Pagi itu udara masih dingin ketika sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah orang tua Celine. Frans turun dengan wajah penuh kegelisahan. Matanya gelap karena kurang tidur, rambutnya acak-acakan, tanda ia tidak tidur semalaman. Di tangannya ia membawa sebuah tas kecil berisi beberapa barang yang terburu-buru ia siapkan, entah apa maksudnya. Langkah kakinya berat, tapi tekadnya sudah bulat—dia harus menemui Celine, apa pun risikonya. Di ruang tamu, Mama dan Papa Celine sedang duduk sambil menyeruput teh hangat. Mereka saling berpandangan ketika suara ketukan pintu terdengar. Mama bangkit, membuka pintu, dan mendapati Frans berdiri di sana dengan wajah kusut. “Frans?” suara Mama tercekat, antara kaget dan bingung. “Ma… saya minta izin ketemu Celine,” ucap Frans lirih, menunduk dalam-dal