“Mama” Seru Mikaila saat Celine membuka matanya. “Mama” Gumamnya lagi.
Seruan Mikaila pun mengejutkan Evelyn yang sedang duduk di sofa. Gadis itu lantas menghampiri Celine dan Mikaila. Ia tersenyum saat pandangan Celine beralih padanya.
“Mika senang Mama sudah sadar. Terima kasih sudah mau bertahan untuk Mika. Mika sayang Mama” Gumam Mika sembari menggenggam tangan Celine. Air mata pun telah mengalir di wajahnya.
Celine tersenyum lemah melihat sang putri. Perlahan tangan Celine yang bebas terangkat ingin mengusap wajah Mikaila. Sementara Mika yang menyadarinya pun segera menggenggam tangan Celine.
Mikaila melepas genggamannya pada Celine perlahan kemudian beralih memeluk Evelyn yang berdiri tepat di sampingnya.
“Terima kasih, Ev. Terima kasih” Gumam Mikaila. “Aku tidak tahu harus bagaimana membalas bantuanmu ini” Lanjutnya.
“Cukup dengan tetap menjadi sahabatku” Ujar Evelyn.
“Pasti” Ucap Mikaila sembari mengangguk.
Setelah pelukan mereka terlepas, Mikaila kembali duduk di samping sang ibu sementara Evelyn mengambil ponselnya dan mengabari Rico bahwa Celine telah sadar. Evelyn mengirim pesan pada nomor yang sempat Rico berikan saat itu.
Setelah pesannya terkirim, Evelyn menghela nafasnya. Semoga saja apa yang dia lakukan ini tidak akan berdampak buruk. Karena bagaimanapun pria itu datang ke sini dengan niat baik.
Satu jam kemudian, pintu ruangan terbuka mengalihkan perhatian tiga orang yang berada di ruangan pada sosok Rico yang masih berdiri di pintu.
“Celine” Gumam Rico sembari berjalan mendekat pada Celine dan Mikaila.
“Kenapa kau datang ke sini lagi? Bukankah sudah kukatakan jangan pernah muncul di hadapan kami lagi?!” Bentak Mikaila.
“Mika, maafkan Daddy. Da...”
“Jangan sebut namaku! Dan Daddy? Siapa yang kau sebut Daddy?” Sinis Mikaila.
Sementara Evelyn yang merasa tidak memiliki kepentingan pun memutuskan untuk keluar. Biarlah mereka menyelesaikan masalah keluarga mereka sendiri.
Evelyn kembali menghela nafas kemudian mengambil ponsel yang berada di saku celananya lalu mengabarkan kedua orang tuanya mengenai keadaan Celine saat ini. Ia hampir melupakan hal itu karena ikut merasa cemas seperti Mikaila yang menunggu Celine yang masih belum sadarkan diri pasca operasi kemarin.
Setelah mengirim pesan pada orang tuanya, Evelyn memutuskan untuk membeli minuman di kantin rumah sakit. Sepertinya ia sedang dehidrasi saat ini.
Evelyn berdiri di depan lift menunggu lift tersebut terbuka. Tak lama seseorang berdiri tepat di sampingnya dan membuat Evelyn terkejut saat melihat bayangan orang tersebut dari pintu lift. Ia pun sontak menoleh ke samping dengan menahan nafas.
“Mr. Stone?” Sapa Evelyn gugup.
“Sepertinya kamu sering ke sini” Ucap Austin.
“Ah, ibu temanku baru saja di operasi” Ujar Evelyn kemudian tersenyum. Entahlah, ia hanya ingin tersenyum saat ini. “Sepertinya kamu juga sering ke sini” Lanjutnya.
Namun tak mendapat balasan dari pria itu. Rahang Austin malah mengeras mendengar ucapan Evelyn dan membuat gadis itu sedikit kecewa. Begitulah percakapan mereka berakhir hingga mereka masuk lift bersama.
Evelyn berhenti sembari menghela nafas saat melihat siapa yang ia lihat pertama kali saat keluar dari lift yang langsung terhubung pada kantin.
Mengabaikan orang tersebut, Evelyn mulai melangkah menuju ke bar minuman. Namun orang yang coba ia abaikan menghalangi jalannya.
“Wah, siapa ini? Dari sekian banyak tempat bagaimana bisa kita bertemu di sini?” Tanya Jessica dengan senyum mengejeknya.
“Kau benar. Jadi bisakah kau minggir? Aku punya urusan yang lebih penting dari meladenimu” Ucap Evelyn kemudian mencoba untuk pergi namun Jessica kembali menghalanginya.
“Setelah apa yang kau lakukan padaku waktu itu?” Tanya Jessica.
“Ya. Jadi kalau kau tidak ingin itu terulang, jangan mencari masalah denganku lagi”
“Sayangnya aku tidak yakin kau berani melakukannya di tempat umum seperti ini”
“Why not?”
“Apa?!”
“Minggir, b***h!”
“Apa katamu?”
Tanpa menjawab Jessica, Evelyn pergi begitu saja. Namun baru dua langkah, Jessica menarik rambut Evelyn hingga membuat mereka menjadi pusat perhatian dari penghuni kantin rumah sakit tapi tidak ada yang berani ikut campur.
“Lepas!” Pintah Evelyn.
“Kenapa? Kau mau menggunakan cara yang sama seperti saat itu?” Tanya Jessica kemudian terkekeh. “Caramu itu sudah tidak berguna” Lanjutnya dengan senyum licik.
Tanpa berkata lagi, Evelyn menggenggam tangan Jessica dengan erat lalu membanting gadis itu ke depan dengan bantuan bahunya.
“Bodoh sekali jika aku menggunakan cara yang sama untuk menangani wanita sepertimu” Ucap Evelyn mengabaikan rintihan kesakitan Jessica.
Ia pun memutuskan untuk kembali ke ruangan Celine. Namun saat berbalik, betapa terkejutnya ia melihat pria itu tengah berdiri tak jauh dari lift.
Evelyn pun melupakan niatnya untuk naik lift dan memilih untuk berjalan ke arah kanan dimana toilet berada.
“Evelyn bodoh! Bodoh! Kenapa kau melakukan itu? Dasar bodoh” Gumam Evelyn pada dirinya sendiri saat ia telah berada di toilet. “Kenapa juga dia berada di sana?” Lanjutnya sembari berjalan mondar-mandir dan menggigiti kukunya.
“Bagaimana ini? Apa dia melihat apa yang kulakukan? Bagaimana jika dia menganggapku aneh atau semacamnya?” Gumamnya lagi kemudian mengacak rambutnya frustasi.
Sementara itu, Austin yang menunggu Evelyn di depan toilet mendengar semua ungkapan gadis itu. Pria itu menoleh saat mendengar pintu toilet dibuka dan melihat Evelyn yang jelas terkejut melihatnya.
“A, apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Evelyn gugup. Semakin gugup karena bisa saja pria di hadapannya ini mendengar apa yang ia ucapkan di dalam tadi.
“Menunggumu” Jawab Austin kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Evelyn yang mematung dengan wajah merona.
Saat sadar bahwa ia ditinggal, Evelyn segera menyusul Austin dengan senyuman di wajahnya.
“Ah, apa yang kamu lihat tadi itu bukan apa-apa. I, itu kar...”
“Apa ayahmu tahu kalau kamu di bully di kampus?” Tanya Austin memotong ucapan Evelyn.
“Di bully? Siapa? Aku? Tidak. Aku tidak pernah di bully” Jawab Evelyn bingung.
“Yang tadi itu temanmu kampusmu, benar?”
“Gadis gila yang tadi? Bukan. Aku bahkan tidak mengenalnya”
“Tidak mengenalnya tapi membantingnya seperti itu”
Evelyn memejamkan mata sembari menggigit bibirnya saat menyadari kebodohannya.
“Tolong jangan beritahu Daddy. Ini hanya masalah biasa, lagipula dia tidak pernah mem-bully-ku. Dan lagi jika dia benar mem-bully-ku, aku bisa membela diri seperti yang kamu lihat tadi” Ucap Evelyn dengan menahan malu saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Mereka berdua lalu masuk ke dalam lift.
“Tapi dari mana kamu tahu kalau dia teman kampusku?” Tanya Evelyn bingung.
“Aku pernah melihat kalian di kampus”
“International University? Kapan? Apa yang kamu lakukan di sana?”
Ting!
“Keluarlah” Ucap Austin saat mereka telah sampai di lantai sepuluh, lantai kamar inap Celine berada.
Evelyn pun sontak keluar saat mendengar perintah Austin dan menyadari sesuatu saat pintu lift kembali tertutup.
“Padahal dia belum menjawabku” Gumam Evelyn sedih.
-------
Love you guys~