“Aku sudah bilang, enggak ada skinship di antara kita, Am,” ucap Nazra dengan wajah datar mengingatkan akan perjanjian mereka. Sekedar berjaga-jaga bila saja kekasih palsunya itu telah melupakan kesepakatan di antara mereka kemarin siang.
Liam membelai rambut Nazra lembut, mendekatkan wajah mereka dan membisikkan sesuatu di telinga kekasihnya, “ehm, ini darurat, Ra. Lihat arah jam tiga, target sedang memandangi kita.”
Nazra berusaha menghalau gugup yang tiba-tiba menyerang saat Liam menautkan jemari mereka. Bahkan, jantungnya sudah kebat-kebit sejak pria itu berada di dekatnya. Apalagi ditambah bisikan kekasihnya yang terasa menggelitik telinga dan hatinya.
Dia hanya berharap semoga ‘kekasih palsu’ barunya itu tidak mendengar suara jantungnya yang menalu bagai genderang perang. Akan semalu apa dirinya jika pria itu mendengarnya?
Wanita itu memalingkan wajah kepada Liam, lalu tersenyum manis sekilas. Setelahnya, mengajak pria itu untuk duduk di meja tepat di sebelah meja Sisca. Bukankah jika ingin memamerkan kemesraan posisi yang paling tepat adalah di sana? Agar Sisca dapat menyaksikan setiap adegan yang mereka lakonkan dengan baik. Yah, anggap saja memberi tempat duduk VIP. Beruntungnya karena dia tidak perlu membayar sepeser pun untuk menonton drama kantor ter-hits abad ini.
“Mau makan apa, Ra? Kamu duduk saja di sini, biar aku yang pesankan untukmu, hm.”
Liam mengedipkan matanya sekilas mengusap lembut tangan Nazra yang digenggamnya sejak tadi.
“Sial, dia senang sekali menyentuhku,” gumam Nazra menundukkan wajahnya.
“Kamu bilang apa, Ra?”
“Ah, aku bilang oke. Aku mau dua mangkuk bakso dengan ekstra bawang goreng tanpa daun bawang. Untuk minum cukup air mineral saja.”
“Siap, tuan putri,” sahut Rendra mengedipkan mata.
Nazra memutar bola matanya jengah. Dia tahu bosnya itu baik hati dan ramah, tetapi dia baru tahu kalau pria itu juga lebay minta ampun. Wanita itu memainkan gawainya santai sembari menunggu pesanan datang. Di waktu luang dia memang biasanya membaca novel di aplikasi Dreams. Seolah-olah tidak peduli dengan tatapan iri dan kesal dari para karyawan wanita yang sedang menikmati waktu istirahat mereka siang itu.
Nazra paham betul, bagaimana hari ini menjadi hari patah hati se-kantor setelah pria tertampan dengan kejabatan tertinggi telah digaetnya. Bahkan, tanpa ada rumor tentang kedekatan di antara mereka.
Enggak ada angin, enggak ada hujan, tetapi tiba-tiba saja jadian. Damage-nya wow nggak tuh, batin Nazra sembari tertawa puas dalam hati.
Tidak lama kemudian Liam datang dengan nampan berisi pesanan mereka dan jangan lupa senyum tiga jari yang senantiasa menghiasi wajah tampannya itu.
“Ehm, kamu enggak makan, Am?” tanya Nazra saat melihat pria itu hanya membawa dua mangkuk bakso.
“Makan, kok, Ra. Ini ada dua mangkuk bakso. Satu buat kamu dan satu buat aku. Punyamu ekstra bawang goreng tanpa daun bawang dan minumnya air mineral, 'kan?” ucapnya sembari duduk di kursi yang berada tepat di hadapan Nazra.
Wanita itu memicingkan matanya. “Kamu enggak menyimak aku tadi, ya? Aku pesan dua mangkuk basko, Am. Pesankan satu mangkuk lagi untukku.” titah Nazra sekilas langsung meracik bakso pesanannya itu.
Dia sangat menyukai bakso yang pedas. Baginya makanan yang tidak pedas itu bagaikan masakan tanpa bumbu, hambar. Se-tawar hidupnya tanpa bertemu sang pujaan hati, mungkin?
“Kamu lupa siapa bosnya?”
“Kamu lupa siapa pacarmu, hm?” ucap Nazra santai saat melihat Liam tak bergeming dari tempat duduknya sembari menyuapkan bakso itu ke dalam mulutnya.
Kapan lagi bisa ngerjain bos sendiri, ya, 'kan? Mumpung lagi mode pacaran, mari kita manfaatkan dia sebaik-baiknya pemirsa. Iri? Bilang bos. Hahay, batinnya saat itu
Liam melangkahkan kaki dengan perasaan kesal yang tidak bisa dia ekspresikan. Tentu saja pria itu harus meredamnya, atau semua orang akan menyadari jika mereka hanya berpura-pura.
Padahal baru saja dia akan menikmati makanannya. Namun, Nazra justru memintanya untuk memesan semangkuk bakso lagi. Sungguh mengherankan, biasanya wanita yang ditemuinya selalu irit makan dan banyak bicara. Tetapi kekasihnya itu justru berbanding terbalik, bicaranya irit tapi makannya banyak. Bisa jadi wanita itu adalah sepies langka yqang hampir punah. Jadi, mari kita lestarikan.
Tidak lama kemudian Liam kembali dengan Nampan berisi dua mangkuk bakso. Nazra menatap isi nampan itu dengan wajah datar. Dia tidak penasaran sama sekali.
“Ini buat jaga-jaga. Mungkin saja nanti pacarku belum kenyang dan ingin tambah,” celetuk Liam sekilas kemudian mulai menyantap baksonya. Dia menjelaskan karena Nazra tak kunjung bertanya mengapa membawa dua mangkuk bakso lagi.
“Wah, pacarku ini memang sangat pengertian.” Nazra menepuk-nepuk lembut kepala Liam seraya tersenyum manis membuat pria itu menjatuhkan sendok yang tengah dipegangnya. “Aku memang butuh banyak makan, agar kuat berperan sebagai pacarmu,” imbuhnya kemudian.
Argh, sial. Aku malah terbawa suasana. Aku enggak pernah menyangka senyuman Nazra akan semanis itu. Tidak! Liam Maulana, kamu harus fokus pada tujuan! Hatiku cuma milik Siska. Siska, monolog Liam dalam hati.
Dia berusaha menenangkan dirinya yang sempat terpana oleh senyuman Nazra yang ternyata manisnya bikin ketagihan. Di balik punggung wanita itu, tampak Sisca yang sedang memandangi mereka. Namun, saat Liam tersenyum dia malah memalingkan wajahnya. Membuat pria itu menukik alis dan mulai berpikiran yang iya-iya. Mungkin saja wanita itu telah terbakar api cemburu, 'kan?
“Ehm, lagian kamu, kok, makannya banyak banget, sih? Baru kali ini aku melihat wanita seperti kamu,” celetuk Liam berusaha meredam perasaanya.
“Kalau lapar ya makan. Se-simpel itu, Am, kenapa harus dibuat ribet, sih? Enggak ada kata diet atau jaim kalau soal makanan buat aku. Di luar sana banyak yang harus bersusah payah biar bisa makan. Kenapa aku yang bisa makan dengan mudah malah menyisakannya? Lagi pula, kata mama pamali kalau makanan tidak dihabiskan.”
“Tapi ... “
“Sudah, enggak usah tapi-tapi-an. Makanku memang sebanyak ini. Kalau kamu enggak mampu, biar kubayar sendiri. Sudah kubilang aku butuh banyak makan biar kuat menjadi pacarmu. Ditambah lagi pacarku yang ganteng ini, memberi kerjaan banyak banget plus deadline-nya mepet. Jadi lembur terus, kan!” cerocos Nazra panjang lebar dengan wajah kesal.
Pria itu hanya terkekeh mendengar penuturan kekasih barunya itu. Sekilas dia mengucapkan kata maaf tanpa suara, lalu kembali fokus dengan makanannya.
Mereka menandaskan sisa makanan dalam diam. Hanya suara sendok yang beradu dengan mangkuk yang menemani kebersamaan mereka. Setelah menghabiskan makanan masing-masing, Liam mengantarkan wanita itu kembali ke ruangannya.
Nazra kini sedang fokus duduk di kursi kebesarannya dengan wajah serius. Bukan sedang mengerjakan laporan yang bertumpuk, melainkan sedang mengingat kejadian di kantin tadi. Entah mengapa saat dia memuji dan menepuk-nepuk kepala Liam, kuping pria itu malah memerah hingga membuatnya salah paham. Ah, bolehkah dia sedikit berharap sekarang?
Alunan lagu All of Me milik John Legend dari ponsel Nazra memecah keheningan di ruangan itu. Sebuah pesan singkat masuk dari ibunya yang memberi perintah untuk segera pulang, karena beliau memasak makanan kesukaannya. Wanita cantik itu memandang laporan yang sedang dia kerjakan sesaat.
Sepertinya bisa dilanjutkan di rumah, begitu pikirnya.
Nazra segera membereskan berkas yang ada di hadapannya untuk dibawa pulang. Dia bahkan tidak menyadari sepasang mata tengah memperhatikannya sedari tadi. Pria itu sedang menatapnya sambil menyilangkan tangan di d**a tepat di samping meja Nazra. Wanita itu terlalu fokus hingga tidak menyadari kehadirannya.
"Argh!" Wanita itu tiba-tiba saja berteriak karena terkejut. Ketika hampir menabrak sesosok pria di hadapannya, hingga membuat kakinya tergelincir. Berkas laporan yang dipegangnya pun berhamburan ke udara. Bahkan, kini dia tidak lagi mampu menguasai tubuhnya dan bisa dipastikan akan terjatuh. Namun, pria itu dengan sigap menangkap tubuhnya dan terjatuh ke dalam pelukannya.
"Kamu enggak apa-apa?"
Pria itu sukses menangkap Nazra, dengan sedikit membungkukkan badan. Sebelah tangannya menopang punggung wanita itu. Sedangkan tangan yang lainnya tampak melingkar di pinggang ramping wanita bersurai panjang itu.
Peristiwa itu membuat keduanya terkejut. Pandangan mereka pun beradu, saling mengunci hingga beberapa saat.
Pria berjas hitam itu mengamati wajah wanita yang kini berada dalam pelukannya. Cantik. Bola mata cokelat hazel, hidung bangir dan bibir merah muda tipis itu adalah perpaduan yang sangat mengesankan menurutnya. Sungguh gambaran maha karya dari Sang Pencipta.
Pun dengan Nazra. Dia tampak menikmati ketampanan pria itu. Mata elang, hidung mancung dengan bibir tipis dan kulit putih bersih khas keturunan Tionghoa. Ditambah lagi aroma woody bercampur blackpaper dan citrus yang menggambarkan kesan maskulin memenuhi indera penciuman, membuatnya semakin terhanyut.
Sesaat mata mereka beradu dan saling terpaku. Seperti ada blackhole yang menghisap dan mengunci tatapan mereka. Membuat keduanya saling terpesona akan kecantikan dan ketampanan masing-masing.
Bersambung ...