3. Undangan Reuni

1295 Kata
"Mas udah terima undangan reuni akbar dari sekolah SMA kita? Kata teman aku, undangannya dikirim ke semua grup chat semua. Mas sama Mas Aldric mau datang?" Khavindra Perkasa Adhitama menatap datar ke arah adiknya yang usianya lebih muda dua tahun darinya yang tengah duduk di sofa tepat di seberangnya saat ini, "Inti pertanyaan kamu itu mau tanya Aldric datang ke acara itu atau enggak, kan?" Khavi kini sudah menjadi seorang dokter spesialis anak lulusan Harvard Medical School. Selesai kuliah, Khavi sempat bekerja di luar negeri beberapa lama sebelum akhirnya dua tahun yang lalu Khavi kembali ke Indonesia karena permintaan kedua orang tuanya. Khavi mendapat tawaran kerja di rumah sakit kenalan Lukman dan untuk bisa praktek di Indonesia, Khavi kini harus menjalani program penyesuaian yang sebentar lagi selesai karena Khavi menempuh pendidikan kedokterannya di universitas luar negeri. "Tanya sendiri sama Aldric sana. Kamu itu kan kerja satu kantor dengan Aldric. Kamu bisa tanya sendiri kenapa tidak coba tanya langsung sendiri?" Launa cemberut mendengar ucapan Kakaknya, "Mas Aldric itu bos sedangkan Una ini karyawan biasa. Kalo di kantor jelas beda. Ya, kali Una bisa seenaknya ajak ngomong Mas Aldric cuma mau nanyain gituan." Khavi menghela nafas panjang dan meletakkan buku yang ia baca ke atas meja kembali menatap adik kecilnya itu, "Na... Mas mau kasih tau kamu… Aldric belum lama kasih tau Mas kalau dia baru punya pacar... Namanya Adelia.." Launa jelas terdiam mendengar informasi yang baru disampaikan oleh kakaknya. Sedangkan Khavi menatap sendu ke arah Launa. Khavi perlahan mendekati Launa dan memeluk adik kecilnya itu, "Mas tau kalau selama ini kamu suka sama Aldric…” Khavi menjeda kalimatnya melihat mata adiknya yang sudah berkaca-kaca, “Tapi Mas pengen kamu inget kalau sejak dulu Aldric itu cuma anggep kamu sebagai adiknya..." Launa menundukkan kepalanya mendengar ucapan Kakaknya. Khavi sadar kalau apa yang ia ucapkan saat ini menyakitkan bagi Launa tapi Khavi tidak ingin adiknya itu menghabiskan waktunya lebih lama lagi untuk berharap pada Aldric. "Kamu harus sadar kalau Aldric itu hanya cinta monyet kamu, Na... Mas yakin pasti kamu akan ketemu dengan pria yang bisa menghargai kehadiran kamu dan mencintai kamu sebagai seorang wanita dewasa, Na..." Launa tidak merespon apapun yang di ucapkan oleh Khavi. Sebuah retakan terdengar begitu nyata dari dalam hatinya wanita berusia tiga puluh dua tahun itu. Launa jelas patah hati. Setelah Launa pergi kembali ke kamarnya, Khavi menghela nafas panjang memandangi undangan reuni akbar yang kini ada ditangannya. Rencana reuni akbar yang ia sudah dengar di awal kepulangannya akhirnya terlaksana juga. Khavi memandangi undangan itu dengan pikiran menerawang. Mungkinkah wanita itu akan hadir di acara reuni akbar ini? *** Di tempat yang berbeda ada seorang wanita dengan pakaian kerjanya melangkahkan kaki memasuki sebuah rumah yang memiliki bangunan megah dan mewah itu. Wanita itu langsung duduk di sofa untuk beristirahat sejenak ketika ponselnya bergetar. Sebuah nomer yang tidak dikenal dengan foto logo SMAnya dulu mengirimkan sebuah gambar padanya. Gambar yang ternyata adalah undangan reuni akbar sekolahnya. Febby menatap layar ponselnya dan di dalam undangan itu tertulis bahwa reuni itu akan berlangsung tiga minggu lagi. Febby hanya berkomunikasi dengan Cindy semenjak ia melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Setelah kembali ke Indonesia pun, Febby belum pernah berpapasan atau bertemu dengan teman-teman dari masa SMAnya. Febby terlalu sibuk dengan segala proses agar ia bisa mendapatkan izin praktek di dan menerima undangan reuni sekolahnay Febby pikir tidak ada salahnya datang agar ia bisa kembali bertemu dengan teman-temannya. Namun ingatan mengenai masa SMA membawa Febby kembali mengingat pria itu. Pria yang pernah menjadi pusat dunia Febby. Mungkinkah pria itu juga akan datang ke acara itu? Ah... sepertinya tidak mungkin... Kabar terakhir yang Febby dengar dari teman-temannya yang masih berada di luar negri, pria itu kini sudah bekerja di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di sana. Sepertinya mustahil pria itu kembali hanya untuk sebuah reuni sekolah. Bukan begitu? *** Keesokan harinya, Khavi pergi ke sebuah supermarket dalam sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa barang dalam list yang sudah ia bawa. Khavi berkeliling mendorong trolly yang sudah berisi beberapa barang keperluannya dan barang dalam list titipan mamanya lalu tiba-tiba seeorang memanggilnya membuat Khavi spontan menoleh mencari sumber suara. “Kak Khavi, betul? Khavindra Perkasa…” Wanita itu kembali bertanya dengan nada memastikan dan begitu Khavi mengangguk, sebuah senyum lebar muncul di wajah wanita itu, “Wah, Kak Khavi pasti lupa sama aku… Aku Cindy, Kak… Cindy Paramita… Aku junior kakak di SMA Pelita Nusantara. Ponselku hilang jadi aku kehilangan kontek kakak, aku pernah menghubungi kakak lewat email tapi tidak ada email balasan…” Khavi yang awalnya bingung karena lupa dengan sosok wanita yang ada di hadapannya saat ini tapi ketika wanita itu menyebutkan namanya dan memberikan sedikit informasi mengenai hubungan mereka di masa lalu, senyum Khavi pun mengembang. Khavi menyambut tangan wanita itu dan menjabatnya. “Oh… ya… Halo, Cindy. Lama tidak bertemu. Apa kabar? Maaf tidak membalas email kamu, saya memang jarang buka email yang lama karena saya buat satu email baru semenjak kuliah.” Wanita itu mengangguk memasang ekspresi maklum, “Aku mengerti, Kak… Kak Khavi sekarang dokter umum atau sudah selesai spesialis?” “Saya dokter spesialis anak.” Senyum wanita bernama Cindy Paramita itu mengembang sempurna ketika Khavi mengenali dirinya dan keduanya berjabat tangan, “Wah, beda poli kita kalau begitu. Kakak di poli anak kalau aku di poli dermatologi.” Cindy berbicara dengan nada ramah dan Khavi tersenyum menanggapi sambil mengangguk, “Kabar aku baik, Kak… Kak Khavi apa kabar? Enggak apa-apa, aku paham kakak pasti sibuk belajar di Harvard. Kakak kembali untuk sementara atau memang kembali untuk menetap?” “Kabar saya juga baik. Saya memang kembali untuk menetap di Indonesia,” ucap Khavi dengan nada ramah dan pertemuannya dengan Cindy membuat Khavi teringat sesuatu, “Ah, ya… Kamu sudah dapat kabar mengenai undangan reuni dari sekolah?” Cindy pun spontan menganggukkan kepalanya, “Sudah. Kemarin sempat ramai di grup chat angkatanku. Apa nanti kakak akan datang? Sayang sekali aku tidak bisa datang karena jadwalku bentrok. Aku sudah daftar mengikuti seminar di luar kota pada tanggal itu dan seminar itu cukup penting.” Khavi mengangguk perlahan menyimak jawaban Cindy, “Saya belum tau juga bisa datang atau tidak. Mungkin kalau bisa dan Aldric juga hadir saya akan ikut… Oh ya, Kamu masih berkomunikasi dengan Febby?” Ekspresi Cindy berubah mendengar nama Febby yang keluar dari mulut Khavi. Cindy menghela nafas panjang dan memasang ekspresi sendu, “Kami sudah lama tidak berkomunikasi, Kak. Semenjak Febby melanjutkan sekolah di Harvard juga seperti Kakak, dia berubah. Dia tidak pernah membalas pesan yang aku kirimkan. Sekarang dia sudah kembali dan kabar yang aku dengar kalau Febby sudah bertunangan tapi sikapnya menyebalkan sehingga tunangannya pun jengah oleh sikapnya.” Cindy menjeda kalimatnya untuk menghela nafas berat sambil menatap Khavi. Khavi jelas memasang ekspresi terkejut karena informasi yang disampaikan oleh Cindy dan Cindy tersenyum kecut. “Awalnya aku enggak percaya sama kabar yang aku dengar. Aku pikir Febby hanya sibuk kuliah di Harvard aja tapi beberapa kali berpapasan dengan Febby dan Febby hanya berjalan lurus mengabaikan aku membuat aku percaya kata teman-temanku yang lain. Febby memang sudah berubah. Dia lebih sombong sejak kuliah di Harvard.” Khavi belum sempat menanggapi karena saat Khavi ingin menanggapi ponsel Khavi yang berbunyi. Launa menghubunginya karena adiknya itu meminta Khavi untuk menjemputnya. “Sepertinya saya harus segera pergi. Senang bisa bertemu dan berbincang dengan kamu lagi, Cindy.” “Aku juga, Kak. Apa boleh aku minta kontek Kak Khavi?” tanya Cindy ketika Khavi hendak memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya. Khavi pun dengan santainya menganggukkan kepalanya dan Khavi dan Cindy pun bertukar nomer ponsel lalu berpisah. Khavi langsung menuju ke kasir sedangkan Cindy kembali melanjutkan kegiatan berbelanjanya. Namun pasca bertemu dengan Cindy, banyak pertanyaan muncul di kepala Khavi karena informasi yang baru saja ia dengar. Apa iya Febby sudah berubah seperti itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN