Aji Duniaku terasa hancur lebur, bahkan untuk sekedar mengambil napas saja, rasanya sangat sesak. Calon anakku sudah pergi untuk selama-lamanya, dan Lia pun belum juga sadar sampai sekarang. Semua yang kualami tadi malam terus berputar di otakku layaknya kaset rusak. Semuanya terasa sangat tidak nyata, sampai aku berharap ini semua hanya mimpi buruk dan aku harus segera bangun. “Ji...” Air mata yang sudah kutahan sekuat tenaga akhirnya keluar, ketika melihat Eza datang menghampiriku. Air mata yang bahkan tak keluar ketika aku menguburkan kedua calon anakku, langsung keluar begitu Eza duduk di sebelahku dan menepuk pelan punggungku beberapa kali. Air mataku terus menetes, meski sama sekali tak bersuara. Reza di sampingku hanya dia