Ashana menemui Sabrina di ruang kerjanya, dia mengecek quartal pendapatan seperti biasa, sambil bersandar di sofa putih yang terasa sangat nyaman. Punggungnya terasa ringkih belakangan. Dia menyesali menjadi tua, wajah mungkin bisa membohongi, namun tidak dengan tulang-tulang penyangga tubuhnya. Sabrina memicingkan mata sambil menelengkan kepalanya, memandang perut Ashana yang membuncit. Dia membandingkan dengan perutnya sendiri. Lalu dia menggelembungkan mulut, mencoba menahan napas dengan otot perut. Tidak bisa! Dia tak bisa menahan napas selama itu. Sementara Ashana masih tampak serius memperhatikan dokumen yang sudah diprint oleh Sabrina. “Kamu sudah berapa lama enggak pup?” tunjuk Sabrina ke arah perut Ashana. Wanita yang ditanya itu pun melengos dengan wajah sebal. “Ini akiba