Pintu kamar mandi terbuka dengan suara berderit. Loco berdiri di sana, wajahnya berkerut khawatir.
"Lexa, kau baik-baik saja?”
Lexa—atau sekarang, Rebecca dalam tubuh Lexa—berbalik. Dia memaksakan senyum lemah, menunjukkan ekspresi rapuhnya.
"Hanya ... mimpi buruk," katanya, suaranya gemetar.
Loco mendekat dan memeluknya. Biasanya, pelukan ini terasa mengancam. Tapi sekarang, bagi Rebecca, ini terasa seperti senjata baru.
Dia akan memainkan peran Lexa yang hilang ingatan dengan sempurna, sambil secara diam-diam merencanakan kejatuhan Vika.
Dia memandangi bayangannya sekali lagi di cermin saat Loco memeluknya. Dua pasang mata—mata Lexa dan mata coklat Loco—bertemu dalam pantulan.
Satu penuh kebingungan, satu lagi penuh d******i yang berbahaya.
Perang diam-diam sudah dimulai. Dan Rebecca, dalam tubuh baru ini, siap bertarung sampai akhir.
Kematiannya tidak akan sia-sia. Warisan ayahnya tidak akan jatuh ke tangan wanita yang membunuhnya. Dan kebenaran, tidak peduli seberapa gelap, akan terungkap.
Dia mungkin terjebak dalam tubuh Lexa, tapi jiwa Rebecca Matson masih hidup, dan dia akan datang untuk menuntut balas.
*
*
*
Loco membawa Lexa ke kamar dan merebahkannya di ranjang. Lexa menatap Loco dengan intens.
“Maaf, aku tak mengenalmu. Aku …”
“Tak apa. Aku sudah mulai menerimanya,” jawab Loco dengan suara beratnya yang tenang.
“Sudah berapa lama kita menikah?” tanya Lexa, memulai informasinya tentang tubuh yang kini dia jadikan rumah jiwannya.
Loco duduk di samping ranjang dan menatap wanita itu. “Tiga tahun.”
“Ada anak?” lanjut Lexa.
Loco terdiam sejenak lalu menggelengkan kepalanya. “Siapa kau sebenarnya? Dan siapa aku sebenarnya?”
Loco memegang tangan Lexa dan menghela napasnya. “Aku Loco Ferraro. Aku … seorang yang cukup berkuasa di dunia gelap, bisa dibilang mafia. Dan kau … tangan kananku. Kau mengalami kecelakaan karena musuhku. Tapi aku pastikan itu tak akan terjadi lagi.”
Lexa menelan salivanya. Dari awal melihat Loco dia sudah merasa bahwa Loco bukanlah pria yang biasa saja.
‘Mafia? Oh God … aku seorang istri dari mafia? Apakah ini sebuah keberuntungan atau justru sebuah kutukan?’ batin Lexa.
“Kau … punya gundik?” tanya Lexa yang membuat Loco sedikit menyipit. “Biasanya orang-orang sepertimu sangat suka wanita, dan memiliki banyak wanita.”
Loco tertawa pelan lalu menatapnya tajam.
“Begini … hubungan kita memang tak terlalu baik sebelumnya karena kita sama-sama dominan dan aku tak suka terlalu dikuasai. Ya, aku punya banyak wanita dan kau menerimanya serta justru tak mempedulikan hal itu asal kau tetap menjadi istriku dengan kekuasaan tanpa batas.”
“Jadi … kita tak pernah berhubungan dan ku sealu bersama para wanitu itu? Jika iya, itu membuatku lega karena aku tak perlu melayanimu di ranjang,” ucap Lexa to the point.
Loco memegang dagu Lexa dan menatapnya intens. “Kau salah, kita justru sangat brutal dalam hal itu, Sayang.”
Lexa melebarkan matanya, dia kembali menelan salivanya. “Jadi, kau tetap bercinta denganku di saat kau berselingkuh dengan banyak wanita?”
“Aku tak berselingkuh karena kau tahu semuanya. Lexa, kau yang menyetujui hal itu dan aku—“
“Bagaimana jika aku yang sekarang tak menyetujui hal itu? Apakah kau akan mengikuti kata-kataku?” potong Lexa.
Loco terdiam.
“Kau mencintaiku?” tanya Lexa. “Kau bisa melakukan apa pun untukku? Bahkan membunuh orang untukku?”
Loco mengernyit dan mempelajari ekspresi di wajah cantik itu. “Aku selalu melakukan itu tanpa harus kau suruh.”
Dan untuk cinta, sebenarnya cinta Loco pada Lexa mulai luntur karena mungkin sikap mereka yang sama-sama keras dan jarang ada keromantisan di antara mereka setahun belakangan.
Hawa di sekitar mereka tiba-tiba dingin dan tegang. Lalu Lexa memegang wajah Loco. “Aku ingin menjadi Lexa yang baru. Jadi, jangan pernah berharap aku akan menjadi Lexa yang lama. Kau setuju dengan hal itu? Aku bukanlah Lexa yang dulu.”
“Itu yang kau mau?”
Lexa mengangguk. “Aku tak mau mendengar kau menceritakan tentang diriku yang dulu lagi. Aku tak ingin otakku semakin sakit karena hal itu.”
Loco masih menatapnya namun masih diam.
“Dan … harus hanya ada aku. Tak boleh ada wanita lain. Aku tak mau kau menularkan penyakit padaku karena wanita-wanita itu,” lanjut Lexa.
“Kau benar-benar hilang ingatan rupanya. Oke, jika itu yang kau inginkan, kita akan membuat perjanjian baru,” jawab Loco.
“Jadi … kita punya perjanjian sebelumnya?”
Loco mengangguk.
“Aku tak ingin ada perjanjian apa pun. Jika kau mencintaiku, kau pasti akan melakukan apa pun untukku.”
Loco mengerutkan keningnya kembali. Dalam hal taktik, Lexa atau lebih tepatnya Rebecca tak bisa dipermainkan.
Hubungan buruknya dengan ibu tirinya membuat Lexa mengambil kuliah jurusan hukum dan itulah yang membuatnya memperoleg warisan banyak dari ayahnya tanpa ibu tirinya tahu.
“Bagaimana?” tanya Lexa ketika melihat Loco masih terdiam.
“Oke,” jawab Loco dengan tenang namun matanya memandanganya sangat tajam.
Lexa tetap harus berhati-hati dengan Loco karena pria itu bukanlah pria sembarangan dan pastinya sangatlah kejam.
(JANGAN LUPA KOMEN YANG BANYAAAAKK)