The Kiss

924 Kata
Permintaan itu cukup mengherankan bagi Loco karena dia terkadang masih tak menyangka Lexa akan sejauh ini dengannya. Loco terdiam, matanya menyipit sedikit. "Apa?" dia akhirnya bertanya, seolah tidak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. "Kau dengar aku," ujar Lexa, kali ini dengan sedikit jelas. Dia melangkah lebih dekat, mengurangi jarak di antara mereka. "Aku ingin kau menciumku. Tapi ... bukan seperti yang dulu." Loco menghela napas. "Aku tak mengerti. Kau bisa menciumku kapan pun kau mau, Lexa. Seperti biasanya—“ "Aku tahu," potong Lexa lembut. Dia mengangkat tangannya, menyentuh wajah Loco sebelum akhirnya berhenti di bibirnya. "Ini berbeda. Aku ... aku lupa cara dan rasanya." Dia memandang Loco dengan mata yang sengaja dibiarkan rentan dan polos. "Aku lupa bagaimana rasanya dicium olehmu. Aku lupa bagaimana seharusnya merespons. Aku bahkan lupa ..." Dia menunduk, memainkan ujung gaunnya. "Aku lupa segalanya tentang menjadi istrimu, dalam arti yang paling ... intim." Kata-kata itu diucapkan dengan kerentanan yang begitu meyakinkan. Lexa tahu dia harus memainkan peran ini dengan sempurna agar bisa membuat Loco berlutut di depannya. Dia harus membuat Loco percaya bahwa ini adalah tentang menemukan kembali ikatan mereka, padahal dalam hatinya, ini hanyalah langkah strategis untuk mengikat pria ini sepenuhnya. Loco memandangnya lama. “Kau ingin aku... mengajarimu?" tanya Loco akhirnya, suaranya berubah menjadi lebih dalam, lebih serius. Lexa mengangguk, mulutnya terbentuk menjadi senyuman kecil yang malu-malu. "Seperti ciuman pertama kita. Ajari aku seperti itu. Perlahan. Seolah-olah ini pertama kalinya bagiku." Dia berhenti sejenak, menambahkan dengan suara pelan dan berbisik, "Dan mungkin ... untuk hal-hal lainnya nanti juga." Implikasi dari kata-katanya jelas. Permintaan itu bukan hanya tentang ciuman, tapi tentang seluruh kontak fisik dalam pernikahan mereka. Loco terdiam sejenak, konflik terlihat jelas di wajahnya. Dia merindukan keintiman yang seharusnya ada di antara mereka. Namun, ada sesuatu dalam permintaan Lexa yang mengusik sisi protektif dan posesifnya. Kesempatan untuk membentuk ulang istrinya, untuk memperkenalkan dirinya pada keintiman dengan caranya sendiri, adalah godaan yang sulit ditolaknya. "Oke," gumam Loco akhirnya. Lexa tersenyum. “Tapi kita lakukan dengan perlahan. Sangat perlahan." Loco melangkah lebih dekat, hingga jarak di antara mereka hampir tidak ada. Lexa bisa mencium aroma khasnya tubuh pria gagah itu—campuran parfum mahal, kulit, dan sesuatu yang liar yang melekat pada diri Loco. Jantungnya berdebar kencang, dan kali ini bukan akting. Lexa atau mungkin Rebecca benar-benar mulai terjebak dalam pesona suaminya itu. Loco mengangkat tangannya, dengan gerakan lembut menyentuh pipi Lexa. Sentuhannya hangat dan kulit tangannya yang kasar sangat kontras dengan kulit Lexa yang halus. "Tutup matamu," bisik Loco. Lexa mematuhi. Dalam kegelapan, indranya menjadi lebih tajam. Dia bisa mendengar setiap napas Loco. Loco membungkuk dan merengkuh pinggang ramping Lexa, dengan sangat perlahan. Lexa bisa merasakan kehangatan tubuhnya dan napasnya di dekat bibirnya. Dia menahan napas, tidak yakin apa yang diharapkan. Tapi ini harus dilakukannya karena dia harus sepenuhnya menjadi Lexa—istri seorang king mafia bernama Loco Ferraro. Kemudian, sentuhan itu pun datang. Bukan ciuman yang penuh gairah atau mendominasi seperti yang Lexa bayangkan. Ini sangat lembut. Bibir Loco hanya menyentuh bibirnya dengan ringan, sebuah kontak singkat yang penuh kehati-hatian. Lexa terkejut. Dia tidak menyangka Loco bisa begitu lembut. Loco menarik diri, hanya beberapa sentimeter. "Seperti itukah yang kau inginkan?" tanyanya, suaranya rendah. Lexa membuka matanya, menemukan tatapan Loco yang memancar tajam. "Aku ... aku tidak tahu. Lakukan lagi." Kali ini, Loco melakukannya lebih dalam lagi. Dia menciumnya lagi, namun masih lembut, tapi lebih lama. Tangannya yang satu berpindah ke pinggang Lexa, menariknya lebih dekat dengan lembut. Lexa membiarkan dirinya dituntun, tubuhnya bersandar pada Loco. Ini aneh, pikir Lexa. Dia seharusnya merasa jijik, memanipulasi momen intim seperti ini. Tapi ada sesuatu dalam kelembutan Loco yang tak terduga yang membuatnya bingung. Ini bukan pria brutal yang dia bayangkan dari cerita-cerita tentang masa lalu Lexa. Kini, Loco menggunakan keahlian lidahnya mengeksplorasi mulut Lexa dengan lebih dalam lagi. Lexa yang awalnya canggung akhirnya merespon meskipun maish terkesan kaku. Tapi, justru itu yang membuat Loco tertantang dan bersemangat mencium bibir Lexa yang seperti masih begitu suci. "Bagaimana rasanya?" tanya Loco setelah beberapa lama menciumnya. Lexa menggigit bibirnya, sambil mencari kata-kata yang tepat. "Aneh. Tapi ... membuatku berdebar." Itu adalah jawaban jujur. Mereka berdiri seperti itu untuk beberapa saat, saling memandang. Lexa menyadari ini adalah kesempatannya untuk mengambil kendali dan sebenarnya itu juga yang dipikirkan oleh Loco, dialah pemegang kendali di sini. "Sekarang ajari aku yang lain," ujarnya, suaranya lebih berani. "Ajariku bagaimana ... tubuhku meresponsmu." Loco mengangguk, matanya mulai gelap oleh nafsu, tapi kali ini dibungkus dengan kesabaran karena dia akan menjadi mentor ranjang bagi Lexa. Dia menuntun Lexa ke tepi tempat tidur, mendudukkannya dengan lembut. Dia berlutut di depannya, wajah mereka sekarang setara. "Sentuh aku," pinta Loco. "Seperti ingin mengenaliku." Lexa mengangkat tangannya, sedikit gemetar—sebagian akting, sebagian asli. Dia meletakkan telapak tangannya di pipi Loco. Kulitnya kasar oleh janggut pendek, tapi hangat. Dia menggerakkan jarinya, menelusuri garis rahangnya yang tegas. Loco menutup mata, menikmati sentuhannya. "Lanjutkan." Lexa menjadi lebih berani. Tangannya berpindah ke leher Loco, lalu ke bahunya yang lebar. Dia bisa merasakan otot-otot tegang di bawah kaus hitam yang dikenakannya. Ini seperti menjelajahi medan yang asing, dan dia terkejut menemukan bahwa dia penasaran dengan tubuh Loco hingga membuat bagian bawah tubuhnya berdenyut. Loco membuka matanya, menangkap keingintahuan di mata Lexa. "Kau melakukannya dengan baik." Dia membimbing tangan Lexa ke bibirnya, menciumi setiap ujung jarinya dengan lembut. Dan d**a Lexa semakin berdebar dibuatnya. “Kita lanjutkan?” tanya Loco berbisik. Lexa terdiam sejenak, namun memudian mengangguk pelan, dan matanya memandang penuh keyakinan pada pria yang maskulinitasnya tak bisa dianggap remeh. (SERUUUU KAAAANN??? KOMEN YANG BANYAAAAK YAAAAKK)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN