Part 4.

1792 Kata
Waktu berlalu begitu saja. Semester satu sudah berlalu dengan tanpa masalah. Nilai Zehra bisa dikatakan sempurna sementara untuk Marinka sendiri, meskipun tidak mencapai IPK empat koma nol nol, namun gadis itu masih mendapatkan nilai diatas tiga. Saat liburan semester—yang sebenarnya tidak terlalu panjang, Marinka memutuskan untuk mengunjungi kedua orangtuanya yang sedang berada di Australia. Gadis itu sempat mengajak Zehra untuk ikut dengannya. Membujuknya sedemikian rupa supaya Zehra mau ikut dengannya dengab alasan ia ingin mengenalkan Zehra pada kedua orangtuanya, mengingat saat ini hanya Zehra satu-satunya sosok yang Marinka sebut sebagai 'teman baik'. Namun seperti biasa, Zehra memilih untuk menolaknya sekalipun Marinka mengatakan bahwa dia akan menanggung semua biaya perjalanan yang bukan hanya tiket dan akomodasi, namun juga biaya pembuatan dokumen perjalanan keluar negeri. Kesal? Tentu saja Marinka mengeluh kesal. Namun Marinka tidak bisa memaksakan diri karena dia tahu kalau saat liburan tiba, Zehra memilih untuk menghabiskan waktunya dengan menerima lebih banyak pekerjaan menerjemahkan supaya isi tabungannya semakin bertambah. Dan Marinka juga tahu kalau hal itu Zehra lakukan bukan hanya demi dirinya dan masa depannya. Namun juga demi masa depan ibunya dan juga adik laki-lakinya Zacky. Dan jauh daripada itu, Zehra memang orang yang tidak mudah goyah sekalipun Marinka melakukan banyak jurus bujuk rayu. Tidak ada hal yang aneh sekembalinya Marinka dari Australia. Sekalipun saat berangkat dia mengeluhkan kesal, saat ia kembali ia membawa begitu banyak oleh-oleh untuk Zehra dan keluarganya. Yang Zehra terima dengan rasa takut karena ia merasa tidak mau berutang budi pada sahabatnya itu. Semester dua mereka jalani dalam keadaan normal seperti sebelumnya. Kuliah, kembali ke rumah dimana Marinka banyak menghabiskan waktunya di tempat Zehra, membantu ibu Zehra berjualan dan berlalu seperti itu sampai akhirnya semester dua pun kembali usai. "Kak Kean minta aku ke tempatnya." Keluh Marinka di suatu sore di hari pertama ujian semester mereka. "Trus?" Zehra bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari catatannya. "Ikut yuk?" Ajak Marinka dengan sorot penuh harap yang membuat Zehra mendongakkan wajahnya memandang Marinka tak percaya. "Kan kamu dah nolak waktu aku ajak ke Aussie, sekarang jangan nolak lagi, ya?" Pintanya lagi masih dengan wajah memelas. Zehra membuka ponselnya dan menunjukkan sesuatu kepada Marinka yang membuat gadis itu langsung mencebik seketika. Di dalam layar tertera beberapa judul naskah yang harus Zehra terjemahkan dan hal itu membuat Marinka kesal. "Kerjaan lagi." Decihnya seraya membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur Zehra. "Mau gimana lagi. Liburan kan waktunya aku bener-bener memanfaatkan peluang Rin." Jawab Zehra dengan senyum dikulum. "Iya, tapi sesekali libur kenapa sih Ra?" Keluh Marinka lagi. "Sebenernya akutuh males kalo pergi ke tempatnya kak Kean. Dia nyuruh aku kesana tapi dianya sendiri suka sibuk sama kerjaannya. Kalo bukan karena ancamannya dia gak bakal ngasih aku uang jajan, aku juga gak mau pergi kesana. Tahu kenapa? Karena dia itu terlalu sibuk sama kerjaannya dia. Aku dikacangin. Disuruh ke Matla tapi akunya didiemin terus. Alih-alih senang-senang, akutuh ngerasa jadi tahanan tahu gak. Makanya aku ajak kamu. Biar ada temennya. Biar bisa jalan-jalan berdua." Keluh Marinka seraya berbaring terlentang di ujung tempat tidur Zehra dengan bagian kepala menjuntai ke bawah sehingga rambutnya hampir menyentuh lantai. Zehra mengulum senyumnya seraya mendengarkan ocehan Marinka. Meskipun sahabatnya itu berkata seolah-olah kepergiannya ke Matla hanya supaya uang jajannya tidak dikurangi, namun Zehra tahu bahwa sebenarnya alasan Marinka ingin pergi lebih karena ia sudah sangat merindukan sang kakak. Dan kesibukan sang kakak memang fakta, bukan alasan yang dibuat-buat Marinka demi mendapat simpati Zehra. "Kalo gitu, paksa aja kak Kean supaya mau ninggalin kerjaannya satu atau dua hari. Dia pasti punya orang kepercayaan, kan?" Saran Zehra yang membuat Marinka memandangnya dengan sorot tak yakin. "Emang dia bakal mau?" Tanya Marinka tak percaya. "Demi adik tercinta, aku yakin dia mau. Asalkan mintanya baik-baik aja." Jawab Zehra dengan senyum di wajahnya. "Tapi tetep, aku mau kamu juga ikut." Rengek gadis itu manja Marinka memutar badannya hingga kini ia dalam posisi tengkurap dan wajah menghadap Zehra. "Sekalian aku mau kenalin kamu sama kak Kean biar dia percaya kalo selama aku tinggal di Indo aku gak macem-macem." Bujuknya dengan alis naik turun menggoda. Marinka sudah memperkenalkan Zehra pada ibunya sekalipun awalnya hanya via ponsel. Ibunya Marinka memberikan respon positif akan pertemanan Zehra dan Marinka sekalipun beliau tahu seperti apa kondisi ekonomi Marinka. Dan kala ibu Marinka datang ke Indonesia, wanita itu juga sempat berkunjung ke kediaman Zehra yang sederhana dan beruntungnya Zehra tidak mendapatkan tatapan menilai, menghakimi ataupun merendahkan dari ibu Marinka. Entah mungkin karena ibu Marinka merupakan orang asing, jadi pemikirannya lebih terbuka alih-alih kolot seperti kebanyakan orang kaya pada umumnya. Sementara dengan Keanu. Semenjak Marinka dan Zehra berteman, gadis itu sudah berkali-kali mencoba untuk membuat Zehra berkenalan dengan kakak laki-lakinya yang usianya tujuh tahun lebih tua dari mereka, namun kesempatan belum datang. Karena setiap kali menghubungi Keanu, pria itu selalu tidak bisa dihubungi. Entah sibuk karena pekerjaan, atau karena pria itu sedang beristirahat karena perbedaan waktu mereka yang cukup jauh yakni enam jam. Zehra memutar tubuhnya dan memandang Marinka lalu menggelengkan kepala. "Aku gak bisa, banyak kerjaan Rin." Tolak Zehra lagi yang entah untuk keberapa kalinya. "Ayolah..." Marinka memajukan bibirnya, berusaha membujuk Zehra dengan wajah memelas yang menggemaskan. "Kamu gak usah disana lama-lama juga gak apa. Seminggu atau dua minggu, itu cukup. Aku bakal bawa kamu jalan-jalan ke tempat yang bagus dan juga lihat cowok-cowok tampan. Kita bisa pergi ke Italia, Libya atau bahkan ke Tunisia dari sana kalo kamu mau." Bujuknya dengan antusias. Zehra kembali tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ibu juga gak akan keberatan kalo kamu ikut sama aku. Iya kan, Bu?" Marinka memandang ibu Zehra yang baru saja masuk ke kamar dan mengantarkan camilan untuk mereka berdua dengan wajah penuh harap. Ibu Zehra menjawab pertanyaan Marinka dengan senyuman dan anggukkan kepala. "Tuh, ibu aja setuju." Ucap Marinka seraya mengambil bolu kukus yang diletakkan di atas tempat tidur oleh ibu Zehra. "Gak bisa, Rin. Kerjaan aku udah banyak. Aku udah ngambil beberapa novel terjemah buat aku beresin selama tiga bulan ini." ucap Zehra, menolak seperti biasanya. Marinka mencebik kesal, memandang Zehra dengan bibir cemberut dan mata menyipit dalam. "Kamu itu beneran gak bisa diajak senang-senang." Decihnya kesal. Zehra hanya mengedikkan bahu saja dengan tak acuh dan kembali membalikkan tubuhnya menghadap meja. "Suatu saat, aku pasti bakal mau kamu ajak pergi kemanapun kamu mau. Saat ini, aku belum siap." Ucap Zehra dengan nada sedih yang coba ia sembunyikan. Marinka sebenarnya mengerti. Dia tahu Zehra bekerja keras untuk masa depannya dan keluarganya. Zehra selalu berprinsip untuk tidak bergantung pada oranglain. Sahabatnya itu bukannya tidak mau mengandalkan orang lain, namun lebih karena 'takut' untuk mengandalkan orang lain. "Aku percaya sama kamu. Kamu orang yang gak akan segan bantu orang. Bahkan mungkin kamu akan jadi orang pertama yang ada di kepala aku untuk aku mintai bantuan saat aku benar-benar terdesak. Tapi Rin, hidup itu gak selamanya seperti ini. Akan ada masanya suatu saat nanti kamu mungkin gak ada atau gak bisa aku hubungi saat aku butuh. Dan itu bikin aku takut dan semakin yakin untuk tidak bergantung sama kamu. Alasan lainnya, aku takut ketika aku meminta tolong pada orang lain, siapapun itu dan aku berharap mendapat uluran tangan dari orang tersebut dan mereka lain memilih untuk memalingkan muka. Rasa sakit atas penolakan itu jauh lebih besar dari musibah yang aku dapatkan. Itulah sebabnya, aku lebih milih untuk ngandelin diri aku sendiri. Selama aku mampu, aku harus bikin kondisi aku, keluarga aku, aman secara ekonomi maupun secara mental." Itulah kalimat yang Zehra katakan pada Marinka ketika suatu saat Marinka bertanya pada Zehra alasan kenapa dia bekerja begitu keras sampai tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri ataupun untuk menikmati hidup. Alasan kenapa Zehra tidak pernah mau mengandalkan Marinka saat Zehra benar-benar membutuhkan bantuan. Padahal Zehra tahu kalau Marinka akan dengan senang hati membantu, terlebih jika itu urusannya dengan uang. Seperti yang Zehra katakan, kalau untuk urusan uang, Marinka hanya perlu menengadahkan tangan dan meminta tanpa repot memberikan alasan. Entah itu pada orangtuanya ataupun pada kakaknya. Tapi Marinka juga sadar bahwa itulah prinsip yang Zehra anut. Bahwa dia tidak mau dan tidak boleh mengandalkan atau menggantungkan hidupnya pada orang lain. Karena ya, berharap pada oranglain hanya akan menimbulkan kekecewaan pada akhirnya. Sekalipun jujur, Marinka merasa kecewa karena Zehra secara tidak langsung memasukkannya dalam kategori orang yang 'mungkin' akan mengecewakan Zehra di suatu waktu di masa depan. Marinka menyayangi Zehra lebih dari sekedar teman. Itulah sebabnya ia ingin Zehra menikmati hidupnya. Dan jujur, sekalipun ia tidak mengatakan ini pada Zehra, tapi Marinka sangat mengagumi sahabatnya itu. Sehingga tanpa Zehra tahu, Marinka aangat ingin Zehra bisa menjadi lebih dari sekedar teman saja. Marinka ingin-jika ia bisa bernego dengan Tuhan-untuk menjadikan Zehra sebagai kakak iparnya. Ya, tujuan terselubung Marinka 'mengajak' Zehra ke Matla adalah karena ia ingin Zehra berkenalan langsung dengan Keanu. Selama ini, Marinka sering membicarakan Zehra pada kakaknya. Memuji kecantikannya, kebaikannya, kerja kerasnya dan semua yang ada dalam diri sahabatnya itu dengan harapan Keanu tertarik. Terlebih jika bisa membuat Keanu melihat kecantikan Zehra secara langsung. Katakanlah Marinka terobsesi untuk menjadikan Zehra sebagai kakak iparnya. Tapi itu bukan sebuah dosa, kan? Zehra lajang, begitu juga Keanu. Keanu kakaknya dan Zehra sahabatnya. Tidak ada masalah jika keduanya berakhir bersama. Justru merupakan keuntungan bagi Marinka jika akhirnya sahabat baiknya menjadi kakak iparnya. Namun sepertinya, keinginannya untuk mempertemukan Zehra dan Keanu dalam waktu dekat terpaksa harus ia tahan. Di Negara Lain "Nona sudah dalam perjalanan menuju kemari, Sir." Keanu mendongak dan memandang Louis—kepala rumah tangga kediamannya—hanya untuk sekedar menganggukkan kepala. Keanu kembali memandang laptopnya dan menyelesaikan pekerjaannya. Dia sudah berjanji pada adiknya kalau selama adiknya ada disini, dia akan menghabiskan waktunya dengan adiknya—dan juga sahabatnya—yang turut ikut bersamanya dalam liburannya kali ini. Sahabat yang seringkali Marinka sebut setiap kali mereka berkomunikasi. Zehra. Ya. Keanu bukan orang bodoh atau tidak peka yang tidak mengerti maksud dan tujuan adiknya selalu membicarakan gadis yang bernama Zehra ini. Ia hanya tidak berminat dan berharap adik semata wayangnya itu berhenti menjodohkannya. Marinka begitu menyukai sahabat barunya—yang baru dikenalnya saat adiknya itu memutuskan untuk menetap di Indonesia—dan begitu memujanya sehingga Keanu bisa membaca kalau adiknya itu sangat ingin menjodohkan Keanu dengannya. Zehra. Cantik, baik hati, pekerja keras, bertanggung jawab dan banyak lagi pujian yang adiknya itu lontarkan tentang sosok Zehra ini. Seandainya Marinka seorang laki-laki, pasti adiknya itu akan mengencani sosok Zehra ini. Keanu mendengus. Betapa polosnya Marinka sampai begitu memuja sosok Zehra. Marinka belum mengetahui kenyataan hidup. Adiknya tertipu oleh kata kerja keras dan bertanggung jawab, tanpa menyadari bahwa bisa saja hal itu ditunjukkan sosok Zehra demi membuat Marinka terkesan dan memanfaatkan kepolosan Marinka untuk keuntungannya sendiri. Mereka, orang yang terlahir dalam keadaan kekurangan biasanya melakukan banyak cara untuk membuat orang kaya simpati dan mau membantu. Saat sudah dibantu, mereka akan meminta lebih lebih dan lebih. Itulah manusia dan sifat serakahnya. Dan bagi Keanu, begitu pula sosok Zehra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN