Kabut pagi masih menyelimuti kota ketika taksi yang ditumpangi Saskia meluncur pelahan meninggalkan vila. Di balik kaca jendela, matanya yang sembab menatap setiap jalan yang dilewati—jalan-jalan yang dulu sering ia lalui bersama Geo. Dada Saskia terasa sesak, seperti dihimpit beban yang tak terlihat. Setiap hembusan napasnya terasa berat, seakan ada tangan tak kasat mata mencekik lehernya. Ia meremas hasil USG di dalam tas, merasakan kertas itu sebagai satu-satunya pegangan di tengah dunia yang tiba-tiba terasa goyah. "Kita harus kuat, Nak," bisiknya lirih sambil menatap pemandangan kota yang perlahan mulai aktif. Tapi air mata tak bisa dibohongi. Butiran bening itu mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat. Ia mengingat senyum Geo yang langka, kehangatan pelukannya di malam-malam d

