5

1672 Kata
Nico berjalan gontai di sepanjang blok perumahan elite tempatnya tinggal. Tubuhnya yang terbalut seragam futsal lengkap dengan celana futsal selutut dan kaos kaki sebetis, serta sepatu futsal berwarna kuning membuat tubuhnya tampak begitu atletis. Tidak sedikit gadis remaja yang berpapasan dengan Nico di sepanjang jalan mencuri lirik untuk menatap cowok bertubuh jangkung tersebut. Apalagi rambutnya yang dibasahi bulir-bulir keringat membuatnya semakin terlihat keren. Nico sendiri tampak acuh pada sekitar. Dia berjalan tanpa melirik kesana kemari dan memperdulikan manusia yang berpapasan dengannya, yang senyum-senyum sendiri melihat ketampanannya. Iya, Nico tida perduli. Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam ketika Nico menginjakkan kakinya di depan rumah mewah bernomor 27. Seorang satpam yang berjaga di pos disamping gerbang segera membukakan pintu untuk anak majikannya tersebut. "Wuih, den Nico, baru pulang main bola ya?" ucap pak satpam ketika Nico masuk lewat gerbang yang ia buka. Nico tersenyum tipis. "iya pak," jawabnya singkat. Satpam berkumis itu hanya bisa menggeleng heran melihat anak majikannya itu yang selalu pulang dan pergi tanpa membawa kendaraan pribadi dan lebih memilih naik kendaraan umum atau ojek, padahal di garasi ada dua mobil yang memang tersedia untuknya, juga sebuah motor sport yang sangat jarang disentuh. "Assalamualaikum" ucap Nico sambil masuk ke dalam rumahnya yang tampak sepi. Hanya seorang wanita paruh baya berdaster yang menyambutnya di pintu. "Walaikumsalam, den! Sepatunya taro aja disitu, nanti mbok yang beresin." Ucap wanita paruh baya tersebut saat melihat Nico sedang melepas sepatu futsalnya dan bersiap akan menaruhnya di rak sepatu. Nico tersenyum sekilas. "Gak usah mbok, Nico aja." Ucapnya halus. Mbok Ning—wanita paruh baya—mengangguk sambil menutup pintu. "Aden pasti capek, mbok udah masak tuh, sarden sama tempe orek kesukaan aden," ucap Mbok Ning melihat Nico sedang menyandarkan tubuhnya dengan lelah ke sofa. Nico lalu membuka matanya yang sempat terpejam sejenak. "Hm, makasih mbok, Nico mandi dulu baru makan," ucapnya sambil berdiri dan berlalu ke lantai atas dimana kamarnya berada. Mbok Ning hanya bisa menatapi punggung tegap tapi seperti meminggul banyak masalah Nico itu dengan tatapan iba. Ia maklum melihat sikap dingin Nico yang cendrung banyak diam. Nico terlahir dari pasangan suami istri pengusaha dan pebisnis yang mengharuskan keduanya lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah. Meskipun Ayah dan Ibu Nico selalu pulang setiap hari, tetapi mereka pulang disaat Nico sudah mengunci diri di kamar dan pergi sebelum Nico keluar kamar. Sedangkan di hari libur, saat kedua orang tuanya berada di rumah, Nico lebih memilih menghabiskan waktu dirumah Arif atau Dika.Lagipula walaupun keduanya di rumah, tetapi tetap saja berkutat dengan pekerjaan membuat Nico merasakan sama saja ada atau tidaknya mereka. Sejak bayi, Nico diurus oleh Mbok Ning setelah neneknya meninggal. Dan semakin tumbuh dewasa, Nico menjadi semakin pendiam dan dingin. Seolah dirinya sadar yang menemaninya selama ini hanyalah keheningan. Dan Nico, mulai bersahabat dengan keheningan. Mbok Ning sangat senang saat Nico berteman dengan anak bernama Arif sewaktu sekolah dasar. Menurut Mbok Ning, Arif adalah teman pertama Nico. Karena selama Mbok Ning menjadi pengganti orang tua Nico untuk mengambilkan rapotnya di SD, Mbok Ning sering diberitau guru wali kelas Nico kalau dia tidak punya teman dan menolak segala jenis pertemanan yang ditawarkan teman-temannya. Namun saat pertengahan kelas tiga SD, Mbok Ning tekejut saat Nico dibawa pulang oleh seorang bapak-bapak dan seorang anak yang seumuran dengan Nico. Katanya, Nico sakit perut saat sedang menunggu jemputan dan kebetulan di sekolah sudah sepi dan Arif dan Ayahnya yang baru saja akan pulang melihat Nico yang sedang berjongkok di sisi pagar sekolah sambil memegangi perutnya. Alhasil, Papanya Arif membawa Nico ke klinik dan mengantarnya pulang. Dan sejak saat itu, bocah bernama Arif itu seringkali datang ke rumah Nico untuk mengajaknya bermain. Awalnya, hanya sikap dingin yang Nico tunjukkan pada Arif. Tetapi bocah itu tidak pernah menyerah dan selalu datang lagi sekalipun Nico mengusirnya. Hingga akhirnya, Nico pun mulai terbiasa dengan kehadiran Arif. Dan sampai saat ini mereka justru bersahabat dekat. *** Nico turun setelah mandi dan berganti baju dengan kaos hitam polos dan celana pendek, rambutnya masih basah dan menguarkan aroma shampo yang maskulin. Bi Saroh,pembantunya yang lain muncul dari pintu belakang membawa setumpuk pakaian yang baru saja di setrika. Matanya terkejut melihat anak majikannya sedang celingukan di ruang makan. "Eeeh, den Nico mau makan ya? Bentar ya saya ambilin piringnya!" ucap Bi Saroh sambil berjalan tergesa membawa tumpukan pakaian tersebut untuk meletakkannya dulu diatas bupet, tetapi Nico langsung mencegahnya. "Gak usah bi, Nico ambil sendiri." Ucap Nico yang langsung dijawab anggukan dari Bi Saroh yang langsung melenggang naik ke lantai atas untuk meletakkan pakaian tersebut ke kamar Nico. Nico mengambil piring di lemari dengan perasaan getir. Dulu, Mbok Ning masih sering menata piring di meja makan agar siap saat mau dipakai. Tetapi sejak SMP, Nico sangat jarang makan dirumah membuat satu-satunya piring yang selalu tertata beserta sendok,garpu dan serbet di atas meja tersebut perlahan disingkirkan. Meskipun setiap hari Mbok Ning selalu memasakkan makanan, tetapi pada akhirnya masakan itu akan menjadi santapan para pekerja dirumah karena Nico dan kedua orang tuanya tidak pernah menyentuhnya. Well, siapa juga yang mau makan sendirian di meja makan besar yang cukup untuk dua belas orang itu? Nico sih tidak sudi. Daripada begitu, lebih baik dia makan di warteg kecil tapi ramai oleh orang-orang. Tetapi, walaupun Nico berada di tempat ramai, ia selalu merasakan keheningan itu membelenggunya. Hanya dengan Arif dan Dika lah, Nico bisa merasakan keramaian dan perasaan nyaman. Nico menyendok nasi ke piringnya, diikuti sarden dan tempe orek favoritnya. Dia tersenyum miris menatap lauk yang masih tersisa banyak di mejanya. Kalau ada Arif sama Dika pasti ludes. Nico terkekeh sendiri dan jadi merasa homo, dia merindukan dua curut sahabatnya itu. Tetapi sekarang hari Rabu, tidak enak kalau dia harus menginap ke rumah Dika atau Arif di hari sekolah. Yah, walaupun mereka pernah melakukannya sesekali, tetapi Nico tetap merasa dia terlalu sering kabur ke dua rumah sahabatnya tersebut. Kabur dari keheningan untuk sementara. Nico menyantap makanannya yang entah kenapa terasa hambar. Diraihnya iphonenya yang tergeletak begitu saja diatas meja. Nico Anugerah: Woy Nico menunggu selama dua menit sampai akhirnya sebuah notif mampir ke ponselnya. Mahardika: Apa sayang M.Arifin: Apaansi lo lek, jijikin. M.Arifin: Knp Co? Mahardika: Sirik aja yayangnya Siska PK :P M.Arifin: Cot. Nico tersenyum melihat pertengkaran yang menghiasi layar ponselnya. Lihatkan? Hanya sebuah chat, tetapi cukup untuk membuat Nico merasa ramai. Nico lalu mengetikkan balasan. Nico Anugerah: Bacot seperti biasa Mahardika: Judes seperti biasa M.Arifin: Dingin seperti biasa Nico Anugerah: Ini apadeh, lagi main tiga kata? M.Arifin: MENURUT LO? Mahardika: Woles Ipin, aduin yayang Siska nih M.Arifin: Cot Mahardika: uuu yayang Siskaaa Ipin galak nihh M.Arifin: Bacot lu monkey. Btw, Co lo kenape? Nico Anugerah: Gpp. Iseng Mahardika: Nico spik, kangen kan padahal? Uuu emesh ih emesh M.Arifin: Dik, gue jagal lu. Udeh ga marah soal tadi Co? Mahardika: Serem lu ah yg lagi pdktin Siska kang kaos. Mahardika: Emang Nico td marah ama Arip? Mahardika: Jahat dih gue ga dikasih tau T.T Mahardika: Anying kacang mahal M.Arifin: Cot lo lek, urusin aja dulu macan lo noh si Tania Mahardika: Tai ayam lo Rip. Nico terbahak melihat layar ponselnya yang kini di d******i oleh pertengkaran Dika dan Arif yang nonsense. Tetapi Nico sangat menikmatinya. Dengan cepat ia menyantap habis makanan di depannya. Bukan, bukan karena tiba-tiba ia berselera, tetapi karena ingin cepat-cepat berbalas pesan dengan kedua teman rusuhnya. Melepas keheningannya. *** Nico menatap langit-langit kamarnya yang tampak buram karena ia tidak mengenakan kacamatanya. Ponselnya sudah kembali hening karena Arif sudah pamit untuk mengerjakan tugas sedangkan Dika pasti sudah ketiduran karena menghilang begitu saja, seperti biasa. Lagi-lagi Nico kembali diselimuti teman setianya, keheningan. Sekalipun Nico menyetel musik dengan volume super besar yang bisa terdengar tetangga, tetap saja keheningan akan menyelimutinya, jadi Nico memilih untuk membiarkan keheningan menemaninya. Meskipun rasanya, hampa. Nico menghela nafas. Tiba-tiba sebuah notif muncul di ponselnya. Awalnya, Nico kira dari Arif atau Dika, tetapi sebuah nama membuat dahi Nico mengernyit. Ah, cewek ini lagi. Sebuah notif kembali masuk. Dengan segera Nico membukanya, penasaran. Cherry: Hai kak! Cherry: Malem kak Nico berdecak. Cewek ini adalah satu-satunya cewek yang sangat gigih mencoba mencuri perhatiannya dengan cara-cara unik. Mulai dari memberikan bekal. Hadir disetiap latihan futsal dan mendadak jadi pemandu sorak. Lengkap dengan handuk dan botol mineral. Mengiriminya surat berisi quotes tumblr beserta sarapan di kolong mejanya setiap pagi. Selalu berusaha naik bus yang sama dengannya dan turun di halte yang sama juga dengannya meskipun sebenarnya bukan itu tujuannya. Dan, menuliskan puisi cinta yang ditempel di mading khusus untuk Nico. Cewek itu gila dan agak kelewat batas untuk standar naksir bagi seorang Nico. Cewek itu terlalu agresif dan batu. Kenapa batu? Karena semua usaha diatas selalu mendapatkan penolakan mentah-mentah dari Nico dan cewek itu tetap gigih melakukannya. Nico sendiri sudah lelah menolak, sekarang dia hanya bersikap acuh dan bahkan menganggap cewek itu tidak ada. Menunggu sampai suatu saat, cewek itu akan berhenti sendiri karena lelah. Ya, pasti. Semua akan lelah dengan sikap dingin dan ketusnya itu. Iya kan? Nico kembali ke alam sadar saat lagi-lagi ponselnya berbunyi menandakan ada notif masuk. Cherry: Read doang, emang koran? Wkwk. Lagi apa kak? Ganggu ya? Tanpa repot-repot mengetikkan balasan, Nico segera menekan tombol lock dibagian atas iphonenya dan meletakkannya di atas nakas, lalu mencoba tidur dalam keheningan. Namun lagi-lagi sebuah notif membuat Nico membuka matanya terpaksa. Seharusnya Nico mengabaikannya. Dia tau, pasti cewek itu lagi yang mengiriminya pesan. Tetapi entah kenapa Nico justru meraba-raba nakas dan meraih iphonenya hanya untuk membuka pesan cewek itu. Cherry: Lagi sibuk kali ya? Hehe. Yaudah nite kak! Lagi-lagi Nico langsung menlock ponselnya dan meletakkan benda tipis itu diatas dadanya dan kembali memejamkan mata karena firasatnya cewek itu akan mengiriminya pesan lagi walaupun sudah mengirimi pesan yang berisikan penutup. Cewek ini kan lain. Dan benar saja. Sebuah notif kembali masuk, membuat Nico langsung memandang layar ponselnya. Cherry: Kak, bales kek sekali aja. Buat mastiin selama ini line lo tuh aktif apa engga Tidak berselang lama sebuah pesan masuk lagi. Cherry: Gausah deng, buktinya lo sekarang ngeread chat gue wkwkwk. Ok, night yo~~ Dan malam itu Nico sukses tertidur ditemani kebisingan seorang Cherry si anak kelas sepuluh yang perlahan berhasil menggeser paksa posisi keheningan untuk sementara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN