Keesokan harinya, Dyan dan Virly kembali ke Jakarta. Kejadian tadi malam telah membuat sikap keluarga Dylan berubah drastis padanya, begitu dingin. Seakan dia tidak di inginkan lagi. Untung ada Dylan di sampingnya, menguatkannya, dan tidak sepenuhnya merasa tidak di inginkan. “Kami pergi dulu” Ucap Dylan. Virly tidak berani berucap, hanya air matanya yang terus mengalir begitu deras. Ia terlalu takut, bahkan untuk berpamitan atau mengangkat kepala, menatap keluarga Dylan satu persatu. Bahkan Angel saja tidak mau melihat kepergian mereka, ia tidak menampakkan dirinya di rumah itu. Virly sudah mencarinya sejak pagi, ia ingin meluruskannya pada gadis itu, gadis yang sudah di anggap sebagai saudaranya, adiknya. Setelah Dylan dan Virly masuk ke