Grace

983 Kata
Alley menatap manik mata hitam Arlen. "Aku tunanganmu sejak dulu? Kapan?" Mata Arlen menyiratkan kerinduan, kesedihan dan juga kegelapan. Pikirannya melayang pada masa lalu yang bahagia bersama seseorang yang bernama Grace dalam rupa seorang Alley. "Kau... Kau adalah Grace milikku. Namamu yang sebenarnya adalah Grace. Bukan Cattaleya." ucap Arlen dan semakin membuat Alley tidak mengerti apa yang dibicarakan Arlen padanya. "Hah? Yang benar saja... Namaku adalah Cattaleya dan panggilanku adalah Alley! Aku baru saja mengenalmu, Arlen! Jangan mengada-ada!" Alley menjauhi Arlen dengan melangkah mundur satu langkah. "Kalau begitu, aku ingin bertanya padamu... Apa kamu ingat masa remajamu saat SMA?" Deg. Pertanyaan Arlen menohok jantung Alley. Jujur saja, Alley tidak ingat apapun tentang masa kecilnya, remajanya, dia hanya mengingat kejadian setelah Ibunya meninggal karena sakit. Itu pun dia tidak begitu ingat soal kematian Ibunya yang sakit. "Kau tidak mau menjawab atau tidak bisa menjawabku, Alley?" tanya Arlen menyipitkan matanya. "Itu bukan urusanmu!" "Kau adalah tunanganku. Segala yang ada padamu adalah urusanku! Kau pasti hanya mengingat masa-masa dimana Ibumu baru saja meninggal kan?" Dia tahu? Alley hanya memilih diam. Dia hanya menatap mata Arlen sekilas lalu melempar pandangan matanya ke arah lain. "Bagaimana kau tahu?" "Sudah kubilang, kau adalah tunanganku. Tentu saja aku tahu semua tentang calon istriku." . . . . . Gracella Vienna Adwipurnama- wanita yang akhirnya bisa terikat dengan Arlen sebagai seorang tunangannya, sedang sangat berbahagia melihat cincin yang disematkan di jari manis kirinya oleh Arlen pada hari kemarin. Wajahnya selalu berseri-seri mengingat pertunangannya semalam dengan Arlen yang sudah berpacaran dengannya selama 3 tahun ini. "Ayah tetap tidak suka kamu bertunangan dengan Arlen." tegas sang Ayah- Rieffan Adwipurnama yang menentang keras pertunangan putri semata wayangnya dengan Arlen. "Papa... Jangan begitu... Kami sudah bertunangan, tolong restui pernikahan kami nanti." lirih Grace yang menatap sedih ayahnya. "Grace, kenapa kamu harus memilih Arlen sebagai pasangan hidupmu? Kamu tahu kalau dia itu seorang pembunuh. Dia telah membunuh-" "PAPA! Arlen tidak membunuh siapapun! Itu kecelakaan!" "Sadar, Alley! Dia sudah membunuh Kakakmu sendiri! Jika dia tidak memiliki musuh-" "Papa! Hentikan! Kak Matthew meninggal karena kecelakaan! Aku tahu penyebabnya adalah seseorang yang membenci Arlen, tapi di malam itu Arlen murni tidak tahu kalau mobil itu sudah di sabotase! Jika Arlen tahu, dia juga tidak akan meminjamkan mobil itu pada Kak Matt!" "Papa hanya tidak ingin kehilangan kamu, Grace! Papa tidak mau kehilangan siapapun lagi! Mamamu sudah sakit-sakitan semenjak Kakakmu itu meninggal. Papa tidak mau juga kehilangan kamu, Grace... Dunia Arlen sangat jauh berbeda dengan dunia kita. Jauhi dia..." "Aku mencintainya Pa. Aku tidak mau jauh darinya." Grace hanya mendesah lesu. "Grace! Kau yang akan menderita nantinya. Aku tidak mau kau akan sengsara karena hubunganmu dengan Arlen. Kita ini hanya pengusahan biasa sedangkan Arlen-" "Papa! Cukup! Aku mohon..." * "Ada apa Grace? Wajahmu sangat menyeramkan jika ditekuk seperti itu..." goda Arlen pada tunangannya yang terlihat sedang marah. "Papa... dia masih tidak mau menerima pertunangan kita... Papa juga masih mengungkit..." "Soal Matthew?" sela Arlen yang tahu kelanjutan kalimat Grace. "Aku tahu kalau Papamu akan terus menyalahkanku soal kematian Kakakmu. Aku memanf salah, Grace." "Tidak." tegas Grace membantah kalimat Arlen. "Kak Matt meninggal karena kecelakaan. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Lagipula kau juga sedang mencari tahu siapa dalang dibalik semua ini kan?" "Ya. Aku akan menemukan seseorang yang menyabotase mobilku. Aku tidak akan membiarkan pembunuh itu hidup tenang di dunia ini." Arlen mengepalkan tangannya menahan emosi. Grace memeluk Arlen, berusaha menenangkan pria yang di cintainya itu. "Apapun yang terjadi... tetaplah bersamaku Arlen... Jangan pernah pergi dariku. Aku memohon kepadamu. * Kerutan dahi Alley membuat Arlen menghela nafasnya yang berat. Arlen tahu kalau Alley tidak mungkin secepat itu percaya pada kisah yang baru saja diceritakan padanya. "Hahaha. Aku punya seorang Kakak? Tunggu- Lalu aku dan kamu sudah berpacaran selama 3 tahun? Ya Tuhan... Apa kau seorang pengarang novel, Arlen?" sindir Alley yang menganggap semua omongan Arlen adalah kebohongan. "Aku tahu kamu tidak akan percaya begitu saja dengan kisah yang baru saja aku ceritakan. Tapi... satu hal yang aku ingin tanyakan, apa kamu pernah melihat foto keluarga di rumahmu?" Lagi-lagi Alley membeku. Dia memang tidak pernah melihat ada satupun foto di rumahnya. Hal itu juga tidak pernah ditanyakan Alley selama ini karena dia menganggap tidak ada hal yang janggal. "Apa kamu pernah tidak mengingat semua temanmu?" "Arlen... aku mengingat semuanya. Memang aku akui kalau ada beberapa ingatan yang aku tidak begitu ingat tapi aku ini tidak lupa ingatan! Kamu kira kehidupan kita ini seperti sinetron picisan?" "Tapi itu kenyataannya! Kau tidak mengingatku, Alley. Kau adalah Grace. Bukan Cattaleya." . . . . . Semua ucapan Arlen membuat Alley bingung. Ada beberapa hal yang membuat Alley terkejut dan juga ada beberapa hal yang Arlen ucapkan itu tidak masuk akal. Dalam kebingungannya, Alley mengunjungi Ayahnya yang masih terbaring lemah. Alley menggenggam tangan Ayahnya yang lemah itu, "Papa harus sembuh." Suara pintu ruangan terbuka dan menampilkan seorang dokter disana-Dr. Gerrald yang sudah diminta khusus oleh Arlen untuk menangani Ayahnya itu. "Nona Alley... bisa kita bicara? Ini tentang kondisi Ayahmu..." . . . . . Seorang pria bertubuh tinggi baru saja keluar dari mobil Ford miliknya. Dia menatap bingung rumah minimalis yang ingin dikunjunginya terlihat gelap dan sepi. Dimana Alley? Drrrrt. Sebuah pesan teks masuk ke smartphone miliknya. Matanya yang biru menatap tidak suka apa yang tertera di dalam layar kecil itu. Alley sedang berada di rumah Arlen. Dia kembali bertunangan dengan pria itu. "s**t!" umpat pria itu. Dengan cepat, jarinya menghubungi asisten pribadinya. "Bagaimana bisa Alley berada di sana?" "Maafkan saya, tuan Luciel. Saya yang ceroboh tidak mencegah Alley masuk dalam princess escort. Lebih tepatnya, kami terlambat tahu." "BODOH! Harusnya Alley bersamaku, bukan kembali pada Arlen! Kau tidak becus bekerja!" Luciel-pria bermata biru itu yang baru saja kembali ke Indonesia setelah tahu kondisi Alley saat ini ternyata kepulangannya terlambat mendapatkan Alley dalam dekapannya. Arlen menang lagi! Sial! Kenapa selalu saja dia kalah cepat dengan Arlen untuk mendapatkan Alley. Tidak-bukan Alley. Gracella. Itu nama yang tepat untuk wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN