2. Febryna Elora

1025 Kata
Lima belas tahun kemudian.... “Apa masih ada pasien di depan, Sus?” Suster Ani yang sedang membereskan mainan anak-anak dalam ruangan praktek itu pun menghentikan kegiatannya menatap ke arah sumber suara dan menggelengkan kepalanya. Seorang wanita berambut panjang terikat dengan jas berwarna putih serta stetoskop yang menggantung di lehernya itu pun mengangguk perlahan. Wanita itu duduk di belakang sebuah meja praktek dimana diatas meja itu ada papan nama bertuliskan dr. Febryna Elora, Sp,A yang merupakan nama dari wanita itu. “Pasien hari ini sudah selesai semua, Dok. Bayi Warren tadi pasien terakhir.” Suster itu menjeda ucapannya beberapa saat, “Dokter Febby mau visit pasien sekarang?” Wanita yang akrab dipanggil dengan panggilan Dokter Febby itu merapihkan ikatan rambutnya sambil mengangguk. “Saya visit pasien dulu, ya.” Febby baru beberapa bulan bergabung menjadi bagian dari rumah sakit Mitra Sehat setelah izin prakteknya keluar. Febby melalui serangkaian proses yang cukup panjang untuk mendapatkan izin praktek dokternya karena ia adalah dokter lulusan dari universitas luar negri sehingga untuk melakukan praktek ia pun diwajibkan melalui serangkaian tahapan dan juga mengikuti program penyetaraan untuk memenuhi peraturan yang berlaku. Febby langsung kembali ke Indonesia begitu segala urusan berkaitan pendidikannya selesai. Wanita itu pulang ke Indonesia tanpa berniat mencoba mencari pekerjaan dengan gelar yang ia sudah miliki karena ia tidak ingin Ibunya kesulitan lebih lama karena dirinya. Febryna Elora, seorang anak tunggal dari seorang Ibu bernama Delima. Ayah kandung Febby sudah meninggal dan Delima kembali menikah dengan seorang pria bernama Aryo Fajar yang menjadi ayah tiri Febby. Dari pernikahan kedua mamanya, Febby memiliki seorang adik bernama Zeline Elora yang berbeda lima tahun lebih muda dari Febby. Mama aku suruh aku jemput kamu dan ajak kamu ke rumah. Sepuluh menit lagi aku sampai di lobby rumah sakit. Jangan membuatku menunggu. Febby menghela nafas panjang membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Febby yang baru saja melangkahkan kaki keluar dari ruang rawat inap setelah mendatangi pasiennya yang sedang dirawat pun melangkahkan kakinya lebih cepat sambil pamit pada suster yang berjaga di lantai rawat inap. Febby harus bergegas karena ia sedang tidak ingin mendengar omelan Kenzo, pria yang enam bulan belakangan ini berstatus sebagai tunangannya dan mereka bertunangan karena sebuah perjodohan yang dilakukan oleh orang tua mereka masing-masing. Febby bergegas kembali ke ruangan dokter, melepas jas praktiknya dan mengambil tas yang ia letakan di dalam lemari yang ia miliki. Febby bergegas menuju lobby dan di lobby Febby berpapasan dengan Suster Ani, suster senior poli anak yang beberapa bulan belakangan ini sering membantunya beradaptasi dengan segala urusan di rumah sakit. “Sudah mau pulang, Dok?” Febby tersenyum ramah, “Iya, Sus. Saya menunggu jemputan. Suster Ani juga mau pulang?” Wanita yang usianya seumuran dengan Febby itu pun mengangguk, “Iya, Dok. Saya mau nunggu ojek online di depan. Mari saya duluan, Dok. Hati-hati di jalan ya.” Febby menjawab dengan keramahan yang sama dan keduanya pun berpisah. Tidak lama kemudian mobil yang ditunggu oleh Febby pun tiba. Febby tidak membuang waktu untuk langsung masuk ke dalam mobil dan menutup pintu. “Aku lagi meeting dan mama maksa aku jemput kamu ke rumah sakit. Lain kali jangan pernah kasih tahu jadwal kamu ke mama karena menjemput kamu seperti ini sangat merepotkan.” Febby menarik nafas perlahan mendengar nada kesal yang keluar dari mulut Kenzo. Wanita itu menoleh menatap pria yang kini sedang fokus menatap lurus ke depan mengemudikan mobil yang sedang mereka tumpangi, “Sepertinya kamu salah paham, Ken. Aku enggak pernah kasih tahu jadwal aku ke Tante Reva.” Kenzo berdecak. “Kalau begitu jangan melakukan apapun yang bisa membuat semua semakin runyam. Perjodohan ini saja sudah membuatku pusing. Aku tidak tertarik sama sekali sama kamu dan menikah dengan wanita pendiam seperti kamu tidak pernah ada dalam rencana hidupku jadi aku tegaskan sekali lagi jangan melakukan apapun yang membuat semua semakin runyam.” Febby hanya diam. Lagi-lagi wanita itu hanya bisa menarik nafas panjang. Memangnya menikah dengan pria pemarah seperti Kenzo ada dalam rencana hidup Febby? *** “Apa Kenzo marah sama kamu karena Tante suruh dia jemput kamu ke rumah sakit?” Febby tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. Ia tidak menyangkal pertanyaan yang keluar dari wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu kandung Kenzo karena menyangkal pun percuma. Kenzo langsung marah-marah ketika keduanya sampai di kediaman keluarga Permana dan Kenzo pergi begitu saja begitu ia selesai menumpahkan kekesalannya meninggalkan Febby di rumah keluarga pria itu sendirian. “Tante minta maaf sama kamu ya, Feb. Tante Cuma ingin kalian dekat karena sudah enam bulan kalian tunangan tapi hubungan kalian belum juga ada kemajuan. Kalian sibuk dengan kegiatan kalian masing-masing dan kalau kami tidak melakukan sesuatu maka kalian akan diam di tempat.” Kami bersikap seperti itu karena kami sama-sama menolak perjodohan ini, Tante. Tidak bisakah kalian mengerti dengan arti dari sikap aku dan Kenzo selama ini? Febby jelas hanya berucap dalam hatinya. Mulutnya tetap tertutup rapat. Ia hanya diam. Mengeluarkan isi kepala dan hatinya secara langsung sudah pernah ia lakukan dan hasilnya jawabannya dianggap sebagai angin lalu. Setelah kejadian itu Febby pun memilih untuk diam sama seperti yang ia lakukan saat ini. “Tante yakin kamu adalah pasangan yang cocok untuk Kenzo sama seperti Papa kamu yakin Kenzo adalah pasangan yang cocok untuk kamu. Kalian akan saling melengkapi satu sama lain tapi memang tidak dapat kami pungkiri kalau kalian membutuhkan waktu untuk saling mengenal.” Febby hanya diam dan menghela nafas perlahan sesekali. Febby mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut wanita paruh baya yang ada di hadapannya. Febby menanggapi sesekali jika memang ia diminta menanggapi dan diam saat lawan bicaranya tidak memberikan pertanyaan padanya. Saat Tante Reva berhenti berbicara untuk meminum teh miliknya, Febby pun pamit ke toilet. Di dalam toilet Febby pun mencuci tangannya dan menatap pantulan bayangan dirinya di cermin sambil berpikir. Semua sudah berubah... Rambut hitamnya yang dulu selalu pendek kini sudah menjadi panjang. Ia sudah tumbuh menjadi seorang wanita dewasa yang mungkin dalam hitungan bulan akan memiliki status baru mengingat kedua orang tuanya dan kedua orang tua Kenzo begitu gencar mendekatkan mereka tapi inikah kehidupan yang akan ia jalani nanti? Hanya mampu duduk diam mendengarkan tanpa bisa ikut bicara. Begitukah kehidupannya di masa depan? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN