Sakitnya tuh disini di dalam hatiku
Sakitnya tuh di sini melihat kamu selingkuh
Sakitnya tuh di sini pas kena hatiku
Sakitnya tuh di sini kamu menduakan aku
Sakit… Sakit…. Sakitnya tuh di sini
Sakit… Sakit…. Sakitnya tuh di sini
Lirik lagu dangdut cita citata menggema di seluruh ruangan rumah Dylan, Angel dan Virly gila-gilaan karaokean di dalam kamar mereka. Kalau suara mereka merdu masih bisa di maklumi. Tapi masalahnya suara keduanya sama saja, sama-sama cempreng, membuat telinga semakin teriris.
Benar kata pepatah,
“Pada siapa kita bergaul, maka kita akan serupa dengan orang tersebut”
Jika kita bergaul dengan orang gila, maka kita akan ikutan gila, jika kita berteman dengan orang baik maka kita akan berubah jadi orang baik, dan jika kita bergaul pada penjual minyak wangi maka kita akan keciprat wanginya.
Seperti itu juga yang di rasakan oleh Virly, ia bergaul dengan Agel, remaja yang masih heboh. Sekarang ia ikutan heboh, bernyanyi dan bergoyang di dalam kamar. Tidak menghiraukan kehebohan yang mereka ciptakan.
“Apa yang mereka lakukan di rumahku, kenapa aku harus tinggakl dengan orang-orang sinting. Dasar bocah-bocah tengik” Batin Dylan. Ia menutupi telinganya dengan bantal, untuk menghindari suara keras yang memasuki gendang telinganya.
Tetapi usahanya sia-sia, suara dari kamar sebelah masih saja memenuhi gendang telinganya. Ia kemudian melirik jam weker di nakas.
“Gila, udah jam 10 lebih masih saja nyetel musik kenceng,ngga punya etika banget tuh dua bocah tengik” Batinnya semakin geram.
Ia kemudian beranjak dari tempat tidur dan mengetuk kamar sebelah. Tidak ada jawaban, pintunya di kunci dari dalam. Ia semakin kesal, lalu berbalik ke dalam kamarnya.
Dylan membuka pintu kamar Virly dan Angel menggunakan kunci cadangan yang baru saja di ambilnya dari kamarnya.
“Kalian…..!!!! Apa kalianngga tau ini sudah jam berapa…??” Dylan mematikan musik dan memasang wajah menyeramkan pada kedua gadis itu
“Apa kalianngga punya kerjaan..? Kamu, Virly, belajar. Sekarang bukan waktunya main-main, cepat buka bukumu. Kamu juga, Angel, tidur” Dylan menunjuk mereka satu-satu. Keduanya langsung menunduk, takut pada Dylan.
“Om, ini kan masih jam sepuluh lewat, bentar lagi, ya. Kita masih pengen nyanyi” Bujuk Angel, Virly mengangguk.
“Tau nih, kayakngga pernah muda aja nih om om” Cibir Virly
“Nggak bisa, kalau kalian pengen nyanyi, pergi dari rumahku, kalian cari tempat lain. Dasar bocah-bocah tengik,ngga ada sopan santun” Ucap Dylan kasar. Angel dan Virly langsung lemas
“Om, kok kasar banget sih”
“Bagaimana omngga kasar..?! Kalian telah membuat kekacauan di rumahku, kalian telah mengusik ketenangan tuan rumah.ngga ada alasan lain, cepat, tidur” Dylan semakin meninggikan suara
“Ia, om”
“Ia”
Setelah keduanya mengiyakan perintah Dylan, akhirnya laki-laki itu keluar dan kembali ke kamarnya. Saat ia hendak memejamkan mata, kembali ia mendengar musik, kali ini tidak sekencang yang tadi.
“Tuhan…! Apa salahku” Batinnya
Semakin lama semakin kencang juga voelume suara musik di rumah Dylan, Virly dan Angel semakin menjadi-jadi, bahkan malam sudah semakin larut. Dylan sudah malas keluar dari kamarnya, malas memarahi kedua gadis itu. Mereka tidak akan mendengarnya, mereka sama saja, sama-sama keras kepala.
“Mungkin besok aku harus membuat kedap suara di kamar mereka” Batin Dylan, dia kemudian menutupi tubuhnya dengan beberapa batal. Pasrah dengan suara kebisingan yang di ciptakan tetanggak dan keponakannya.
Mona sedang menatap bintang di langit. Ia tidak bisa memejamkan matanya, sehinggak ia keluar rumah, menikmati angin malam.
Tanpa sepengetahuannya, beberapa gulir air matanya jatuh bebas, membasahi pipinya, ia mengingat Dylan, laki-laki yang masih di cintainya.
“Na, ada apa..? Kok masih di luar, sih” Senyum ibu Mona mengembang, ia kemudian menghampiri putri sulungnya “Kamu lagi ada masalah, ya. Cerita dong sama ibu” Mona buru-buru mengusap wajahnya, mengeringkan wajahnya dari air mata
“Nggak apa-apa bu, Monangga ada masalah kok” Ucap Mona memaksa senyum di depan ibunya.
“Nggak ada masalah kok, sampai nangis gitu, ayo, ceritain ke ibu, mana tau ibu bisa bantu” Ibu mona memeluk erat putrinya
“Bu” Kembali Mona terisak
“Cerita sama ibu, Na” Ibu mona mengelus pipi Mona, menyalurkan kehangatan pada putrinya melalui usapan tangannya
“Mona sama Dylan udah putus, bu. Mona udah jahat sama Dylan, Mona egois” Ibu Mona langsung kaget, tetapi ia berusaha menetralisir suaranya di depan Mona
“Kenapa, Na..? Kalianngga cocok lagi ? Kamu berbuat jahat apa sama nak Dylan” Tanya ibu Mona
“Beberapa hari yang lalu, Dylan melamar Mona, tapi Mona nolak lamaran Dylan bu” Jawab Mona lirih, disertai air mata yang semakin deras
“Loh, kenapa Na..? Bukankah kamu juga mencintai Dylan..? Kenapa kamu menolak lamarannya..?”
“Mona… Mona belum pengen nikah sekarang bu, Mona udah janji pada almarhum ayah dan pada diri Mona sendiri, Mona akan menikah kalau sudah bisa membahagiakan ibu, membeli ibu rumah dan menyekolahkan adik-adik hinggak perguruan tinggi” Tambah Monaa
“Mona.. Sayang. Kenapa kamu mengorbankan kebahagiaanmu sendiri, demi ibu dan adik-adikmu..?? Ibu sudah bahagia, kamungga perlu mengorbankan perasaanmu, kebahagiaanmu, Na” Ucap ibu Mona lirih, setitik air mata jatuh dari pelupuk mata membasahi wajah ibu Mona yang sudah tidak kencang lagi.
“Nggak bu, Monangga mau melanggakr janji Mona” Elak Mona
“Mona, sayang, kamu jangan seperti itu, itungga baik. Selama ini ibu dan adik-adikmu sudah bahagia karena ada kamu di tengah-tengah kami. Sudah cukup pengorbananmu selama ini, sudah saatnya kamu memikirkan kebahagianmu sendiri”
“Bagaimana ibu bisa bahagia..? Aku belum bisa membelikan ibu rumah, selama ini kita tinggakl di sini, rumah kontrakan yang kecil ini, jauh dari keramaian kota, adik-adik juga masih belia bu, mereka belum menamatkan pendidikan di sekolah SMA”
“Mona, sayang. Ibu ngerti niat baik kamu, tapi kamu jangan memaksakan diri, biarpun ibu tinggakl selamanya di rumah kontrakan ini, ibu sudah senang, ibu sudah bahagia, sayang. Ibu akan lebih bahagia lagi jika kamu juga bahagia, menikah dengan laki-laki yang kamu cintai dan memiliki anak. Bukan harta berlimpah yang membuat ibu bahagia, seorang ibu akan bahagia jika melihat anak-anaknya bahagia”
“Tapi Mona belum siap meninggaklkan ibu dan adik-adik, Mona belum siap membagi waktu Mona, Mona masih ingin membuat adik-adik Mona menyelesaikan sekolah, bu. Monangga mau menyulitkan suami Mona nanti, hanya karena kita berasal dari kelaurga miskin, Monangga mau menambah bebannya nanti bu”
“Sayang….!”
“Bu, Monangga apa-apa, sebelum Mona menolak lamaran Dylan, Mona sudah memikirkannya dengan matang bu, biarkan Mona menjaga ibu dan adik-adik”
“Mona, sayang”
“Nggak apa-apa, bu. Kalau Mona dan Dylan berjodoh, kami akan di satukan kembali suatu saat nanti” Mona meyakinkan kembali ibunya
“Semoga saja kalian berjodoh, ibu akan selalu berdoa untuk kebahagiaan kamu” Ibu mona mengeratkan pelukannya, mendukung keputusan yang telah di tetapkan putri sulungnya
“Terima kasih ya bu, ibu adalah sumber kekuatan Mona”
“Ia sayang, ayo masuk nak, udah malam, nanti kamu masuk angin” Ibu Mona menuntun putrinya masuk kedalam rumah
***
Jakarta, 02 Juli 2020