Cuaca malam semakin dingin, bahkan sudah mendung. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Dan malam juga sudah semakin larut. Jadi, Satria dan Sheila memutuskan untuk pulang.
Rintik gerimis turun saat mereka tiba di depan gerbang rumah Sheila.
"Makasih, Bang " ucap Sheila dengan senyuman hangat.
Satria mengangguk. "Abang ngerti kok, semua pasti berat. Tapi, bagaimana pun hidup ini masih terus berjalan " ujar Satria mengusap ubun kepala Sheila dengan sayang.
"Besok aku akan berangkat ke US " ujar nya dengan lirih.
"Hati-hati, semoga semuanya lancar ya. Abang doain, semoga semua yang terbaik buat kamu " ujar Satria lagi. "Dan jangan sedih terus, Fadil pasti tidak suka melihat nya "
Sheila tersenyum kecut, tapi kemudian mengangguk menurut.
"Shei, masuk dulu Bang. " Pamit Sheila. Setelah Satria mengangguk, Ia pun langsung berbalik dan masuk ke pekarangan rumah nya.
Sedang kan Satria, setelah memastikan Sheila masuk ke rumah nya. Ia dengan sedikit berlari menuju rumah nya, yang terletak berseberangan dengan rumah Sheila. Karena, hujan mulai turun dengan perlahan.
Rumah nya sudah gelap, hanya lampu teras yang menyala. Orang rumah pasti udah tidur, fikir Satria.
Setelah mengunci pintu depan, ia langsung berjalan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
Cklek
Ia sedikit terkejut saat melihat kamarnya kosong. Tidak ada siapapun, membuatnya mengernyit heran.
Lalu ia memutuskan untuk berjalan ke arah kamar mandi, mungkin Airin sedang di dalam. Tapi, saat melihat pintu terbuka, mendadak perasaan nya jadi tidak enak.
"Airin " panggil nya, sambil menuruni anak tangga.
Ia mencari keberadaan Airin kedapur, namun nihil. Wanita itu tidak ada, kemudian ia mencari ke halaman depan, kolam renang, sampai ke seluruh area rumah. Namun, ia tidak menemukan istrinya di mana pun.
Itu membuatnya langsung gelisah, merasa cemas. Karena, tiba-tiba ucapan Azka terngiang di kepala nya.
"Tolong jaga Airin, Sat. Cuma loe yang bisa gue harapkan. Bokap gue pasti gak bakal tinggal diam "
Satira menggeleng kan kepalanya, mengenyahkan segala fikiran buruk nya. Kembali ia naik ke kamar nya, siapa tau tadi Airin berada di balkon kamarnya. Karena, tadi ia langsung keluar tanpa memeriksa balkon kamarnya.
"Airin " panggil nya dengan nada tergesa.
Yang di cari tidak ada di kamar nya, Satria menjadi panik sendiri.
Namun saat ia meraih kunci mobil di atas nakas, ketika itu lah ia menemukan secarik kertas dengan tulisan tangan yang begitu rapi.
Satria, aku minta maaf.
Ga seharusnya kamu terlibat dalam masalah ku.
Lebih baik kita selesaikan semua nya sampai di sini.
Makasih buat beberapa hari ini. Tapi, kamu gak perlu melindungi ku. Karena, aku bisa menjaga diri ku sendiri.
Jangan cari aku.
Airin.........
***
Hujan turun dengan deras, udara terasa semakin dingin. Terasa semakin menusuk kedalam kulit.
Di halte, Airin duduk dengan sedikit menggigil, karena ia telah basah akibat hujan yang turun dengan deras
Di samping nya, sebuah koper berukuran sedang tergeletak. Kini, ia tanpa tujuan.
Sambil memeluk tubuh nya sendiri, Airin memikirkan semua yang menimpa dirinya. Hal sial yang entah mengapa bisa terjadi padanya.
Ia seakan tidak sanggup untuk melewati semuanya.
Tapi, ia juga tidak mau melibatkan Satria dan keluarga laki-laki itu lebih jauh lagi.
Ia Sadar diri, kehadiran dirinya di hidup Satria akan membuat dampak buruk pada pria baik itu.
Ia menikah dengan Satria, semua karena paksaan. Satria hanya berada di dalam situasi yang salah. Dan, juga kesalaha pahaman dengan orang tuanya.
Tiba-tiba ia memejamkan matanya dengan kuat. Ketika bayangan beberapa saat yang lalu muncul. Dimana Satria tengah memeluk seorang gadis. Mereka terlihat begitu dekat, dan juga.
Gadis itu tengah menangis sesugukkan.
Bisa saja itu adalah kekasih pria itu, dan kemunculan nya sebagai istri Satria pasti akan merusak hubungan mereka.
Makanya, ia memilih untuk menyerah. Pergi sebelum nya terlambat.
***
"Satria. Ada apa ?" Tanya Rezky, ketika keluar kamar dan melihat Satria menuruni anak tangga dengan tergesa.
Membuat Dee juga heran, dengan sikap anak sulung nya itu.
"Ayah, Mama. Liat Airin ? Dia gak ada di kamar nya " ujar Satria dengan panik.
Orang tuanya langsung mengernyitkan dahi dengan heran. Terakhir ia melihat Airin dua jam yang lalu. Ketika, menantu nya pulang abis keliling komplek mencari udara. Dan mengaku ingin istrihat di kamar.
Kemudian mereka masuk ke kamar, karena Putri mengeluh mengantuk.
"Airin, pergi Yah! Abang gak tau kenapa ? Dia ninggalin catatan, dia pergi " ujar Satria.
Rezky langsung terkejut, begitu dengan Dee.
"Bagaimana bisa ? Kalian berantem ?" Tanya Dee dengan heran.
Satria terdiam, ia teringat akan ucapan nya pada Airin pagi tadi. Apa karena itu, wanita pergi?
Airin marah karena ucapan nya yang terlalu kasar ?
Apa benar begitu ? Tapi,...
"Abang mau cari Airin, di luar hujan deras. Mungkin Airin belum jauh dari sini " ujar Satria lagi.
"Ayah temenin -"
"Abang sendiri aja, Yah. Ayah di rumah saja sama Mama " ujarnya, kemudian berlalu pergi.
***
Airin mulai merasa perut nya keram, dan terasa sakit.
Membuatnya meringis, sedangkan jalanan tampak sepi. Tidak ada taksi atau angkutan yang lewat. Sedangkan, hp nya tertinggal.
Mukanya sudah terlihat sangat pucat sekarang. Semakin menahan rasa sakit yang tiba-tiba ia rasakan di perutnya.
Tanpa ia sadari, kalau darah mengalir dari sela-sela kedua kaki nya.
***
Sambil mengendarai mobil nya, Satria menatap ke sekeliling dengan begitu teliti. Berharap kalau ia menemukan Airin.
Dan berdoa dalam hati, gadis itu baik-baik saja.
Perasaan nya menjadi semakin kacau, ia sungguh khawatir dengan gadis itu.
Perasaan bersalah lebih dominan sekarang, karena sikap nya yang terlalu cuek. Mungkin, Airin merasa di acuh kan, atau mungkin perempuan itu berfikir kalau ia telah menyusah kan Satria.
Walau itu benar, tapi Satria tidak pernah menyalahkan Airin. Semua sudah menjadi keputusan nya. Jadi, sudah seharusnya ia menanggung semua resiko dari pilihan nya.
Tidak seharusnya ia mengungkit masa lalu istri nya. Jelas, ia tau kalau itu sangat di larang. Bahkan dalam agama nya sekalipun. Haram hukum nya, mengungkit masa lalu yang menjadi aib bagi Istri.
"Airin, kamu di mana sih " gumam nya sedikit putus asa.
Sampai mobil nya keluar dari komplek perumahan, tepat saat sebuah taksi masuk kedalam komplek perumahan. dan ia berbelok ke kanan.
Mengemudi sekitar seratus meter, ia melihat beberapa orang berkerumun di halte.
Jantung nya langsung berdebar kencang.
Cittr
Tanpa memperdulikan hujan yang turun dengan deras, Satria turun dari mobilnya. Dan langsung berlari mendekati kerumunan itu.
"Panggil ambulan,! Dia berdarah !"
Itu yang di dengar Satria, satu orang sedang menelfon ambulan. Satria semakin mendekat, dan menerobos kerumunan orang-orang itu.
"Permisi, Mas " ucapnya, sambil mencoba menyelip. Dan berhasil, ia langsung terkejut saat melihat siapa yang mereka kermunin.
"Airin!" Satria langsung panik. Dan langsung mendekati Airin yang tidak sadarkan diri.
"Mas, kenal sama perempuan ini ?" Tanya salah satu dari mereka.
"Dia istri saya " jawab Satria cepat.
"Mas, gimana sih! Masa istrinya di biarin sendirian!! Kalau kenapa-napa gimana ?! " Marah mereka.
Satria tidak lagi menjawab, ia malah langsung menggendong Airin dan membawa nya ke mobil. Setelah mengucapkan terimakasih pada orang-orang itu karena telah membantu nya.
Ia langsung melajukan mobil nya menuju rumah sakit.
"Kenapa jadi gini, sih. Ai!" Gumam nya.
Ia melajukan mobil dengan cepat, sesekali melirik Airin di samping nya. Semakin gelisah saat melihat darah yang mengalir di kaki Airin.
Ya Allah, selamatkan mereka !
Aku janji, akan menjaga mereka dengan tulus kali ini.
Maaf kan, Hamba ya Allah.
Batin nya berdoa.
***
Sedangkan di rumah, Kedua orang Satria terlihat duduk dengan gelisah di ruang tamu.
Mencoba menghubungi HP Airin. Tapi, tidak di jawab.
Dee sampai meremas tangan nya sendiri, karena perasaan buruk menghampiri nya.
Ia sangat gelisah, fikiranya melanglang buana.
Hingga matanya menangkap figura anak nya di dekat tivi yang mati.
Perasaan itu kembali, rasa sedih, dan rindu itu menyusup dalam dirinya.
Namun, sebuah perasaan janggal muncul. Hati nya tiba-tiba tersentak. Terasa hangat, dan entah mengapa ia langsung menoleh ke arah pintu utama.
"Ky " ucap Dee, dengan nada bergetar. Bahkan, sampai hampir menangis.
Rezky yang tengah berusaha menghubungi anak nya menoleh dan sedikit heran melihat reaksi istrinya.
"Sayang-"
"Fadil " gumam Dee, sambil memegangi dadanya. "Fadil pulang " air mata Dee langsung jatuh.
Rezky menghela napas berat. Ia menerima istrinya kedalam pelukkan. Hati nya selalu sakit setiap kali melihat Dee seperti ini.
"Dee, udah. Jang-"
Dee langsung mendorong suami nya melepaskan pelukkan nya.
Ia menggeleng dengan kuat.
"Perasaan seorang ibu, gak pernah salah. Hati seorang ibu selalu tau kapan anak nya pulang dan pergi. " Ucap Dee dengan nada bergetar namun dengan begitu yakin.
"Dee !" Rezky tersentak, begitu istrinya bangun dan berjalan dengan cepat menuju pintu utama rumah nya.
Wanita itu langsung membuka pintu, dan semua terasa hampa.
Suara hujan terdengar begitu deras. Angin bertiup sedikit kencang.
Tidak ada siapapun di luar, Rezky menyentuh bahu istrinya. Perasaan iba menatap istrinya yang kembali seperti saat pertama mereka tau kalau anak nya telah pergi.
"Dee, tolong ikhlas kan Fadil " ujar Rezky.
Dee langsung berbalik, dan memeluk suami nya.
"Kenapa, sulit banget. Hiks.. aku udah coba, tapi hati aku gak bisa. Sakit banget, Ky " tangis nya pecah.
Rezky memeluknya semakin erat lagi. Mencoba menenangkan nya.
"Masuk yuk, gak baik di luar hujan-hujanan gini. " Ajak Rezky.
Dee tidak menjawab, tapi menurut saja. Namun. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara mobil berhenti di depan gerbang.
"Itu Satria, semoga Airin ketemu " ucap Rezky, kembali berbalik.
Begitu juga dengan Dee, namun raut wajah nya menjadi lain.
Hatinya terasa hangat, entah mengapa ianseolah menemukan kembali yang telah hilang.
Ada perasaan lega, mungkin karena Satria berhasil menemukan Airin dan membawa nya kembali.
Tapi, jika itu Satria. Mengapa pintu gerbang rumah nya tidak terbuka lebar ?. Bahkan, mobil itu terdengar sudah berlalu kembali.
"Ky, itu bukan Sat.. " ucapan Dee hilang seketika.
Matanya menatap lurus pada pintu gerbang yang terbuka. Dan muncul seorang anak laki-laki yang mungkin sekitar umur delapan atau sembilan tahun, ia tidak sendiri. Bersama dengan seorang laki-laki yang berjalan dengan menggunakan dua tongkat sebagai penyangga.
Mata Dee langsung melebar, air matanya turun dengan deras tidak kalah dengan hujan malam ini. Begitu juga dengan Rezky, ia sangat terkejut.
"Fa..dil anak Mama. "