Bab 16

1110 Kata
“Ayah,, kenapa malah bikin suasana makin kacau sih?!” kesal Davina, saat Edo berhasil menariknya keluar dari kediaman utama, melewati pintu belakang. “Ayah bikin Oma dan Laura salah paham lagi sama aku, apalagi kita pergi seperti ini, sebelum Noah datang!” Davina benar-benar kesal dengan sikap ayahnya yang seolah tidak ingin mereda salah paham Laura terhadap situasi yang semakin memanas. “Dari kamu berhasil menyeret berandalan itu ke rumah, sudah tahu kan, siapa yang disukai pengguguran itu? Dia nggak suka Laura, tapi dia suka kamu. Dan salah paham ini akan terus berputar di tempat yang sama, dimana kamu akan selalu terpojok, padahal kamu nggak melakukan apapun.” balas Edo. “Biarkan mereka dengan asumsinya sendiri, lagipula Laura memang seperti itu. Selalu sibuk dengan pikirannya yang konyol, nggak pernah mau ngerti bahkan setelah ratusan kali ayah dan Ibunya memberitahu.” Edo menghela lemah. “Laura terlanjur menanamkan kebencian dalam hatinya, hingga ia buta akan ketulusan ayah dalam mengasuh atau merawatnya. Yang ada dalam hatinya hanya kebencian, kekecewaan dan ingin diutamakan. Dia ingin menjadi pusat perhatian, dan dia berhasil melakukannya dengan menjadi idola negri ini.” “Itu dilakukan karena dia merasa kesepian. Ayah nggak pernah,” “Nggak perhatian maksud kamu?” Edo kembali menghela, mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha menahan amarah agar tidak menyakiti putrinya. “Semenjak dia ada di dunia ini, ah,, ralat! Sejak dia ada dalam kandungan ibunya, ayah selalu memperhatikan dia setiap hari, dua puluh empat jam, tujuh hari dalam seminggu, tiga puluh hari dalam satu bulan bahkan seluruh tahun yang telah kami habiskan bersama. Ayah selalu meluangkan waktu untuknya, entah pulang kerja, atau saat libur. Lalu apa yang selalu ada dalam hatinya? Hanya kebencian, bahkan dia selalu mempermasalahkan hal-hal sepele, bahkan hanya kaos kaki beda warna pun, dia merajuk sampai Oma marah sama kamu padahal kami membelikan kaos kaki dengan merk yang sama dan harga yang sama. Lantas letak pilih kasih dan tidak perhatiannya dimana?” Edo menatap tajam ke arah Davina. “Ayah hanya bertemu denganmu satu tahun sekali, paling banyak dua kali, itu pun tidak lama. Bahkan,,,, “ Edo menjeda ucapannya. “Bahkan saat ibumu hamil pun ayah nggak tahu,,, sampai kamu dewasa,,” suaranya tercekat, saat potongan memori itu kembali muncul. “Kita nggak bersama setiap hari, jadi wajar saja saat bertemu fokus ayah hanya tertuju padamu. Tapi, hal seperti itu saja Laura tidak mengerti.” Davina terdiam, “Lalu sekarang, saat Oma merencanakan perjodohan, kenapa ayah hanya diam? Laura tidak akan menikah besok, jika ia merasa tidak cocok, mereka bisa putus kapan saja. Lalu, mengapa ayah begitu bersikeras menjauhkan kamu dari lelaki itu? Pertama karena Oma menyukai Noah tapi bukan untukmu melainkan untuk Laura. Kedua, karena disini kamu adalah tanggung jawab ayah sepenuhnya, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padamu, ibumu akan membenci ayah dan mungkin tidak akan mengizinkan kita tinggal bersama lagi seperti saat ini. Sampai sini kamu mengerti?” Davina mengangguk. “iya, ayah. Aku mengerti.” “Jauhi Noah, lelaki itu tidak baik untukmu.” Davina tidak langsung menjawab, ia menoleh ke arah Edo dan membalas tatapannya. “Aku sangat takut, suatu hari seseorang membuatmu kecewa jadi, sebelum hal itu terjadi tolong jauhi Noah. Dia tidak pantas untukmu.” Davina mengangguk samar, walaupun ia merasa sedikit aneh dengan hatinya saat merasa enggan mengiyakan keinginan ayahnya. “Yaudah, sekarang kita pulang saja. Biarkan mereka menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.” Berhasil keluar dari kediaman utama, keduanya lantas bergegas pulang meninggalkan kekacauan yang masih terjadi. Saat mobil yang kendarai Edo perlahan meninggalkan area rumah, mobil yang dikendarai Noah justru masuk ke area belakang. Lelaki itu berjalan tergesa-gesa mengikuti seseorang yang sudah ditugaskan untuk menjemput Noah secara diam-diam. “Davina mana?” tanyanya, saat melihat tidak ada sosok itu padahal salah satu pelayan. “Nona sudah pulang,” balasnya dengan senyum. “Apa?!” Noah berdecak kesal, tapi karena ia sudah terlanjur datang ke kediaman Laura, tidak mungkin langsung pulang begitu saja tanpa menyelesaikan kekacauan yang sudah terjadi. Noah menemui Laura dan Oma, yang memang sudah menunggunya sejak tadi. Senyum di wajah oma mengembang sempurna, saat melihat kedatangan Noah. “Noah, kami sudah menunggumu sejak tadi.” Oma langsung menghampiri, menarik satu tangan Noah dan membawanya duduk bersama. “Selesaikan masalah ini, Oma tahu kamu begitu kesal pada Fans Laura, Oma tidak akan menyalahkanmu, hanya saja media butuh penjelasan dari kalian berdua. Cukup klarifikasi saja, semuanya akan kembali normal seperti semula.” Noah menoleh ke arah Laura yang sejak tadi diam, wanita itu tidak mengatakan sepatah katapun hanya sesekali menoleh ke arahnya dan tersenyum samar. “Oma, aku dan Noah harus bicara, Oma tunggu saja di kamar.” ucap Laura pada akhirnya. “Baiklah, Oma lega setelah Noah datang.” Oma beranjak dari tempat duduknya menuju kamar dibantu oleh salah seorang asisten yang memang ditugaskan untuk merawatnya. Setelah kepergian Oma, kini hanya tinggal mereka berdua saja. “Bukankah aku memintamu untuk datang ke tempatku? Tapi kamu malah memukuli salah satu fans beratku, sangat disayangkan.” Noah tertawa samar. “Oh,, jadi kamu hidup dibiayai manusia menjijikan seperti itu? yang benar saja!” Noah mencemooh. “Benar, mereka sumber penghasilan terbesarku, jika tanpa mereka aku tidak akan seperti saat ini.” Laura jujur. “Lalu, apa yang akan kamu katakan pada mereka?” “Aku akan tetap mengatakan kita memang tengah menjalin hubungan.” “Lau,,” “Dengar Noah, kita dijodohkan, aku dan kamu setuju sejak awal. Jadi, untuk apa mengelak, pada akhirnya kita akan menikah.” Noah berdecak kesal. “Siapa bilang kita akan menikah, aku belum mengiyakan.” “Jelas kamu tidak memiliki pilihan lain, selain mengikuti perjodohan ini apalagi seluruh negeri ini tahu bahwa kamu adalah kekasihku.” “Aku hanya perlu klarifikasi, mengatakan yang sejujurnya bahwa kita belum menjalin hubungan apapun. Kamu saja yang merasa kepedean,” “Jadi, kamu akan mengatakannya? Kita tidak berpacaran?” “Tentu! Untuk apa berbohong, aku tidak suka terlibat dengan situasi kacau seperti saat ini! Kehidupan yang kamu jalani tidak sesuai dengan keinginanku.” Noah berdecak kesal. “Hanya jadi boneka dan dijadikan mesin uang.” Noah tersenyum sinis ke arah Laura. Laura tersenyum, tidak terlihat ekspresi tersinggung sama sekali tapi perlu digaris bawahi bahwa Laura adalah seorang publik figur dimana ia sudah terbiasa menunjukkan ekspresi palsu yang tidak sesuai dengan isi hatinya. “Tapi kamu sudah terlanjur masuk ke duniaku, kamu tidak akan bisa lepas.” “Siapa bilang?” “Mau aku buktikan?” “Silahkan.” Noah bosan, ia beranjak dari tempat duduknya. “Lakukan apapun sesukamu.” “Bagaimana kalau aku bisa mencari tahu siapa pembunuh ayahmu? Apakah kamu akan tetap tinggal bersamaku?” Seketika Noah langsung menoleh, rupanya wanita itu licik dan tidak mudah terintimidasi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN