6

2049 Kata
It's funny how we fall in love with the most unexpected person at the most unexpected time. -unknow . . . Jam sudah menunjukkan pukul setengah empat sore ketika Dika keluar dari ruang kelasnya sebagai murid terakhir yang menyelesaikan proses remedial matematika. Anggun salah seorang murid yang dipercayai guru matematika mereka untuk mengawasi jalannya remedial yang dijalani oleh kurang lebih lima belas murid dari lima kelas sudah memasang wajah jutek saat Dika mengumpulkan kertas ulangannya yang ternyata masih banyak kosongnya. Percuma Dika menghabiskan waktu satu jam lebih kalau ternyata tidak hasilnya. Ketika Dika sedang berjalan di koridor keadaan gedung kelas sepuluh sudah lumayan sepi, hanya beberapa murid terlihat berlalu lalang di sekitar lapangan basket yang memang letaknya ada di dekat gedung kelas sepuluh. Saat Dika sedang memperhatikan anak ekskul basket yang sedang latihan tiba-tiba kerah belakang seragamnya ditarik hingga tubuhnya ikut tertarik ke belakang. Kejadiannya sangat cepat, Dika bahkan tidak sempat bereaksi saat tiba-tiba dirinya sudah diseret ke halaman belakang yang sepi dan tubuhnya terpojok di tembok. Baru saja Dika akan bertanya atas apa yang terjadi sebuah bogem mentah melayang ke pipinya membuat Dika hampir tersungkur. "b*****t! Jauhin cewek gue!" teriak si pemberi tinju. Dika mendongak sambil memegangi pipinya yang baru saja kena tinju, dia melihat cowok itu tidak sendirian melainkan ada dua orang lagi cowok yang kini memegangi lengan kiri dan kanan Dika. Dika lalu teringat kata-kata yang tadi diteriakan cowok itu. "Apa kata lo? Cewek lo?" tanya Dika karena tidak mengerti apa yang dimaksud cowok itu. Cowok itu sepertinya semakin tersulut dengan tampak polos Dika dan justru menarik kerah baju Dika sampai tubuhnya sedikit terangkat. Postur cowok itu sendiri jauh lebih besar dari Dika. Tingginya mungkin hampir sama dengan tinggi Nico—yang berarti Dika jauh lebih pendek darinya dan cowok itu juga punya tubuh tegap dengan otot yang mulai terbentuk. Mata Dika dan mata cowok itu bertubrukan. "Gausah pura-pura bego, lo! Lo baru kelas satu! Gausah kebanyakan gaya!" serunya sambil membanting Dika hingga Dika kembali terduduk di lantai. Entah bagaimana nasib bokongnya yang harus mencium lantai dari semen tersebut. "Jauhin Tania! Dia masih cewek gue! Gue sama dia gak pernah bener-bener putus!" teriak cowok itu sambil menunjuk-nunjuk wajah Dika. Mata Dika mengerjap, dahinya mengernyit lalu kemudian senyum miringnya justru muncul dan tentu saja kembali menyulut amarah cowok tadi. "Ngapain senyum-senyum lo, njing?!" seru cowok itu karena senyuman Dika terkesan meledek dan mencari ribut. Dika lalu berdiri sambil membersihkan celananya yang kotor dengan senyum miring yang belum juga luntur dari bibirnya. "cemen lo, masalah cewek doang langsung ngeroyok anak kelas satu." Cowok itu langsung kembali melayangkan tinjuan di pipi Dika, ketika Dika akan melawan dua orang teman cowok itu kembali memegangi lengannya. Tentu saja dari jumlah lawan saja sudah tidak seimbang, apalagi tiga cowok itu badannya hampir sama semua. Tamatlah Dika yang punya badan ceking. "Ngelunjak ya lo?" lalu cowok itu mendorong Dika sampai Dika terjatuh ke belakang. Dika meringis saat bokongnya lagi-lagi mencium lantai. Tetapi meskipun Dika sudah babak belur, cowok itu masih ingin menghajar Dika tapi sebuah derap langkah kaki yang terdengar mendekat membuat salah seorang teman cowok itu menahan tangan cowok itu. "Jangan Van, bahaya kalo ada yang ngeliat!" Cowok itu menghempaskan tangan temannya lalu menatap Dika sinis. Ditunjuknya wajah Dika sambil menatap Dika penuh peringatan. "Lo, inget, gue gak akan main-main sama lo! Gue bukan Cuma bisa ngehajar lo tapi gue juga bisa bikin lo di depak darisini, ngerti?!" lalu cowok itu pun pergi meninggalkan Dika diikuti dua orang temannya. Derap langkah kaki yang semakin mendekat itu akhirnya kini terdengar dari arah kanan Dika. Dan sosok Cherry yang membawa ember ditangannya muncul. Mata Dika dan Cherry sama-sama terbelalak saat melihat satu sama lain. "Lo?!" ucap mereka berbarengan. Dika lalu mengernyit merasakan nyeri di bagian pipinya yang mendadak menjadi samsak cowok yang tidak ia kenal barusan. "aduh—" Cherry lantas semakin melangkah mendekat untuk melihat keadaan Dika. Cherry meletakkan ember di tangannya yang berisi air bekas pel di dekat kakinya lalu ia berjongkok untuk mensejajarkan diri dengan Dika. "Lo kenapa? Kok bisa digebukin?" tanya Cherry sambil melihat wajah lebam Dika. Dika sendiri mengedikkan bahu sambil meringis-ringis merasakan luka lebamnya mulai cenat-cenut. "Gatau, kenal juga kagak!" Cherry lalu mengernyit. "Ga mungkin, palingan gegara cewek! Lo sih sok kegantengan asal embat cewek sana sini!" seru Cherry tiba-tiba emosi. "Ih Cherry, abang Dika lagi kesakitan kok malah diomelin sih." Ucap Dika berusaha bercanda namun wajah Cherry masih menunjukkan tampang kesal. "lo ngapain disini bawa-bawa ember?" tanya Dika bingung karena kehadiran Cherry di halaman belakang sekolah yang sepi. Setau Dika anak-anak sudah pulang sejak tadi kecuali yang ikut ekskul basket dan ekskul kompos hari ini. Dika sendiri anak ekskul basket namun hari ini izin tidak latihan karena harus remedial dan Cherry bukanlah merupakan anak basket. Tidak mungkin kan kalau Cherry ikut ekskul kompos? "Gue lagi dihukum kerja bakti musholla gara-gara tadi pagi telat!" entah kenapa nada bicara Cherry mendadak jadi ketus. Ya memang sepertinya sudah takdir kalau Cherry akan selalu kesal bawaannya jika bersama Dika. Tapi entah kenapa melihat wajah Dika yang bonyok itu bukannya membuat Cherry senang justru merasa khawatir. Lalu Cherry merogoh kantung di rok seragamnya dan mengeluarkan sebuah band-aid atau hansaplast bergambar Cherry merah kecil-kecil yang selalu ia bawa. "Lo ngapain bawa-bawa hansaplast di kantong lo?" tanya Dika saat Cherry mengulurkan hansaplast tersebut kearahnya. Cherry lantas memutar bola matanya. "Udah untung ya gue punya ginian terus mau ngasih elo. Gue emang selalu siap sedia kali." Dika hanya mengangguk-angguk sambil menerima hansaplast tersebut. Lalu tiba-tiba dahinya mengernyit dan lagi-lagi lebam diwajahnya mengantarnya nyeri. "Emang gue luka ya? Maksudnya berdarah git—" Tiba-tiba Cherry sudah maju sangat dekat sehingga wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti saja. Dika bahkan bisa menghirup aroma parfum yang manis seperti permen dari tubuh Cherry membuatnya mendadak kehilangan fungsi sarafnya, Dika bahkan tidak sadar saat tangan lembut Cherry tiba-tiba sudah terulur untuk mengelap darah yang Dika tidak sadari di sudut bibirnya dengan sebuah tissue. "Dik, gue sebagai temen sekelas lo merasa prihatin kalo emang ini gara-gara cewek," ucap Cherry sambil mundur setelah mengelap darah di sudut bibir Dika. Meninggalkan Dika yang masih terpaku menatapnya. Jantung Dika tiba-tiba bergemuruh, entah karena apa tapi Dika yakin itu semua karena Cherry. Aneh, Dika adalah tipe yang terbiasa dikelilingi oleh cewek-cewek. Sejak kecil Dika bahkan punya banyak teman cewek. Lalu saat SMP, meskipun ia mulai bersahabat dekat dengan Arif dan Nico, Dika juga terbiasa gonta-ganti pacar. Tetapi ini baru kali pertama Dika mendadak merasakan perasaan gugup ketika berduaan dengan seorang cewek. Memang sejak awal pertemuan, Dika sadar kalau Cherry menarik dan unik, apalagi saat ia sering terlibat dalam satu kelompok belajar yang sama ia semakin menemuka banyak charm yang tersembunyi dari seorang Cheirilya. Tapi saat ini, gemuruh di d**a Dika tidak berdasar. Cherry tidak melakukan hal unik atau hal aneh yang membuat Dika kagum. Cherry hanya melakukan hel sepele, hal yang juga pasti akan dilakukan oleh petugas PMR kalau Dika pergi ke ruang UKS dengan keadaan babak belur seperti itu. Tetapi entah kenapa rasanya beda. Dika mengerjapkan matanya saat sadar Cherry sudah akan berdiri untuk pergi meninggalkannya. Dan dengan cepat Dika menarik tangan Cherry sehingga cewek itu kembali berjongkok di depannya. Mata mereka saling tatap dan d**a Dika semakin berdetak tak karuan. "Gue—gue mau lebih dari sekedar temen sekelas Cher!" ucap Dika yang sepertinya agak kurang sadar dengan apa yang dikatakannya. Cherry lantas mengernyit. "hah?" Dika lalu sadar kalau ucapannya tadi aneh dan bisa saja Cherry mengira Dika itu hanya menjadikannya korban seperti cewek-cewek lainnya. Apalagi saat ini Dika masih berpacaran dengan Tania. Bisa-bisa Cherry menggamparnya dan tidak mau kenal dengannya lagi. "Maksud gue, sahabat. Bisa ga kita jadi sahabat?" Cherry lalu mengerjapkan matanya, agak kurang mengerti dengan pertanyaan—atau permintaan Dika tersebut. "Apaan deh Dik, kok tiba-tiba?" tanya Cherry tidak bisa menyembunyikan kebingungannya. Apa jangan-jangan kepala Dika kena pukul juga sampe otaknya geser ya? Dika memutar matanya berusaha mencari jawaban yang sesuai dan masuk akal namun ia justru bingung. "ehh ya—ya gapapa dong gue mau jadi sahabat lo masa gaboleh?" Cherry lalu melepaskan tangan Dika yang sejak tadi memegangi tangannya. "Heh, gaje deh lo. Lagian persahabatan itu bukan kayak hubungan pacaran yang bisa diminta kayak gitu. Persahabatan itu muncul gitu aja, alami. Udah deh lo ke UKS gih minta obat, kejedot kali lo barusan!" ucap Cherry sambil berdiri dan berlalu meninggalkan Dika yang terdiam sambil menenteng embernya kembali. *** Nico baru selesai dengan ekskul futsalnya saat dirinya bertemu Arif di koridor menuju ke ruang OSIS. Ternyata Arif juga masih di sekolah karena harus ikut rapat OSIS. "Co, baru kelar?" tanya Arif sambil menghampiri Nico yang sedang meneguk air mineral. Nico hanya mengangguk sebagai balasan. Tubuhnya terbalut kaus putih polos yang sudah agak basah oleh keringat, dibahunya tersampir seragam basket SMA Bakti Siswa. Dengan pakaian seperti ini tubuh Nico terlihat sangat atletis. "Ajigile, Senin ikut rohis, Selasa Kamis ikut futsal, Rabu Jumat ikut basket, Sabtu bimbel. Apa gak ngedrop apa tuh batere lo?" tanya Arif sambil berdecak kagum dengan keaktifan sohibnya tersebut. Walaupun Nico merupakan sosok dingin dan jarang bicara juga kurang mudah akrab dengan orang baru, tetapi Nico merupakan siswa yang aktif mengikuti kegiatan ekskul. Prestasinya di bidang olahraga pun bisa dibilang bagus, terbukti dengan dirinya yang sering menjadi perwakilan sekolah untuk ikut pertandingan antar sekolah. Meskipun sebenarnya Arif tau alasan dibalik Nico aktif dalam berbagai kegiatan itu bukan hanya semata karena Nico memang menyukai hal-hal tersebut, melainkan untuk membunuh waktunya yang lebih banyak ditemani kesepian. "Karena gue aktif gue jadi sehat." "Yee nyindir! Eh iya, tadi gue juga ketemu Dika sebelum rapat. Dia katanya ada remed, gatau deh sekarang udah balik apa belom tu anak, lo bareng dia aja," ucap Arif teringat pertemuan singkatnya dengan Dika barusan di koridor. Kebetulan hari ini Jumat, biasanya malam ini Nico dan Dika akan datang ke rumah Arif untuk menginap. Besoknya di rumah Nico dan Minggunya di rumah Dika. Dika tidak pernah mau kebagian jatah jika hari Sabtu, karena kalau ia dia tidak punya alasan untuk jalan sampai malam untuk pergi sama pacarnya. Karena itu, dengan menginap di rumah Nico bisa menjadi alasan Dika untuk pergi pacaran sampai malam. Biasanya Dika baru sampai ke rumah Nico jam sepuluh atau bahkan kadang jam setengah dua belas malam. Nico dan Arif selalu mengancam Dika, kalau cowok itu pulang lebih dari jam 12 keduanya tidak akan membukakan pintu untuk Dika. Memang terkadang Nico dan Arif bersikap selayaknya kakak untuk Dika yang setahun lebih muda dari mereka. "Ga, gue mau balik dulu ke rumah naro baju. Lo kalo udah di rumah line gue aja," kata Nico sambil melempar botol mineralnya ke tong sampah terdekat. Arif hanya mengangguk mengiyakan. Lalu ia merasakan Nico menepuk sekilas bahunya dan berlalu kembali menuju lapangan. Mungkin untuk mengambil ranselnya yang dtinggal di kursi penonton. Nico berjalan ke arah salah satu kursi yang menjadi kursi tribun paling bawah untuk menonton pertandingan basket. Ia melirik kursi teratas tribune yang biasanya ditempati beberapa anak yang biasanya cewek-cewek untuk menonton anak basket latihan. Maklum, kebanyakan anggota basket adalah cowok-cowok yang emang punya tampang dan badan bagus. Tidak heran banyak cewek-cewek yang rela jadi pemandu sorak dadakan setiap jadwal ekskul basket. Padahal jelas-jelas ekskul cheerleader latihannya di aula serbaguna, bukannya di lapangan basket outdoor. Namun tidak seperti hari biasanya, Nico merasakan perbedaan hari ini. Nico tidak mendengar suara yang belakangan ini mulai terbiasa ia dengar. Iya, suara Cherry. Bahkan hari ini cewek itu terkesan absen dari pandangan Nico. Tadi pagi Nico tidak lagi menemukan sarapan yang ditinggalkan cewek itu beserta quotes tumblrnya, Nico tidak lagi direcoki dengan kehadiran cewek itu dengan kotak bekalnya saat makan di kantin dan Nico tidak lagi menemuka cewek itu di bangku teratas tribune. Nico langsung menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan pikirannya terkait Cherry. Untuk apa ia memikirkan cewek yang cerewet dan agresif itu? Nico menghela nafas lalu meraih tasnya dan menjejalkan seragam basketnya secara asal kesana lalu memakai tas itu dipunggungnya. Setelah berpamitan kepada pelatih basket dan beberapa teman ekskulnya yang lain Nico segera pergi ke gerbang untuk pulang. Hari ini Nico merasa sangat letih dan memutuskan untuk pulang naik taksi. Nico bertekad sampai rumah nanti akan berdiri di bawah pancuran shower untuk menghilangkan kepenatannya seharian ini. Aneh, padahal akhir-akhir ini Nico jarang merasakan penat lagi, tetapi entah mengapa hari ini tiba-tiba ia merasa harinya terasa...berat? Masa iya, hari seorang Nico tiba-tiba menjadi berat hanya karena ketidak hadiran seorang cewek yang bahkan tidak ia kenal dengan baik. Mustahil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN