Hening berusaha tersenyum, “Iya, Bu.” “Hening. Kamu jangan lagi panggil aku Ibu. Panggil aku mbak saja,” ujar Arini, merasa Hening yang sudah pantas memanggilnya Mbak. Hening tak kuasa menahan tangis, memeluk erat Arini. “Aku nggak sabar lagi kalian menikah, Ning,” ujar Arini pelan, mengusap-usap bahu Hening. Dia juga menangis, mengingat masa-masa pernikahannya dengan Devan yang mengalami gelombang pasang surut yang tajam. “Ibu ... kuat sekali,” lirih Hening. “Harus kuat, Ning—“ “Banyak hal yang aku pikirkan. Aku ... aku kadang khawatir dengan mas Devan ... mungkin aku nggak akan sekuat Ibu, menghadapi mas Devan yang berselingkuh dulu.” “Kamu jangan khawatir berlebihan seperti ini. Mas Devan sangat mencintai kamu. Bertahun-tahun dia memikirkan kamu. Dan aku yakin kamu lebih kuat