Masih dengan basah kuyup, Satria duduk di depan ruang ICU menunggu dokter selesai memeriksa keadaan Airin dan calon bayi nya. Dan, ia terlihat sangat cemas, sehingga tidak lagi bisa memikir apapun selain Airin saat ini.
Cklek
Satria langsung mengangkat wajah nya, dan bergerak cepat menghampiri seorang dokter yang baru saja keluar.
"Keluarga pasien ?" Tanya Dokter tersebut.
"Saya suami nya, Dok. Gimana ke adaan nya? apa terjadi sesuatu ?" Tanya Satria dengan nada cemas.
"Istri bapak, baik-baik saja. Cuma.. " dokter tersebut terlihat sendu menatap Satria.
"Cuma apa Dok ?" Tanya Satria tidak sabaran.
"Ia mengalami pendarahan, dan juga terkena hipotermia. Dan itu berpengaruh pada kandungan nya. Apalagi, usia nya masih sangat muda. "
"Dokter, intinnya ?"
"Istri Bapak, keguguran "akhir nya dokter itu menjawab.
Satria terdiam, untuk sesaat ia membeku. Fikiran nya kosong. Menatap ke dalam, di mana Airin sedang di rawat.
"Lima menit lagi, kami akan memindah kan Bu Airin ke kamar inap. " Lanjut Dokter itu, Satria hanya mengangguk.
Satria melangkah masuk kedalam, ia mendekati bansal Airin. Dan memandangi wajah Airin yang masih kini terlihat pucat. Ia tidak tau apa reaksi wanita itu saat tau, kalau bayi nya sudah tidak ada lagi. Dan ia juga tidak tau harus bagaimana cara memberitau nya.
Semua salah nya. Seandainya dia tidak terlalu cuek pada Airin. Coba saja kalau sikapnya lebih hangat pada Airin, atau ucapan nya tidak menyakiti hati wanita itu. Mungkin ini gak akan terjadi. Airin gak akan pergi dari rumah, dan mereka tidak kehilangan calon anak nya.
Tidak sadar air mata Satria menetes. Merasa perasaan sangat bersalah pada Airin dan juga calon bayi mereka.
Calon bayi mereka ? Ya! Airin adalah istrinya. Jadi, mau tidak mau bayi yang di kandung Airin adalah anak nya. Ia harus menerima itu dengan lapang d**a. Namun, ia telah kehilangan bayi itu sebelum sempat ia menerimanya dengan tulus. Membuat rasa bersalah nya semakin menyakitkan hati.
"Ai " panggil nya dengan lirih dan juga bergetar. Satria menggenggam tangan Airin. Dan mengecup nya dengan perlahan. "Maafin aku " di sana lah, untuk pertama kali ia menangis untuk orang lain. Pertama kali nya ia menangis untuk seorang wanita yang bukan Mamanya.
***
Dengan perlahan, jemari Airin bergerak. Dan kemudian di susul dengan kedua matanya yang di buka dengan perlahan.
Hal pertama yang ia lihat masih samar-samar. Jadi, ia mencoba untuk memejamkan nya lagi. Hingga beberapa detik kemudian ia mengerjabkan matanya lagi. Untuk menyesuaikan dengan pencahayaan.
"Ehm " lenguh Airin pelan, bola matanya bergerak mencari tau di mana ia sekarang. Karena, seingat nya terakhir ia berada di halte.
Airin hendak mengangkat tangan kanan nya, tapi tidak bisa. Membuatnya menoleh, dan cukup terkejut saat melihat siapa yang menahan tangannya.
Satria.
Pria itu tidur sambil duduk di kursi yang ada di samping bansal Airin. Dengan menggenggam tangannya, membuat jantung Airin langsung berdebar dengan cepat. Untuk saat ini, ia hanya memandangi wajah pria itu dengan senyuman haru. Menyusuri setiap inci wajah tampan milik Satria. Kemudian, pada tubuh tegap pria itu. Satria, masih mengenakan baju semalam, saat terakhir ia melihat nya. Dan, muka nya terlihat pucat. Terlebih lagi rambut yang acak-acakkan.
Cklek
Airin langsung menoleh ke pintu, dan melihat seorang suster dan Dokter laki-laki masuk. Suara itu, membuat Satria terbangun.
"Selamat pagi, Bu Airin. Alhamdulillah ibu sudah bangun. Ada keluhan ,?" Sapa Dokter Elkas, yang sejak semalam menangani Airin.
Satria yang baru saja bangun langsung menoleh. Dan senyumnya merekah lebar saat melihat wanita itu sudah bangun.
"Kamu mau sesuatu? Atau ada yang sakit ?" Tanya Satria dengan cemas.
Airin hanya menggeleng, dan beralih pada dokter Elkas.
"Saya periksa dulu ya "ucap Dokter Elkas. Dan, Airin hanya mengangguk, sedangkan Satria langsung berdiri untuk memberi ruang untuk Dokter Elkas memeriksa kondisi Airin.
"Gimana dok ?" Tanya Satria dengan cemas.
"Bagus " jawab dokter Elkas dengan senyuman lega. "Semua normal. Dan, kalau terus begini mudah-mudahan lusa sudah boleh pulang " lanjut beliau.
Satria tersenyum semakin lega. Ia menatap Airin dengan binar mata senang. Membuat wanita itu menjadi heran dan bingung sendiri dengan sikap Satria yang tiba-tiba menjadi sangat hangat.
"Makasih Dok ,"
"Sama-sama. Lagian ini sudah tugas saya. " Jawab Dokter Elkas. "Dan, Saya juga turut berduka " saat itu lah Airin mengernyitkan dahi nya.
Satria hanya mengangguk, setelah selesai Dokter Elkas langsung berpamitan keluar meninggalkan Satria dan Airin berdua.
"Maksud dokter tadi apa ? Berduka ?" Tanya Airin dengan heran.
Satria terdiam sejenak, kini menjadi cemas kembali. Ia takut, akan reaksi Airin. Wanita itu akan terpukul jika tau, kalau calon bayi nya tidak berhasil di selamat kan.
"Se.semalam kamu terkena hipotermia, dan juga pendarahaan. Mungkin terlalu lama terkena hujan. Dan aku baru tau, kalau kamu punya hipotermia. Maafin aku yang telat datang, dan -"
"Sat!" Sela Airin, bukan itu yang ingin dia dengar. Melain kan hal yang baru saja di sampaikan oleh Dokter Elkas.
"Kamu keguguran " jawab Satria dengan nada pelan, namun bisa di dengar oleh Airin dengan jelas.
Wanita itu terkejut, Satria bisa melihat itu dengan jelas. Membuatnya semakin merasa bersalah.
"Ai, maafin aku. Aku nyesal, sumpah. Aku -"
"Bisa tinggalin aku sendiri " ucap Airin dengan nada datar. Wanita itu bahkan tidak mau menatap Satria. Memilih memandangi gorden rumah sakit.
"Enggak, Ai. Aku -"
"Satria, tinggalin aku sendiri. Plis " ujar Airin, kini dengan nada memohon.
Satria terdiam, tidak bisa lagi menolak. Ia pun mendekat ke bansal. Tangan nya terjulur mengusap kepala Airin. Dan, kemudian hal yang tidak di sangka oleh nya adalah. Satria membungkuk dan mendekat, kemudian mengecup kening nya.
Cup
Kembali Satria menarik diri. Ia memandangi Airin yang terdiam seribu bahasa.
"Kalau butuh apa-apa panggil aja, aku di luar. " Ujar Satria, dan kemudian berbalik untuk keluar dari kamar rawat Airin.
Cklek
Setelah mendengar pintu tertutup, barulah Airin menoleh. Dan, air matanya mengalir begitu saja. Tapi, tidak ada suara tangis. Ia hanya diam, namun air mata nya mengalir.
Bukan salah kamu,
Semua salah aku, Sat.
Mungkin Tuhan lebih menyayangi nya, sehingga mengambil nya lagi. Mungkin. Memang ini yang terbaik untuk nya. Agar tidak menerima hinaan dari orang. Batin Airin,dengan bibir tersenyum kecut.
Ia memejamkan kedua matanya dengan erat. Kedua tangan nya langsung bertumpu di atas dadanya.
Perasaan ini, masih sama seperti dulu. Bahkan, kini jauh lebih besar.
Apa yang harus aku lakukan ? Batin nya sendiri, merasa tidak berdaya dan juga putus asa.
Ia menganggap dirinya, tidak lah pantas untuk Satria. Laki-laki baik untuk di ciptakan untuk perempuan baik juga. Sedangkan dirinya, hanya lah perempuan kotor dan juga paling hina. Dia tidak pantas bermimpi ingin terus bersama Satria.
Mengetahui kenyataan itu membuat Airin haru menelan pil pahit.
***
Suara langkah mendekat, membuat Satria yang tadi nya menunduk menjadi tegak dan menoleh ke sumber. Ayah nya, berjalan menuju dirinya duduk.
"Gimana Airin ?" Tanya Rezky dengan raut muka cemas.
"Airin, udah siuman. Dan baik-baik aja " jawab Satria tenang. "Tapi. bayi nya tidak bisa di selamatkan " lanjut Satria dengan rasa bersalah.
Rezky menghela napas berat. Beliau duduk di samping anak nya. Menepuk tangan Satria yang ada di atas paha.
"Airin, kuat kok " ujar Rezky.
"Abang tau " jawab Satria lirih. "Abang.. mau melindungi nya terus " lanjut Satria lirih.
"Abang kan suami nya, udah pasti harus melindungi nya terus " saut Rezky.
Satria diam sejenak, ia memang belum bercerita tentang yang sebenarnya terjadi. Namun, perasaan nya mengatakan kalau sang Ayah sudah mengetahui semuanya.
"Ayah, Abang minta maaf. Mungkin, ini semua terjadi karena Abang udah gak jujur sama Ayah dan Mama " ujar Satria dengan pandangan lurus ke depan. "Sebenarnya... " Satria tidak bisa melanjutkan ucapan nya. Ia, akan sangat merasa bersalah jika mengatakan semuanya.
"Sebenarnya anak yang di kandung Airin, bukan anak Abang ?" Ujar Rezky, membuat Satria menoleh cepat padanya.
Walau ia sudah menebak, tapi entah mengapa jika Ayah nya mengatakan nya secara langsung membuatnya merasa semakin bersalah.
"Om Devin udah cerita semuanya, dan... Ayah rasa kamu memang bodoh " ujar Rezky dengan santai. Namun, tatapan nya begitu hangat.
Satria hanya bisa menunduk. "Tapi, Ayah bangga sama kamu "
Satria menoleh pada Ayah nya lagi. Matanya langsung berkaca saat melihat Ayah nya tersenyum. Dan perasaan nya menjadi begitu lega.
"Tapi.. apa pernikahan kami sah ? Abang bukan ayah dari anak yang di kandung Airin "
Rezky diam sejenak, ia terlihat berfikir sebentar. "Dalam agama sih, yang boleh menikahi wanita hamil di luar nikah hanya ayah dari anak yang di kandung si wanita. Tapi, kalau Ayah nya telah tiada. Maka, hukum nya sah dalam Islam. "
"Tapi, Azka masih hidup. "
"Tapi, dia tidak ada, kan? Kita semua gak tau dia ada di mana. Bahkan, kamu saja gak tau dia dimana " ujar Rezky. "Kalau kamu memang ragu, kalian bisa nikah ulang. Tentunya dengan cara lebih baik " lanjut Rezky dengan bijak.
Satria mengulum senyum nya, ia kemudian langsung memeluk ayah nya. Mengucapkan banyak terimakasih dan permohonan maaf karena sempat mengecewakan ayah nya.
"Oya, ada satu lagi " ujar Rezky, setelah pelukkan anaknya terlepas. Ia memberikan sebuah paperbag pada anaknya. " Lebih baik kamu pulang aja dulu. Ganti baju, anak ayah kok jadi dekil begini. Gak banget " ujar Rezky dengan canda nya.
"Gak apa, Abang di -"
"Pulang aja dulu, biar Ayah yang jaga Airin. " Ujar Rezky dengan senyum nya. Saat Satria hendak membantah lagi, tapi ia lebih dulu menyela. "Lagian, ada seseorang yang sedang menunggu di rumah. "
"Siapa ?"
"Makanya kamu, pulang dulu. Biar ayah yang jaga Airin " ujar Rezky lagi.
Satria menjadi penasaran sendiri, tapi berada jauh dari Airin sekarang bukan lah kemauan nya. Ia, tidak bisa meninggalkan Airin tanpa pengawasan. Takut, kalau Airin akan pergi lagi.
"Tenang aja, Ayah yang akan menjaga nya. Sampai kamu kembali " Rezky menyakinkan anak nya.
Satria pun akhirnya mengangguk, ia kemudian masuk kedalam untuk berpamitan pada Airin. Mengatakan kalau ia akan pulang sebentar, untuk mandi dan ganti baju. Namun, Airin tidak menjawab. Hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Membuat Satria sedih dan juga putus asa.