4. Reuni

1035 Kata
Hari reuni akbar sekolah pun tiba. Acara reuni itu berlangsung dengan konsep semi formal dan Launa datang bersama dengan Khavi. Launa memilih menggerai rambutnya, menggunakan pakaian terusan berlengan pendek berwarna merah muda dengan panjang selutut dan memilih flat shoes untuk melengkapi penampilannya malam itu. Sementara Khavi memilih mengenakan kemeja putih lengan pendek dengan celana jeans berwarna biru dongker serta sepatu sneakers untuk melengkapi penampilannya malam itu. Khavi dan Aldric sendiri sudah sepakat untuk langsung bertemu di sekolah mereka, SMA Pelita Nusantara tempat berlangsungnya undangan acara reuni akbar yang mereka terima itu. Sesampainya di sekolah, Launa jelas langsung berkumpul dengan teman-temannya di saat Khavi masih harus menunggu kedatangan Aldric. Setelah kedatangan Aldric, barulah Khavi bergabung berkumpul dengan teman-teman seangkatan mereka untuk saling menyapa dan bertukar kabar. Acara yang dilangsungkan di sekolah yang masih terlihat sama walau waktu sudah berlalu itu membuat gedung sekolah menjadi begitu ramai padahal matahari semakin tenggelam. Launa, Aldric dan Khavi berkumpul dengan teman-teman mereka yang hadir dan menikmati acara reuni akbar yang diadakan sekolah mereka sambil mengenang masa-masa mereka waktu masih menggunakan seragam SMA. "Khav... Khav... Itu Febby... Dia kesini, Khav... Dia kesini... Wah, gila makin cantik dia, Khav..." Ucapan Aldric spontan membuat Khavi yang sedari tadi hanya diam mendengarkan kini mencari sosok yang dibicarakan oleh Aldric dan tidak lama kemudian mata Khavi menemukan sosok yang Aldric bicarakan. Dia datang rupanya… Beberapa tahun sudah berlalu dan kini Febby begitu saja melewati dirinya seakan mereka tidak mengenal satu sama lain. Hal ini yang membuat teman-teman Khavi menyoraki dirinya karena dulu Febby berhasil membuat Khavi mendadak terkenal karena ulah wanita itu semasa sekolah dulu. "Lewat… Khav… Lewat…” Aldric mendadak heboh, “Wah, Khav... Pesona lo udah luntuurrr ternyata... Febby barusan lurus aja ngelewatin eloo..." Khavi tidak mengalihkan tatapannya dari sosok Febby. Wanita itu… melewatinya. Ekspresi Febby tadi terasa dingin berbeda dengan Febby yang ada di dalam ingatannya dulu dan spontan Khavi pun teringat akan ucapan Cindy mengenai perubahan sikap Febby. Sikap Febby yang ia lihat sendiri barusan seakan membenarkan apa yang Khavi dengar dari Cindy waktu mereka tidak sengaja bertemu waktu itu. Dari tempatnya berdiri, Khavi bisa melihat bagaimana Febby sedang berinteraksi dengan teman-teman seangkatannya. Khavi masih belum mengalihkan pandangannya dari sosok Febby karena saat ini Khavi sedang menilai wanita itu. Jelas wanita itu sudah jauh berubah berbeda dengan Febby yang ada dalam ingatan Khavi dulu. Jika Febby yang ia ingat di masa lalu berambut pendek kini wanita itu berubah. Febby dewasa berambut panjang dan tidak bisa Khavi pungkiri kalau sosok Febby saat ini jauh lebih cantik. Khavi menghela nafas panjang dan mencoba mengalihkan fokusnya pada acara reuni sekolahnya. Terlepas semua yang sudah terjadi di masa lalu mungkin jauh lebih baik memang seperti ini. Ia dan Febby tidak bersinggungan satu sama lain. Jam yang melingkar pada pergelangan tangan Khavi hampir menunjukkan pukul sembilan malam. Khavi bersama Aldric mendekati Launa mengajak Launa pulang. "Dek, sudah waktunya pulang. Ayo, pulang..." Launa menggelengkan kepalanya, "Mas pulang duluan aja... Aku mau pulang sama Rafael. "Na... Pulang sama Mas..." Khavi mengulangi ucapannya. Launa memasang wajah cemberut dan Khavi menghela nafas