Tidak seperti biasanya, pagi-pagi sekali Dika sudah terbangun. Diliriknya Nico dan Arif yang tidur di sebelah kiri dan kanannya masih nampak lelap.
Dika lantas menggaruk-garuk kepalanya—kebiasaannya saat bangun tidur. Ia menatap jam di dinding kamar Arif yang menunjukkan pukul enam lewat lima belas. Dika lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas karpet beserta joystick ps milik Arif. Mungkin ia lupa memindahkannya semalam.
Ketika Dika menekan tombol lock di bagian sisi ponselnya, layar ponselnya langsung menampilkan beberapa notifikasi yang kebanyakan dari Line yang masuk setelah Dika tidur semalam.
Setelah membalas line dari Bundanya yang mengabarkan kalau hari ini Bunda, Ayah dan Rina—adiknya—akan pergi ke rumah eyang di Bogor, Dika membuka lagi line dari beberapa orang—cewek.
Natania A: Sayang, besok jam 7 jemput ya :*
Andien Nareswari: Krik bgt lo Dik, haha. Auk ah gue ngantuk nih
Andien Nareswari: Ih sial ketiduran deh pasti ni anak. Yaudah, night Dik ;)
Anisa Risky: Sorry baru bales. Knp Dik?
Cherry: Dika, luka lo kalo masih bengkak dikompres pake es.
Dika tersenyum melihat pesan dari Cherry. Tangannya lalu menyentuh hansaplast bergambar buah ceri yang melekat di sudut bibirnya. Ingatan tentang bagaimana Cherry membersihkan darah yang ada disana tiba-tiba menelusup kembali. Mau tak mau Dika menyunggingkan senyum. Lalu tangannya langsung kembali beralih ke layar ponselnya dan mengetikan pesan untuk orang yang pagi ini sudah mampir di pikirannya.
***
Nico bangun saat jam hampir menunjukkan pukul delapan. Dilihatnya Arif sedang duduk di tepi kasur sedangkan Dika sudah selesai mandi.
"Lek, lo udah mandi?" tanya Arif pada Dika yang kini sedang memakai baju. Sepertinya Arif juga baru bangun beberapa menit yang lalu.
Dika lalu menoleh dan menatap kedua sahabatnya yang masih berwajah bantal. "Yoi!" jawabnya diiringi cengiran.
Nico menatap Dika aneh. Biasanya Dika adalah orang yang bangun paling siang dan paling siang juga mandinya. Karena itu pemandangan ini sungguh aneh dimata Nico maupun Arif.
"Lo mau kemana emang?" kini giliran Nico bertanya sambil memakai kacamatanya.
Arif yang tidak menyadari kalau Nico sudah terbangun langsung menoleh ke arahnya.
Dika lalu memasang senyuman sok misterius. "Jalan lah, sama cewek. Berasa maho gue maen ama lo berdua mulu!"
Dan sebuah lemparan bantal sukses mendarat di kepala Dika. Bukannya mengaduh Dika justru terbahak sambil kembali melempar benda tersebut ke arah kasur.
"Gegayaan lo, lek! Urusin dulu tuh bonyok lo!" kata Arif sewot.
"Lo kapan tobatnya sih Dik, udah bonyok gitu juga."
Kalimat super judes dan dingin itu tentu saja keluarnya dari Nico.
Dika lalu memasang cengiran favoritenya, yang katanya bisa bikin bidadari lupa diri. Mungkin Dika lupa kalau yang bisa bikin bidadari lupa diri itu Cuma sebuah parfum cowok.
"Bodo ah. Lagian ya mana gue tau kalau si Tania masih sama pacarnya. Lagian pacarnya tuh siapa sih gue ga kenal tau!" ujar Dika sambil duduk diatas kursi yang biasa Arif gunakan untuk main komputer lalu memakai kaus kaki.
Arif berdecak. "Ya emang dasar lonya aja cuek bebek sama sekitar. Pacarnya Tania tuh Ervan, anak 11 IPS 1, pentolannya anak kelas 11. Tajir juga sama kayak Tania," terangnya.
Dika lantas mengernyit. "Si Tania emang doyannya ama brondong kali ya pacarannya ama juniornya mulu," kata Dika sambil terkekeh.
"Putusin mending sebelum lo kena masalah lagi," saran Nico.
Dika lalu menghela nafas. "Gila kali lo baru juga tiga hari jadian."
Nico lalu berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi sambil bergumam. "Serah lo deh."
***
Cherry mengeluh saat merasakan tubuhnya diguncang. Matanya masih terpejam rapat menandakan Cherry masih di alam bawah sadarnya, menikmati tidur nyenyaknya. Namun ketika frekuensi guncangan semakin kencang mau tidak mau Cherry membuka matanya dengan paksa.
"Apaansih!! Masih ngantuuuuk" keluhnya sambil mengucek matanya.
Dilihatnya sang Mama lah yang sejak tadi menganggu tidurnya.
"Ma, kan perjanjiannya kalau Sabtu bangunnya terserah!" kata Cherry sambil menggeliatkan tubuhnya yang kaku sehabis tidur. Tetapi setelahnya Cherry kembali merebahkan tubuhnya dan menarik selimut untuk menutupi wajahnya.
"Ih ya itu tapi ada temen kamu di bawah!" kata sang Mama sambil menarik lagi selimut Cherry membuat cewek itu sontak membuka lagi matanya yang sudah kembali terpejam.
"Hah? Temen? Siapa?" tanya Cherry terkejut. Ya soalnya dia merasa hari ini tidak punya janji dengan siapa-siapa.
"Ituu yang suka belajar bareng disini." Kata sang Mama yang lupa menanyakan siapa nama teman Cherry tersebut,tetapi wajah anak itu memang sudah sering ia lihat datang ke rumahnya untuk belajar bersama dengan Cherry.
"Dimitri?"
"Bukan."
"Emi?"
"Bukan, cowok!"
"Hah? Dika?" tanya Cherry yang sepenuhnya sudah sadar dari kantuknya.
Sang Mama mengangguk. "Nah iya, Dika. Iya tuh dia udah nyamper dari setengah jam yang lalu tapi kamunya gak bangun-bangun!" kata sang Mama sambil beranjak bangkit dari posisi duduknya di sisi tempat tidur Cherry.
Cewek berambut lurus itu lantas menggaruk kepalanya. "Lah ngapain Dika kesini?"
Sang Mama memutar matanya. "Ya mana mama tau. Gih mandi, mau diajak jalan kali!" kata Mama asal membuat Cherry lantas mendelik.
"Apaansi Ma!" protes Cherry tidak suka dengan kata-kata mamanya.
"Ya emang kenapa coba kalo jalan, udah SMA mah udah boleh jalan sama cowok asal tau batasan aja."
"Mama!"
"Hahaha, yaudah buruan mandi!" ucap sang Mama sambil menutup pintu kamar.
Cherry lantas meraih iphone putihnya yang tergeletak di atas nakas. Ia kaget saat melihat ponselnya sudah dibanjiri notifikasi line dari Dika sejak jam enam pagi. Dan sekarang sudah jam setengah sepuluh.
Mahardika: Cherr
Mahardika: P
Mahardika: P
Mahardika: P
Mahardika: Wey bangun kek!
Mahardika: Cher, jalan yuk!
Mahardika: Gak respon berarti iya.
Mahardika: Bodo. Gue jemput jam sembilan.
Mahardika: Gue udah kelar mandi nih. Bentar lg otw. Siap2 lo!
Mahardika: Otw
Cherry menggeram. Dika itu selalu seenaknya. Gimana kalau Cherry lagi tidak ada dirumah atau sejenisnya? Lagian mau pergi kemana juga jalan jam segini. Kalau buat lari pagi kesiangan, kalau buat jalan-jalan ke mall juga kepagian.
Cherry lantas mengetikkan sebuah pesan line untuk cowok yang sekarang pasti sedang duduk manis di ruang tamunya tersebut.
Cherry: t***l.
***
Dika dan Cherry keluar dari bioskop sekitar jam tiga. Setelah menghabiskan waktu di toko buku dan game station selama dua jam, akhirnya keduanya memilih menonton film. Karena sebelum berangkat keduanya sudah makan di rumah Cherry, maka mereka melewatkan acara makan siang dan lebih memilih untuk menonton terlebih dahulu. Maka saat keluar dari bioskop, perut keduanya sudah keroncongan minta diisi.
Dan disinilah Dika dan Cherry berada, di salah satu cafe yang sedang hits di kalangan anak muda dengan menu martabak beraneka topping. Di hadapan Dika dan Cherry sendiri sudah ada sebuah martabak 8 topping tersaji dengan dua gelas ice lemon tea. Keduanya menatap martabak di depan mereka dengan tatapan lapar.
"Aduh, ngeliatnya aja udah bikin air liur gue netes," ucap Cherry sambil mengabadikan gambar martabak tersebut dan mengunggahnya di akun sosial medianya.
Dika terkekeh. "Kan abang Dika udah bilang, kalau jalan sama abang perut pasti kenyang!"
Cherry memincingkan matanya menatap Dika. "Plis deh Dik, lo kan sama gue seumur! Jangan sebut abang-abang gitu, kesannya kayak apaan aja."
Dika selalu senang melihat wajah imut Cherry menampilkan berbagai macam ekspresi. Cewek itu memang ekspresif, apa yang ia rasakan atau katakan akan tercetak di wajahnya dengan sangat jelas. Dan hal itu justru sangat menarik dimata Dika.
"Dik," panggil Cherry membuat Dika tersadar dari keterpakuannya pada cewek itu.
Dika langsung memasang wajah tengilnya seperti biasa. "oit?" jawabnya atas panggilan Cherry.
Cherry lantas nyengir sambil menunjuk martabaknya. "gue makan yang toppingnya matcha,nutella sama keju ya?" pertanyaan Cherry lantas membuahkan rasa gemas sendiri untuk Dika. Tangannya refleks terulur untuk mengacak rambut cewek itu sambil terkekeh. "Gitu aja pake bilang."
Ohiya, hebatnya, setelah menghabiskan waktu seharian ini keduanya mendadak menjadi teman akrab. Baik Cherry dan Dika tiba-tiba merasa kalau mereka sudah sangat akrab seperti itu sejak lama. Padahal ini baru kedua kalinya mereka pergi ke mall berdua—yang pertama adalah saat mereka ke gramedia untuk membeli bahan kerja kelompok.
Mendadak sikap Cherry yang selalu emosi jika berada dekat dengan Dika menguap entah kemana. Yah, mungkin karena hari ini dia bisa melihat sosok Dika yang lain dan tidak menyebalkan.
Cherry sudah memakan tiga potong martabaknya dan isi gelasnya sudah hampir habis, sedangkan Dika baru memakan sepotong saja dan cowok itu lebih memilih menghisap rokoknya.
"Dik, udahan kenapa ngerokoknya," tukas Cherry sambil melap jari tangannya yang belepotan cokelat dengan tissue.
Dika melirik Cherry sambil mengangkat sebelah alisnya. "Kan asepnya gak kena ke elo Cher," jawab Dika setelah menghembuskan asap rokoknya ke arah jendela cafe yang terbuka di sampingnya.
Cherry merengut. "Lo udah ngabisin tiga batang, mulut lo emang gak pegel?" tanya Cherry sinis.
Dika terkekeh lalu tanpa menggubris Cherry dia justru menghisap lagi batang rokoknya membuat bibir Cherry semakin mencebik lucu. "Udah kebiasaan," jawab Dika sambil tersenyum.
Cherry menghela nafas. "Dulu, waktu lo bukan siapa-siapa gue, gue gak akan perduli Dik kalaupun lo mau ngabisin sebungkus rokok. Tapi sekarang engga bisa," ucapan Cherry sukses membuat sesuatu mengetuk hati Dika, hanya ketukan ringan memang tetapi efeknya dasyat. Buktinya tanpa babibu Dika langsung mematikan rokoknya di atas asbak yang memang tersedia di atas meja mereka.
"E—emang, sekarang lo nganggep gue apa Cherr?"
Cherry yang sudah bersiap untuk menyuap sepotong martabak lagi berhenti sejenak sambil menatap Dika dengan alis terangkat sebelah, lalu ia melanjutkan kegiatannya menyantap martabak. "Sa-ha-bat?" ucap Cherry ragu-ragu.
Entah kenapa, walaupun Dika senang Cherry menganggapnya lebih dari sekedar teman—karena sahabat lebih dekat daripada teman—tetapi ada rasa yang menohok Dika saat fakta kalau Cherry tidak memandangnya sebagai laki-laki. Walaupun tidak menutup kemungkinan kalau sepasang sahabat bisa berubah menjadi sepasang kekasih, tetapi Dika merasakan perasaan nyeri itu, meski Cuma sedikit.
Dika tersenyum. Senyuman fake. Tapi untungnya Cherry tidak terlalu peka dengan senyum palsu Dika karena cowok itu juga sangat pintar mengatur ekspresinya.
"Yah Cherry, abangkan ngarepnya jadi pacar Cherry," ujar Dika bercanda.
Tidak sepenuhnya bercanda, sih.
Membuat Cherry mengernyit jijik. "Gue getok lo Dik, ogah gue entar diamuk kak Tania" ancamnya sambil mengacungkan garpu yang tergeletak di meja tak tersentuh karena Cherry maupun Dika memilih menikmati martabak mereka dengan tangan langsung.
Dika hanya tertawa menanggapi ucapan Cherry tersebut.
Cherry memandang sekilas jam tangan baby-Gnya yang menunjukkan pukul setengah empat sore. "Gabut banget gak sih kita makan martabak sore-sore?" tanya Cherry sambil menyedot habis isi gelasnya.
Dika yang sedang melahap martabak ke empatnya menatap Cherry dengan kernyitan. "Lah emang makan martabak ada aturan jamnya kayak minum obat?" tanya Dika dengan mulut belepotan cokelat.
Cherry mendengus dan melemparkan selembar tissue ke wajah Dika. "Jorok ewh!"
Dika hanya cengengesan sambil melap asal mulutnya. Cherry lalu bertopang dagu sambil memajukan tubuhnya lebih dekat tanpa sadar membuat Dika dag dig dug sendiri.
"Ya enggak, tapi biasanya kan makan martabak itu malem-malem," tutur Cherry dengan wajah polos membuat Dika menahan mati-matian untuk tidak mencubit pipi Cherry atau sekedar mengacak rambut cewek itu.
"Bilang aja lo mau malem mingguan sama gue Cherr!" goda Dika membuat Cherry menoyor kepalanya. "Ngarep!" dan hal itu justru membuat Dika tergelak.
"Yaudah sih gapapa, lagian malem mingguan sama sahabat gak ada salahnya!"
Nyut. Mendadak rasa ngilu itu terasa lagi di hati Dika. Padahal kata-kata tersebut bahkan keluar dari mulutnya sendiri. Dika jadi merasa munafik. Yakin lo gak apa-apa nyet? Lo aja baper.