Seorang siswa dengan baju seragam bertuliskan nama KHAVINDRA duduk di depan ruang guru sambil menikmati minuman yang ia pegang. Khavi menatap lurus ke arah lapangan yang penuh dengan para siswa-siswi baru yang sedang mendengarkan arahan dari teman-teman seangkatannya. Alasan Khavi berada di sekolah saat masa orientasi siswa bukan karena ia bagian dari OSIS tapi karena Khavi sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba fisika tingkat provinsi dibawah bimbingan guru fisikanya.
Khavi duduk diam memperhatikan hingga matanya kembali menemukan sosok yang menarik perhatiannya. Seorang siswi yang energik, ceria dan pandai. Siswi itu memiliki problem solving yang sangat baik dan jelas memiliki kerja sama tim yang baik. Khavi beberapa kali berpapasan dengan siswi itu saat siswi itu bersama dengan anggota timnya melakukan tugas yang diberikan oleh panitia dan dari pengamatannya Khavi menilai siswi itu adalah seorang siswi yang pandai.
Khavi berdiri dari tempat duduknya ketika ia merasa kalau panitia akan membubarkan siswa-siswi itu, Khavi pun bergegas kembali masuk ke ruang guru tempatnya berlatih sebelum para arahan untuk para siswa-siswi yang ada di lapangan selesai.
"Saya ingatkan lagi! Ini bendera terakhir yang harus kalian cari! Peraturannya masih sama! Kalian cukup masuki satu per satu ruangan dalam gedung sekolah ini dan lihat! Tidak boleh sentuh apapun yang ada di dalam ruangan karena Bendera diletakan di tempat terbuka yang mudah kalian temukan!"
Suara riuh langsung memenuhi sekolah SMA Pelita Nusantara ketika bunyi pluit terdengar kencang. Suara seorang panitia terdengar jelas mengulangi arahan yang sudah diberikan melalui pengeras suara. Hari ini adalah hari terakhir masa orientasi sekolah bagi para siswa baru. Para siswa menggunakan berbagai atriabut yang sudah ditentukan oleh para anggota OSIS atas persetujuan sekolah karena tidak boleh ada tindakan berlebihan.
Para siswa-siswi di lapangan mulai membubarkan diri ketika panitia membunyikan tanda mulai. Mereka berpencar mencari bendera yang disembunyikan di saat Khavi yang sudah kembali duduk di kursi yang beberapa hari ini ia tempati untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru fisikanya. Khavi kembali fokus dengan soal-soal dihadapannya hingga sebuah suara mengalihkan perhatiannya.
Seorang siswi berdiri di sampingnya sambil tersenyum canggung. "Permisi, Kak. Maaf menganggu. Boleh saya ambil bendera yang ada dibawah kursi kakak?"
***
“FEBBY! AWAAASSSS!”
Suara teriakan Cindy bersama beberapa siswa terdengar nyaring memperingatkan seorang siswi yang bernama lengkap Febryna Elora. Siswi kelas dua, jurusan IPA, SMA Pelita Nusantara yang akrab dipanggil Febby oleh teman-temannya itu jelas terkejut bukan main mendengar teriakan yang ditujukan untuknya itu. Siswi yang memiliki rambut pendek sebahu itu awalnya berniat menghampiri Cindy yang sedang duduk berkumpul dengan teman-temannya yang lain di pinggir lapangan basket. Febby hampir saja menjadi sasaran bola basket dari kumpulan siswa lain yang sedang asyik bermain basket saat itu.
Febby spontan menundukkan kepalanya melindungi kepalanya dengan kedua tangannya dan saat Febby perlahan membuka mata, ia melihat ada orang lain yang berdiri di dekatnya. Febby pun spontan mengangkat kepalanya perlahan dan matanya bertemu dengan sepasang bola mata seorang siswa laki-laki berwarna hitam gelap yang menatapnya lekat. Jantung Febby berdetak kencang untuk pertama kalinya karena seorang siswa laki-laki.
Siswa laki-laki dihadapan Febby saat ini jelas baru saja menolong Febby. Siswa laki-laki itu menghalau bola dengan lengannya sehingga bola itu tidak sampai mengenai Febby dan sebuah debaran yang berbeda Febby rasakan menatap siswa laki-laki yang ada dihadapannya saat itu.
“Terima kasih,” kata Febby dengan suara perlahan.
Siswa laki-laki itu hanya mengangguk pelan lalu pergi berlalu menjauh meninggalkan Febby yang masih terpaku ditempatnya berdiri menatap punggung siswa laki-laki bertubuh tinggi yang semakin menjauh dan menghilang saat siswa laki-laki itu berbelok memasuki sebuah ruangan.
“FEB!” Febby spontan menoleh ke arah sumber suara dimana ada Cindy dan beberapa temannya yang lain kini sedang melambaikan tangan mereka dan memberi isyarat pada Febby untuk mendekati mereka dan Febby pun dengan segera melangkahkan kaki mendekati temannya.
“Kenapa masih berdiri disitu? Lo mau kena bola lagi?” omel Cindy dengan nada kesal, “Untung ada Kak Khavi kalo enggak pasti kepala lo sudah sakit karena kena bola basket.”
Febby meringis mendengar omelan Cindy.
“Jangan bilang elo lupa sama Kak Khavi?”
Anggukan kepala Febby pun spontan membuat Cindy menepuk dahinya sendiri. “Ya, Allah, Feb... Elo kadang terlalu asyik sendiri. Yang tadi nolongin elo itu Kak Khavi, Khavindra Perkasa Adhitama. Kakak kelas kita yang sering ikut lomba dari kelas IPA dua. Lo dulu yang nemuin bendera di bawah kursi yang dia dudukin.”
‘Oh...Kakak yang itu... Ternyata Kak Khavi namanya...’
***
Beberapa minggu berlalu sejak kejadian Khavi menolong Febby. Selama beberapa minggu Febby pun mencari tahu tentang Khavi. Siswa laki-laki yang menolongnya itu ternyata bernama lengkap Khavindra Perkasa Adhitama. Khavi dan Febby sama-sama jurusan IPA namun Khavi satu tahun diatas Febby. Khavi adalah siswa kutu buku. Ia senang berada di perpustakaan membaca buku walau demikian jangan bayangkan penampilan Khavi layaknya siswa kutu buku yang menggunakan kaca mata tebal dan berpakaian kaku. Khavi adalah siswa laki-laki normal dengan pakaian biasa saja.
Febby memperhatikan Khavi dan dari hasil mengamati kakak kelasnya itu, Febby sadar kalau Khavi sama sekali bukan siswa yang suka menjadi pusat perhatian. Kakak kelasnya itu lebih suka berada di perpustakaan yang hening sambil membaca buku. Siswa laki-laki itu senang membaca dari pada berkumpul untuk sekedar berbincang dengan teman-temannya yang lain. Khavi menyukai segala bacaan mengenai ilmu pengetahuan alam seperti biologi, kimia dan fisika.
Perlahan tapi pasti Khavi menjadi pusat dunia Febby. Khavi adalah orang pertama yang akan Febby cari ketika bel sekolah berbunyi. Febby menghabiskan waktunya untuk mengamati Khavi pasca kejadian dilapangan waktu itu.
Sikap Febby ini jelas membuat Cindy penasaran dan bingung melihat sikap temannya akhir-akhir ini. Cindy dan Febby dekat sejak sejak awal masuk SMA. Cindy memang belum mengetahui perasaan Febby untuk Khavi dan mungkin setelah ini Febby harus memberi tahu teman dekatnya itu.
***
Febby mengajak Cindy ke rumahnya dan di kamarnya, akhirnya Febby memberanikan diri menceritakan rahasia yang ia simpan selama ini dengan wajah merona merah karena malu, “Gue rasa gue beneran jatuh cinta sama Kak Khavi, Cin...”
Cindy memincingkan matanya menatap Febby hingga Febby salah tingkah. “Ayo, ceritain sama gue... Apa yang bikin elo suka sama Kak Khavi?”
Febby yang polos pun dengan antusias menceritakan perasaannya pada Khavi ke teman dekatnya itu. Febby bercerita mengenai bagaimana dirinya pergi mencari Khavi ketika jam istirahat sekolah, bagaimana ia tenggelam dalam iris mata Khavi yang berwarna hitam pekat dan wajah tampan kakak kelasnya saat pria itu diam fokus membaca buku namun sayang senyum sulit sekali muncul di wajah kakak kelasnya itu. Febby menjadi pemuja rahasia Khavi. Febby hanya bisa menceritakan apa yang ia rasakan pada Cindy
“Lo harus mulai deketin Kak Khavi, Feb. Elo enggak akan bisa sama deket sama Kak Khavi kalo elo yang enggak gerak duluan. Kak Khavi terlalu sibuk sama dunianya sampe dia enggak sadar kalo elo ngedeketin dia."
“Lo yakin? Gue kan cewek. Masa gue duluan yang deketin cowoknya?”
Cindy pun berdecak, “Lo suka tapi cuma liatin doang. Bagaimana Kak Khavi bisa tahu kalo elo suka sama dia? Kalo elo mendekat melakukan sesuatu senggaknya elo bisa tunjukin perasaan elo. Ini sudah zaman emansipasi wanita. Bukan Cuma pria yang berhak memulai interaksi dalam sebuah hubungan. Wanita pun memiliki hak yang sama, Feb.”
Febby terdiam mendengar ucapan Cindy. Apa ia harus mengikuti saran dari Cindy? Haruskah ia yang memulai lebih dulu?