panjang. Khavi sudah hendak buka suara namun Aldric memegang bahu Khavi, "Biarin Una pulang sama Rafael... Toh langsung pulang... Iya, kan... Na?" Launa mengangguk cepat dan Khavi mendelik. Khavi menatap Launa lekat selama beberapa saat sebelum Khavi melunak, "Bener langsung pulang?" Launa mengangguk cepat lagi dan akhirnya Khavi mengalah. Khavi pulang bersama dengan Aldric, "Lo enggak tau sih, gue enggak suka sama si Rafael-Rafael itu... Dari tadi dia tebar pesona mulu pas acara reuni tadi.. Si Una bisa-bisanya mau diajakin pulang bareng.. Payah banget ah adek gue..." Aldric terkekeh sambil menepuk bahu Khavi perlahan, "Tenang aja, Khav... Adek elo itu udah sabuk hitam... Cari mati aja si Rafael kalo dia sampe berani-berani sama si Una." Khavi menghela nafas panjang. Ucapan Aldric memang benar tapi Khavi bukan khawatir soal itu. Aldric khawatir adiknya masih belum bisa move on dari Aldric sehingga adik kecilnya itu malah sengaja memilih pulang bersama dengan Rafael karena keberadaan Aldric di dekatnya saat ini. "Khav, gue ke toilet dulu bentar ya..." Keduanya sudah sampai di lapangan sekolah yang dijadikan tempat parkir. Anggukan Khavi membuat Aldric melangkahkan kakinya ke arah toilet. Khavi menunggu dan saat mengangkat pandangannya, tidak jauh dari tempat Khavi berdiri saat ini, Khavi menangkap sosok Febby. Wanita itu membelakanginya dan berbicara dengan seseorang di ponselnya. Khavi pun perlahan mendekati Febby hingga bisa mendengar suara Febby. "Ken... Aku minta tolong sekali ini aja.. Mobil aku mogok ini... Kamu sama sekali enggak bisa jemput atau suruh siapa gitu buat dateng kesini? Aku bener-bener gak paham soal mobil..." ucap Febby dengan nada memohon dan kebingungan yang bercampur menjadi satu. Febby diam beberapa saat lalu kembali berbicara, "Aku enggak ada kenalan bengkel, Ken..." Khavi tidak tau Febby berbicara dengan siapa namun yang pasti Khavi melihat Febby yang kebingungan dan Ia pun berniat menolong, "Hai..." Febby terkesiap kaget. "E.. Hai..." Febby dengan cepat menyudahi panggilannya. "Apa terjadi sesuatu dengan mobil kamu?" tanya Khavi dengan nada kikuk sambil melihat mobil Febby. Febby menghela nafas panjang dan mengangguk sambil tersenyum tipis, "Mesin mobilnya tiba-tiba nggak mau menyala. Tapi tidak apa-apa, saya akan pulang naik taksi..." Khavi dengan cepat angkat suara, "Bisa saya lihat siapa tau saya bisa membantu..." Febby menggelengkan kepalanya, "Tidak perlu. Terima kasih atas tawarannya. Saya permisi." Khavi tanpa sadar bergerak. Ia menahan lengan Febby. "Apa kabar?" Tubuh Febby menegang dan Khavi yang menyadari hal ini dengan cepat melepaskan tangan Febby yang ia pegang. Febby menghela nafas panjang dan tersenyum, "Baik... Saya baik-baik saja. Saya yakin kamu juga baik-baik saja. Maaf, sudah malam. Saya permisi." Febby berlalu meninggalkan Khavi begitu saja. Khavi hanya diam dengan perasaannya yang terasa... aneh… Bukankah sikap Febby yang seperti ini yang ia harapkan dulu? Sementara itu Aldric yang baru keluar dari toilet tanpa sengaja melihat Launa dan Rafael berjalan bersama. Keduanya nampak begitu dekat. Launa tersenyum lebar pada Rafael dan rasa panas menjalari hati Aldric. Aldric spontan mengepalkan tangannya dan mulai merapalkan mantranya dalam hati, 'Una itu adek Khavi, Adek Khavi itu adek elo juga, Al. Launa itu cewek yang ada di zona terlarang. Dia adek lo, Al. Lo enggak boleh jatuh cinta sama Launa. Pacar lo sekarang Adelia. Lupain Launa.' Tapi... Akankah Aldric berhasil melakukan apa yang ia ucapkan dalam hatinya barusan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN