Mendekati Loco

843 Kata
Hari-hari berlalu sejak akhirnya Loco kembali ke mansionnya. Mansion megah itu kini memiliki nuansa berbeda, lebih terang, lebih rapi, dan diisi oleh kehadiran seorang wanita yang tenang namun penuh perhitungan, tak meledak-ledak seperti Lexa sebelumnya. Kini langkah yang diambil Lexa adalah bagian dari rancana rumit yang dia susun untuk satu tujuan, membalas dendam pada Vika. Dari balik jendela kamarnya yang menghadap taman, Lexa memperhatikan Loco yang sedang berbincang dengan anak buahnya. Pria itu begitu berwibawa, namun sekaligus menakutkan, tapi dia masih ragu untuk mendekatinya. Dia harus mencari celah yang akan dia masuki. "Untuk menghancurkan Vika, aku butuh senjata yang lebih kuat darinya," bisik Lexa pada bayangannya sendiri di kaca jendela. "Dan Loco adalah senjata itu." Loco dan Lexa masih memiliki kamar yang berbeda. Dan mungkin Lexa akan memulainya dari sana. Dia akan satu kamar dengan Loco. Tapi dia masih ragu dan tak yakin dengan pendekatan yang akan dilakukannya pada Loco. Karena dia harus punya keberanian yang lebih untuk mendekati pria itu, terutama dalam hal ranjang. Masalahnya, Lexa atau lebih tepatnya Rebecca—belum pernah melakukan hubungan ranjang sebelumnya dengan pria mana pun. Dan itu lah yang membuatnya gelisah dan bimbang cara mendekati dan menundukka Loco jika memakai cara itu. * * * Malam itu, Lexa mondar mandir di kamarnya. Dia sudah memutuskan untuk membuat langkah pertama tapi dia masih ragu. Dia memakai gaun tidur berwarna lavender—warna yang menurutnya menenangkan namun terlihat menarik. Setelah berpikir panjang dan menenangkan dirinya, dia akhirnya turun ke ruang kerja Loco, membawa dua cangkir teh chamomile, kesukaannya. "Boleh aku masuk?" suaranya lembut ketika dia melihat Loco sedang menopangkan kepalanya pada kedua tangannya, seakan sedang pusing memikirkan sesuatu. Loco sedikit heran dan terkejut. Ini pertama kalinya Lexa mendatanginya sejak perubahannya. Biasanya, wanita menghabiskan waktu di perpustakaan atau kamarnya, sebuah kebiasaan baru yag bertolak belakang dengan Lexa-nya yang lama. "Tentu," jawab Loco, menutup laptopnya. Lexa memasuki ruangan. Kaki jenjangnya melangkah mulus tanpa alas kaki sama sekali dan itu terlihat seksi di mata Loco. Sekarang, dia melangkah mendekati kursi Loco setelah menaruh cangkir teh di atas meja. "Aku tahu kita ... belum benar-benar berbicara sejak semuanya berubah." Loco memandanginya dengan tatapan rasa ingin tahu pada wanita baru di hadapannya meskipun dia tahu bahwa itu adalah Lexa—wanita yang dia nikahi tiga tahun lalu. "Aku mencoba memahamimu, memahami sosokmu yang baru," kata Loco akhirnya. "Dan kau ... sangat berbeda." "Apakah berbeda selalu berarti buruk?" tanya Lexa sambil menyerahkan cangkir teh. Sentuhan jari mereka sebentar, dan dia sengaja tidak segera menariknya. Darah Loco berdesir karena sentuhan dan kehangatan itu. Lexa dulu tak pernah selembut ini—sentuhannya selalu penuh gairah liar, bukan kelembutan yang disengaja. "Mungkin tidak buruk," jawab Loco perlahan. "Hanya ... terasa asing." Loco melihat teh itu lalu meminumnya. Lexa tak pernah meminum minuman seperti ini karena biasanya dia akan menyuguhkan wine dengan kadar yang tinggi agar bisa mabuk bersama. “Aku ingin kita tidur dalam satu kamar.” Lexa mengucapkannya dengan begitu lembut sambil membelai lengan kokoh Loco. Loco mengangkat kepalanya dan menatap mata penuh kehangatan itu. Dia kemudian meletakkan cangkir tehnya di atas meja kembali. Lalu pria itu beranjak berdiri dan mengangkat tangannya kemudian membelai wajah cantik Lexa. “Kenapa tiba-tiba?” “Aku masih merasa … ketakutan setiap malam. Aku sering bermimpi buruk, dan … aku selalu terbangun dengan pikiran yang bercampur. Aku masih selalu merasa asing jika membuka mataku dan melihat kamarku yang kosong. Jika ada kau di sampingku, mungkin aku bisa lebih tenang dan aman.” “Kau membutuhkanku?” bisik Loco semakin dekat. Lexa mengangguk. “Mungkin … ini waktunya untuk aku mengenalmu lagi. Dimulai dari awal.” Suaranya begitu lembut seperti angin sepoi-sepoi di telinga Loco. “Baiklah, jika kau ingin seperti itu. Aku akan menemanimu,” bisiknya dan dia bisa mencium wangi parfum lembut yang dipakai oleh Lexa, itu berbeda dengan parfum aroma kuat yang dulu biasa dipakai Lexa. Lexa tersenyum lalu menarik tangan Loco perlahan dan membawanya ke kamarnya. Loco mengikuti langkah Lexa. Loco melihat kulit lengan dan leher Lexa yang sudah bersih dari tato, kini kulitnya terlihat mulus dan menyegarkan di matanya. * * Pintu kamar tidur utama tertutup dengan lembut, mengisolasi Loco dan Lexa dari dunia luar. Suasana di dalam ruangan yang mewah itu diisi oleh ketegangan yang tidak terucapkan. Lampu temaram menciptakan bayangan-bayangan panjang di dinding, menyelimuti segala sesuatu dalam aura misteri yang intim. Lexa berdiri beberapa langkah dari tempat tidur besar, menghadap Loco. Tubuhnya yang sekarang ramping dan tinggi terasa begitu kecil di hadapan postur suaminya yang tegap dan berotot. Ini adalah momen yang telah dia rencanakan, namun kini ketika tiba waktunya, sebuah kecemasan mulai menyelinap ke dalam hatinya. Bukan karena takut pada Loco, tapi karena besarnya langkah yang akan dia ambil. Loco masih diam, mengamatinya dengan tatapan yang dalam dan tenang. Perubahan drastis Lexa masih menjadi teka-teki baginya. Dia melihat wanita yang sama, namun dengan jiwa yang sepenuhnya berbeda. "Loco," ucap Lexa, memecah kesunyian. Suaranya lirih, hampir berbisik. "Hmm?" jawab Loco singkat, suaranya berat namun menggoda di telinga Lexa. Lexa menarik napas dalam-dalam. "Aku ... aku ingin kau menciumku." (JANGAN LUPA KOMEN YANG BANYAAAK YAAAKK)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN