa lelah.
"Saat itu Vasya ketakutan, Tan. Bagaimana bisa bicara dengan mereka?! Bagaimana kalau mereka tanya kenapa aku berada di rumah, Frans," racauku tidak karuan.
"Ya bilang saja kau belajar melukis padanya, Sya."
"Huh! Vasya malas bertemu dengannya lagi, Tan," selaku pelan.
"Sampai kapan?" lagi-lagi pertanyaan itu muncul dari bibir tante.
"Entahlah," jawabku, lagi-lagi hanya ucapan itu yang kukatakan.
"Tante tidak mau tahu, mulai besok! Rubah sikapmu, datang ke rumah Frans dan ambil ponselmu! Kalau tidak! Tante akan marah padamu! Mengerti!" gertak tante, berlalu pergi.
"Kenapa tidak kau saja sih, Tan? Bantu Vasya!" ucapku agak keras karna tante sudah menjauh.
"Kalau tante mengambil ponselmu, kau tidak akan bertanggung jawab. Berani cium orang harus berani menghadapi mukanya, jangan setelah mencium lalu kabur, sama aja kayak maling. Dan satu lagi! Kembalikan uang Frans," tante Varah mengakhiri ucapannya dengan cara menutup pintu kamarnya, aku hanya terbengong melihat sikapnya.
"Iya, Tan," lirihku datar.
*******
Puluhan wanita cantik bahkan ratusan berkumpul di rumah Frans, Frisly juga ada di sana, aku heran melihat mereka semua, bukankah Frans sangat membenci wanita?! Kenapa mereka semua berkumpul di rumahnya?! Apakah fikiran Frans sudah berubah?!
"Vasya!!" teriak Frisly, membuat Frans yang tengah melukis menoleh ke arahku, aku sangat malu. Ingin berbalik badan dan meninggalkan rumah Frans tapi Frisly keburu mendekatiku.
"Eh, Frisly," gumamku tertunduk lesu.
"Kenapa kau datang kemari?! Bukankah tiga hari yang lalu kau sangat membenci Frans?!" tanya Frisly, penasaran.
"Kata siapa aku membenci, Frans?" tanyaku balik, berusaha tenang.
"Tante Varah yang bilang, beliau bilang kau membenci Frans, hingga menatap wajahnya saja malas, apa yang terjadi, sih?" selidik Frisly, ingin tahu masalahku.
"Tidak ada apa-apa, Fris. Lupakan saja. Oh ya! Kenapa ini?! Kok ramai sekali?" tanyaku heran melihat banyak wanita berkumpul di rumah Frans.
"Oh, itu. Frans bilang ingin mengajari mereka semua lukis, jadi membiarkan kami semua berkumpul di sini," jelas Frisly, membuatku memiringkan kepala tanda tidak mengerti.
"Oh ya?! Bukankah dia sangat membenci wanita?!" seruku lagi, semakin heran dengan perubahan sikapnya, bukankah dari beberapa hari yang lalu Frans selalu mengusir setiap wanita yang datang ke rumahnya?! Kenapa sekarang malah mengumpulkan mereka?! Dasar aneh.
"Kurang tahu, Sya. Yang jelas kita semua senang bisa dekat dengannya," ucap Frisly, bahagia.
"Oh ya, bantu aku dong, Fris," pintaku memelas.
"Bantu apa?"
"Ambil ponselku yang tertinggal di rumah Frans, kumohon ... " ucapku harap-harap cemas.
"Kenapa wajahmu pucat begitu? Tenang saja, bakal aku ambilkan, Sayang. Kau sahabatku, tidak perlu merasa malu."
"Syukurlah, setidaknya aku tidak bertatap muka dengannya," ucapku membuat Frisly menatap curiga.
"Memangnya ada apa sih?!" serunya penasaran.
"Aku ditolak oleh, Frans. Aku kalah, Frish, mulai sekarang, Frans milikmu, aku akan menjauhinya demi dirimu," ucapku membuat Frisly merasa ragu.
"Benarkah?! Aku tidak percaya."
"Aku serius, Frisly."
"Sudahlah, aku ambilkan sebentar," ucap Frisly, masuk ke dalam dan bilang pada Frans ingin mengambil ponselku yang tertinggal. Tapi entah kenapa Frans terlihat marah, bahkan kuas ditangannya patah, Frisly menundukkan kepalanya dan wajahnya terlihat pucat. Dasar pemarah kau Frans.
"Tuhan ... setelah ini aku tidak akan bertemu dengannya lagi, aku berjanji. Aku sudah tidak mengagumi Frans lagi," batinku ingin segera berlalu pergi.
*******
Jangan lupa klik tombol Love, follow, komen, and share, Sayang ... semoga suka, muuaaaaaaccchhhh ... wkwkwkwwkwkwk
TBC.