Mas Agung sangat menyebalkan. Katanya hanya sehari di Wonosobo malah sampai tiga hari tak kunjung kembali ke Jogja. Biasanya dia selalu rajin mengirim pesan atau menelpon saat istirahat. Namun, kali ini dia sangat cuek denganku. Bahkan pesan-pesan yang aku kirim hanya dibalas dengan singkat. Aku sempet bertanya pada Eyang Sugeng. Katanya, sang cucu harusnya sudah kembali kemarin. Pekerjaan telah selesai dan sisanya bisa dihandle sendiri oleh sekretaris beliau. Lalu untuk apa Mas Agung masih berada di sana? “Sayang, sudah pilih undangannya?” tanya Mama Jazil. “Menurut Dyah bagus yang ini, Ma,” tunjuk ku pada contoh undangan berwarna maroon muda. “Mama juga suka yang itu. Meski sederhana tetap terlihat elegan.” Mama meminta agar aku mampir ke rumahnya setelah mengajar. Beliau ingin me