THIRTY-NINE: PAHITNYA PERNIKAHAN

2237 Kata

Cambridge, empat belas tahun yang lalu. Ditya membuka kedua netranya, menghirup dalam udara ke paru-parunya. Nyeri di kepalanya masih terasa, walaupun tak separah tadi ketika ia kejang dan pingsan saat hendak sarapan di kediamannya. Kedua netranya berpaling, menatap sepasang tangan yang menggenggam erat tangan kanannya. "Sudah bangun, Mang?" tanya Nola pada puteranya. Jelas sekali perempuan itu baru saja menangis. "Mommy..." "Masih pusing, Mang?" Ditya mengangguk lemah. "Sebentar lagi dokter datang." "Abang takut, Mom..." lirih Ditya. Nola meneteskan air matanya lagi. "Maafin Mommy ya, Mang... Mommy gagal jaga Abang... Abang jadi sakit seperti ini." isak Nola pilu. "Mommy... Mommy jangan bilang begitu. Abang sakit bukan salah Mommy. Abang ga takut lagi deh. Kan ada Momm

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN