Bab 9

938 Kata
Selamat membaca teman-teman! … Keesokan paginya, dengan berpura-pura menjadi sepasang suami istri yang akur, aku dan Dipta menemui Mama Saraswati yang sudah siuman. Namun kami tetap menggunakan kendaraan masing-masing agar lebih efisien ketika menuju tempat kerja kami nanti. Dipta lebih dulu tiba di rumah sakit, dan pria itu terlihat menungguku di area parkir sembari memainkan ponselnya. Begitu melihat kedatanganku, pria itu memasukkan ponselnya di dalam saku celana lalu tersenyum dan mengajakku masuk bersama ke dalam rumah sakit. “Kamu tidak jemput Melani ke Bali?” tanyaku seiring dengan langkah kaki kami memasuki lift. “Tidak,” jawab Dipta seraya menekan tombol nomor lantai tempat Mama mertuaku dirawat. “Kamu lihat sendiri aku masih sibuk.” “Dan Melani masih tinggal di hotel waktu itu? Atau kenapa Melani tidak pulang sendiri saja ke sini?” tanyaku penasaran. Hotel yang kami tempati waktu itu adalah salah satu hotel kenamaan di Bali dan harga sewa per malamnya tidak lah murah. Aku yakin Dipta sangat mampu untuk membayarnya. Hanya saja, aku merasa hal itu termasuk pemborosan. Tapi menurutku menyewa sebuah vila di daerah sedikit terpencil akan lebih menghemat uangnya. “Biar aku yang jemput ke sana. Karena itu adalah salah satu bentuk tanggung jawabku sebagai seorang suami,” kata Dipta dengan ekspresi wajah yang bagiku amat menyebalkan. “Oh iya, tentu saja. Melani adalah istrimu!” sahutku dengan menyebut kata istrimu penuh penekanan. “Jadi kamu memang harus menjemputnya ke Bali untuk pulang bersama ke Jakarta. Kasihan kalau dia pulang tidak didampingi suaminya,” sarkasku. Bukan karena aku cemburu dengan perhatian Dipta pada Melani. Tetapi menurutku terlalu berlebihan saja. Kandungan perempuan itu baru empat bulan, fisiknya pun juga sehat. Dan dia tidak sendirian di sana. Ada manajer dan asistennya yang juga turut serta di sana, jadi kenapa untuk urusan pulang ke Ibu Kota saja Dipta harus repot-repot menjemputnya? Dipta terlihat akan menjawab kalimatku, namun pintu lift lebih dulu terbuka. Kami pun akhirnya melangkah keluar dari lift, kembali berjalan beriringan menuju kamar perawatan Mama Saraswati. Dalam diam. Ada Bibi Ivana yang sedang menunggui Mama. Sedangkan Mama kulihat sedang tidur. Aku dan Dipta secara bergantian menyalami Bibi Ivana, lantas duduk di sofa. “Bagaimana kondisi Mama sekarang, Bibi Ivana?” Dipta membuka obrolan. “Kondisi Mama kamu sudah semakin baik. Mbak Saras sudah bisa diajak komunikasi. Tinggal menunggu benar-benar pulih, baru diizinkan pulang. Tapi tentu, Mbak Saras butuh penjagaan ekstra begitu pulang nanti,” jelas Bibi Ivana, lantas beliau menatap ke arah Mama Saras sebentar sebelum kembali menatap padaku dan Dipta. “Saya mau bicara dengan kalian berdua di luar ruangan. Ini penting,” pintanya yang membuatku dan Dipta seketika saling bertatapan. Ada apa ini? Ekspresi Bibi Ivana yang teramat serius membuat dadaku berdebar. Tanpa banyak tanya, aku dan Dipta segera mengikuti Bibi Ivana keluar dari ruang perawatan Mama Saras. Kami berdiri sedikit jauh dari pintu ruang perawatan Mama Saras. “Saya tahu, kalian sedang menyembunyikan sesuatu,” ujar Bibi Ivana menatapku dan Dipta dengan tajam. “What’s going on in Bali? Dipta, Sekar?” *Apa yang terjadi di Bali? Dipta, Sekar? Refleks aku dan Dipta saling bertatapan. Aku sempat melihat kepanikan dalam manik milik Dipta, meski setelahnya pria itu mencoba untuk terlihat tenang. “Kalian pikir, apa yang terjadi di Bali tidak akan terdengar sampai sini? Kalian salah! Bahkan sebelum kalian terbang ke Bali, saya sudah mengetahui semuanya. Saya benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Dipta!” Bibi Ivana menunjuk wajah Dipta dengan telunjuknya. “Bisa-bisanya kamu nekat menikahi Melani.” Bibi Ivana mengucapkan kalimat terakhirnya dengan pelan, namun syarat dengan kemarahan. Aku tahu, serapat apapun kami menyimpan rahasia pernikahan Dipta dan Melani, suatu saat akan diketahui oleh orang lain juga. Tapi aku tidak menyangka akan secepat ini pernikahan mereka akan diketahui orang lain selain tamu undangan, terlebih ini Bibi Ivana. “Saya bisa jelaskan semuanya, Bibi,” ujar Dipta dengan suara pelan. Aku tahu pria di sampingku ini syok, meski mencoba untuk bersikap tenang. “Coba jelaskan alasan mengapa kamu menikahi Melani, selain karena dia hamil!” tuntut Bibi Ivana terlihat murka. “Karena bayi itu anak saya.” “Oh iya? Kamu yakin bayi itu adalah anakmu, Dipta? Kamu lupa, bagaimana kelakuan dia selama ini? Keluar masuk diskotik, gonta-ganti pasangan. Belum lagi hobinya yang suka pamer tubuh telanjangnya,” kata Bibi Ivana nampak murka. “Bibi, kami pernah tidur bersama.” “Dan kamu yakin, dia hanya tidur denganmu saja?” cecar Bibi Ivana. “Bibi, jangan berprasangka buruk dengan Melani. Kasihan dia, selama ini dia berjuang sendiri. Kenakalan dia selama ini pasti karena dia merasa kesepian dan karena tidak mendapat kasih sayang dari orang tuanya.” Dipta mencoba membela Melani. Meski alasannya benar-benar tidak masuk akal. Melani bukan lah anak kecil lagi. Perempuan tua itu sudah sangat dewasa. Tidak mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya, seharusnya bukan dijadikan alasan untuk dia bersikap nakal selama ini. Yang kutahu, orang tua Melani memang sudah tiada sejak Melani masih di Taman Kanak-Kanak, karena kecelakaan pesawat. Dan sejak saat itu, Melani hidup berdua dengan kakeknya. “Kamu bisa mengasihani Melani yang hanya sahabatmu dengan mengorbankan istrimu sendiri, Dipta? Saya nggak habis pikir dengan tindakanmu ini.” “Bi, saya sudah berdiskusi dengan Sekar sebelum pernikahanku dan Melani berlangsung. Tadinya, saya akan menceraikan Sekar. Tapi setelah melihat kondisi Mama yang sekarang, saya meminta Sekar untuk bertahan dulu di pernikahan ini,” terang Dipta menatapku lekat. “Dan kamu bersedia, Sekar?” tanya Bibi Ivana, yang kini menatapku. Kuhela napas lantas mengangguk, sebelum menjawab pertanyaan adik dari ayah mertuaku ini. “Saya bersedia, Bi, demi Mama Saraswati, Bibi,” jawabku tanpa ragu. Bersambung Jangan lupa tinggalkan jejak dan follow akun media sosialku yaa. Terima kasih!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN