Setelah mengetahui kehamilannya, Zehra semakin putus asa. Seolah dunia sudah meruntuhkan harapan baginya senyumnya terkikis hilang bersama angan yang selama ini ia pupuk. Harapannya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, seolah sirna. Semakin hari dadanya semakin terasa sesak. Tak tahu lagi bagaimana caranya untuk menyandarkan diri, sekedar untuk menguatkan kakinya agar bisa tetap melangkah. Seperti kekonyolan dari Tuhan yang ia terima. Hanya ingin marah dan murka kepada siapa saja. Bahkan ketika melewati seseorang yang kemudian tersenyum, dari itu merasa bahwa itu adalah cemoohan yang pantas untuk ia terima. Soalnya tak ada lagi masa depan yang akan bercahaya untuknya. Pagi ini masih terasa mual. Kehamilan yang tak diinginkan ini memang begitu sialan di dalam pikiran Zehra. Entah be