"Abaaaaaanggggggg "
Seruan itu begitu menggelegar di dalam rumah.
Dan Satria yang sedang duduk santai sambil menonton menoleh, ia langsung beranjak untuk menyambut adik nya.
"Puput kangen " ucap anak perempuan itu memeluk leher Satria.
Satria hanya tertawa, ia pun menggendong adik nya dan membawanya duduk bersama di ruang keluarga di ikuti oleh kedua orang tuanya.
"Abang juga kangen, gimana di rumah Oma ? Seru gak ?"
Puput mengangguk dengan antusias. "Seru.. di sana ada Laura juga. Dia, nemenin Puput terus. Om Theo juga, suka ngajak Puput jalan-jalan sama Tante Rini. " Jawab Puput, dan mulailah mengalir cerita selama Puput tinggal di rumah Oma dan Opa nya hampir tiga bulan belakangan itu.
Semua karena, Mamanya yang mulai lalai akan tugasnya sebagai seorang ibu. Karena, sang Mama yang terlalu terpuruk karena kehilangan. Jadi, Putri yang masih sangat kecil, baru berumur delapan tahun masih sangat membutuhkan perhatian nya. Bukan, Ayahnya tidak bisa mengurus, hanya saja. Opa dan Oma nya sedikit merasa iba dan bersalah karena sikap putri mereka. Jadi, meminta Putri untuk tinggal sama mereka untuk sementara waktu.
Ia tidak akan menyalahkan sang Mama, mencoba mengerti kalau kepergian Fadil, Mamanya kah yang paling kehilangan.
"Abang, itu siapa ?" Pertanyaan itu membuat semua menoleh ke arah yang di tunjuk Putri.
Airin baru saja menuruni anak tangga, dan berjalan menghampiri mereka.
"Kenalan sendiri dong " ujar Satria, Putri menggeleng dengan muka malu. Terlihat begitu menggemaskan.
"Airin, sini " panggil Satria, dan menyuruhnya untuk duduk di samping mereka. " Put, ayo kenalan "
Putri menatap pada kedua orang tuanya, kemudian pada Abang nya. Dan baru berani mengulurkan tangannya pada Airin.
"Nama ku, Putri. Kakak, namanya siapa ?" Ucap Putri dengan sikap yang begitu menggemaskan.
Airin tersenyum, ia juga menerima ukuran tangan mungil itu.
"Hallo Putri, kamu cantik banget. Nama kakak Airin, kamu boleh panggil Kak Airin, atau Kakak " jawab Airin dengan begitu ramah.
"Kakak ?" Tanya Putri sedikit antusias. Airin mengangguk.
"Iya. Mulai sekarang Putri punya kakak. Kak Airin sudah jadi kakak nya Putri " ucap Rezky.
"Kok bisa ?"
"Bisa dong, kan Kak Airin udah jadi istri nya Abang " jawab Satria, memeluk adik nya.
"Jadi, Puput, beneran punya kakak ?" Satria mengangguk.
"Yeyy.. Puput punya kakak juga, kayak Laura " serunya dengan senang. Bahkan sampai turun dari pangkuan Satria dan beralih duduk di pangkuan ayah nya.
"Ayah, Puput punya kakak " ucapnya memberi tau sang ayah.
"Iya, iya. Puput punya kakak sekarang " ujar Ayahnya, mengacak manja kepala anak nya yang tertutup kerudung.
Dee hanya bisa mengulum senyum kecil nya, melihat Putri terlihat begitu senang. Ia tau, kalau Putri sangat ingin punya kakak perempuan. Walau memiliki dua Abang, tapi tetap saja Putri sangat ingin punya kakak.
Dan tidak sengaja, matanya menatap pada foto anak keduanya yang telah pergi.
Andai kamu di sini, Bangdek. Pasti kamu juga bisa merasakan apa yang sekarang Puput rasakan. Batin nya.
Ia cepat-cepat mengenyahkan fikiran itu. Dan kembali pada keluarga nya.
"Bangdek pasti senang " namun celetukkan putri itu membuat semua terdiam.
Dan Putri juga seolah tau kalau ia telah salah bicara. Membuatnya menoleh takut pada sang Mama.
"Mama, maaf. Puput -"
"Gapapa kok, Puput gak salah. Puput benar, Bangdek pasti senang " ujar Dee, mencoba untuk menahan diri agar tidak menangis.
Putri tersenyum, ia memeluk ayah nya dengan nyaman.
"Oya, Ayah udah bicara sama Oma, Opa. Achik, juga Mami. Tentang kalian berdua. Dan, " Rezky melirik istrinya sebentar. Kemudian kembali menatap Satria dan Airin. "Kita semua sudah memutuskan, untuk mengadakan pesta pernikahan kalian "
"Ayah, kita gak -"
"Kita gak butuh persetujuan kamu, Bang " sela Dee, dengan nada dingin. Membuat Satria menelan ludah nya, tau kalau ia tidak bisa membantah.
"Dan, Ai. Besok kami akan ke Surabaya untuk bertemu dengan keluarga kamu " Airin langsung terkejut. "Kita akan diskusi semua nya, sekalian untuk silahturahmi. " Lanjut Rezky.
Airin langsung menunduk, perasaan takut, gelisah, cemas, malu semua campur. Ia cemas kalau nanti keluarga Satria datang bertemu dengan Papanya, sikap sang Papa tidak baik.
"Kamu tenang aja, semua akan baik-baik saja " ujar Rezky, seolah tau apa yang sedang di rasakan oleh menantunya itu.
"Jadi, kalian hanya perlu bersiap aja untuk resepsi nya. Achik ingin secepat nya, kalau bisa Minggu depan " ucap Rezky, menatap anaknya dengan ttaapan begitu lekat.
Membuat Satria tau, kalau Ayah nya baru saja di marahi habis-habisan oleh Kakek nya, karena ulah dirinya. Pasti, kakeknya menyalahkan Ayah nya karena tidak becus mengurus anak. Sehingga berbuat kebodohan yang begitu fatal. Ia sangat mengenal Kakek nya itu.
Beliau adalah sosok yang begitu tegas. Jika salah, maka akan tetap salah.
Jadi, Satria tidak akan lagi membantah. Ia hanya menurut saja. Karena, sadar semua adalah karena kesalahan nya.
***
Satria merasa kalau ia butuh udara segar untuk menenangkan fikiran nya.
Semua seolah sedang menekan nya, beban nya seolah terlalu berat untuk ia tanggung. Tapi, semua kembali lagi padanya, karena sudah menjadi tanggung jawab nya.
Ia sudah berjanji, maka harus ia tepati.
Namun, sekarang berjalan tidak sesuai dengan rencananya. Semua berubah haluan. Tentu saja itu membuatnya ketar ketir. Ia bahkan, belum cerita pada Azka, kalau ia telah menikah dengan Airin. Tidak bisa membayangkan, apa yang akan terjadi jika Azka tau.
Tapi, semua karena sahabat nya itu. Jadi, jangan salah kan dirinya sepenuh nya. Sisi egois nya muncul, memikirkan itu.
Satria menghela napas kasarnya, kaki nya berhenti melangkah ketika tiba di taman. Dan, melihat seseorang tengah duduk di atas ayunan. Dengan tatapan kosong.
Mamanya bukan satu-satu nya perempuan yang merasa sangat terpukul atas kepergian Fadil. Tapi, ada satu lagi, yaitu seseorang yang sangat di cintai adik nya setelah sang Mama.
Yaitu, Sheila.
"Sheila " tegur nya.
Gadis remaja itu menoleh, dan menyunggingkan senyum kecil nya.
"Bang " jawab nya dengan datar.
Satria tersenyum, kemudian duduk di ayunan lain yang berdampingan dengan Sheila.
"Gimana ujian masuk kuliah nya ?" Tanya Satria basa basi.
"Alhamdulillah, lancar "
"Jadi, mau kuliah di mana ?"
Sheila tidak langsung menjawab, gadis cantik bermuka sendu itu diam cukup lama. Sebelum akhirnya tiba-tiba mengusap air mata.
"Tadinya mau masuk UI, aku sama Fadil dulu, sepakat kalau mau kuliah di universitas yang sama. Tapi... Kayak nya aku bakal milih ke Amerika " jawab Sheila dengan nada lirih.
Satria merasa bersalah, sudah ia katakan kalau bukan hanya Mamanya yang terpuruk hingga sekarang. Shela juga. Gadis yang ia kenal selalu ceria jika bertemu dengannya, kini telah menjadi sangat pendiam, dan seolah menarik diri dari semua orang.
"Bang, apa gak ada kabar dari Fadil ?" Tanya Sheila tanpa menatap nya.
Satria menatap iba pada gadis itu, ia meraih tangan Sheila dalam genggaman nya. Kemudian ia beranjak, berjongkok di hadapan Sheila.
"Shei, jangan seperti ini terus. Kamu berhak buat melanjutkan hidup kamu "
Air mata Sheila menetes, dan suara isakkan kecil namun terdengar memilukan. Sampai membuat hati Satria teriris.
"Aku gak bisa Bang .. hiks. " Sheila menangis. "Semua terlalu berat... Hiks. Semua salah Sheila " dan tangis gadis itu pecah.
Satria langsung memeluk Sheila, dan mencoba menenangkan nya. Tangisan Sheila terasa begitu pedih untuk nya.
"Aku memang pernah bilang padanya,buat gak nemuin Aku lagi, dan aku ingin dia pergi dari hidup aku untuk selamanya.. hik..hik.. tapi, aku gak pernah benar-benar ingin itu terjadi. Hiks. Hiks .. Abang, Shei cinta sama Fadil, Shei, sangat mencintai Fadil. " Ujar Sheila, di sela-sela tangisnya.
Tangan gadis itu mencengkram baju Satria dengan kuat.
"Kenapa dia pergi? Kenapa dia ninggalin aku, ? Dia janji gak akan ninggalin aku, Bang. Fadil, janji gak akan buat aku nangis.!! Tapi sekarang, dia yang ngebuat aku nangis!!" Sheila mengeluarkan semua emosi yang ia pendam sejak kepergian Fadil.
"Kenapa dia jahat sama Aku, Bang. Hiks. Hiksss. Kenapa dia selalu menghilang, tanpa ngasih aku kabar.. " lanjut Sheila, mulai melemah.
Satria tidak bisa mengatakan apapun. Ia hanya bisa memeluk gadis itu dengan erat. Membiar kan Sheila mengeluarkan semuanya. Agar gadis itu lega, karena semakin di pendam, maka Sheila akan terus seperti ini. Ia juga, yakin Kalau Fadil akan tidak suka melihat gadis yang ia cintai bersedih seperti ini.
Tanpa di sadari oleh Satria, tidak jauh dari keduanya. Airin, melihat keduanya. Dan, merasa sakit melihat Satria memeluk gadis lain. Ia langsung, berbalik pergi, karena tidak lagi sanggup melihat pemandangan itu.