Akhirnya Tinggal Di Mansion Rain

861 Kata
“Itu lah kenapa aku ingin tahu lebih banyak tentang lukisan-lukisanmu," Rain berkata dengan tulus. Dakota menatapnya kembali. Rain tersenyum. "Aku mungkin tidak memahami seni, tapi aku ingin memahami seni itu darimu. Kau tak keberatan, kan?” Kata-kata itu membuat Dakota terdiam. Ada kehangatan yang menjalar di hatinya. Rain menatap Dakota dengan intens, merasakan sesuatu yang perlahan berubah di dalam dirinya. Selama ini, dia selalu menghindari hal-hal yang bersifat emosional. Namun bersama Dakota, dinding itu benar-benar runtuh. "Terima kasih. Kau sudah mempercayaiku yang bahkan mungkin belum terlalu berpengalaman menerima pesanan melukis sebelumnya.” “Aku sudah melihat hasil lukisanmu, jadi untuk apa aku tak percaya?” Rain tersenyum. Dan malam itu, di antara lukisan-lukisan yang membisu, dua hati mulai saling memahami, perlahan namun pasti. * * Setelah cukup lama berada di mansion Rain, Dakota pun pamit pulang. Dia tak mau pulang larut karena ibunya pasti akan menanyainya macam-macam. “Aku pulang dulu,” kata Dakota. Rain mengangguk, ada rasa berat ketika Dakota berbalik, melangkah menuju pintu depan. “Tak perlu kau antar,” kata Dakota. “Tapi aku ingin,” balas Rain dan berjalan di samping wanita itu. Lalu Dakota berhenti sejenak dan menoleh pada Rain. Pria itu mengernyit. “Ada apa? Apakah ada sesuatu yang ingin kau tanyakan?” “Kau … serius dengan hal ini kan? Kau tak sedang mempermainkanku, bukan?” tanya Dakota. Rain tertawa kecil. “Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu? Tentu saja aku serius.” “Oke, terima kasih,” jawab Dakota dengan singkat dan kembali melangkah ke pintu. Rain mengantarnya sampai Dakota masuk ke dalam mobilnya. “Hati-hati di jalan,” kata Rain. “Hmm,” Dakota mengangguk saja dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Rain menghelas napasnya dengan lega dan senyumnya melebar. “Langkah kedua, Done,” gumamnya berbisik senang. * * Keesokan harinya Dakota bangun cukup pagi dan mempersiapkan dirinya untuk bicara dengan ibunya tentang pekerjaan barunya. Dakota membawa kopernya dan berjalan ke area dapur dimana ibunya telah ada di sana menyiapkan makanan. Lindsey mengernyitkan keningnya ketika melihat Dakota yang seakan mau pergi jauh. “Kau mau ke mana?” “Aku diterima kerja di Perusahaan Romanov. Aku mengirim email lamaran kerja tanpa sepengetahuanmu. Tapi, aku harus mau ditempatkan di kantor cabang mana pun. Jadi, aku menerimanya, karena ini yang kau inginkan kan? Kau ingin aku bekerja di sebuah perusahaan?” Dakota mengatakannya dengan tenang meskipun dia menyampaikan sebuah kebohongan. Lindsey melebarkan matanya dan kemudian tersenyum. “Benarkah? Oh my God … Aku tak menyangka kau akan—“ “Rain Romanov yang meyakinkanku waktu itu. Kau masih ingat Rain Romanov, kan? Dia yang menyuruhku untuk melamar di perusahaannya. Kau bisa bertanya padanya,” potong Dakota agar Dakota tak bertanya macam-macam lagi. Lindsey mengangguk dan kemudian menyuruh Dakota untuk duduk dan makan pagi terlebih dulu sebelum pergi. “Nikmati hidup barumu, Dakota. Jangan khawatirkan aku di sini. Mendengarmu bekerja saja sudah membuatku senang,” kata Lindsey. Dakota hanya mengangguk saja dan duduk di meja makan. Dalota dan Lindsey mulai menikmati sarapannya. “Aku akan naik kereta nanti, jadi aku tak akan membawa mobil,” kata Dakota. Lindsey mengangguk dengan senyum yang tak pudar dari wajahnya. “Aku akan mengantarmu ke stasiun.” “Tak perlu, aku sudah memesan taksi,” jawab Dakota cepat. Lindsey hanya mengangguk saja. * * Beberapa menit kemudian, Dakota keluar dari rumahnya dan taksi yang dipesannya tadi sudah datang. Setelah pergi dari rumahnya dia menghela napas lega. “Maafkan aku,” bisiknya. Dakota kembali ke mansion Rain dengan membawa beberapa pakaiannya dan semua peralatan melukis yang dia butuhkan nanti tentunya. Kuas, cat minyak berbagai warna, palet, hingga kain pelindung lantai. Setibanya di sana, Rain sudah menunggunya di beranda depan. Begitu melihat Dakota datang, Rain langsung menuju ke taksi dan membantunya mengeluarkan koper. “Rain, aku bisa membawanya sendiri,” kata Dakota. “Tidak, biar aku yang membawanya.” Rain menarik koper Dakota dan mereka masuk ke dalam mansion. Lalu Rain membimbing Dakota ke kamar utama kedua yang ada di sebelah kamarnya. Kamar itu begitu mewah dan sedikit membuat Dakota tak nyaman. “Tak ada kamar yang lebih kecil saja?” tanya Dakota. “Tidak ada. Hanya kamar ini yang sudah dibersihkan,” sahut Rain sambil meletakkan koper Dakota di dalam kamar. * * Tak berapa lama, Dakota membuka kopernya dan memberikan beberapa lembar sketsa kasar yang sudah dibuat oleh Dakota. “Ini, pilihlah yang kau suka,” ucap Dakota. Rain kemudian memilih satu sketsa dan memberikannya pada Dakota. “Oke, aku akan memulainya sekarang.” “Kau tak istirahat dulu? Kita bisa minum kopi terlebih dulu sebelum kau memulainya,” tawar Rain. “Tidak, aku sudah makan dan sangat kenyang. Aku lebih suka mengerjakan pekerjaanku langsung. Kau sudah membayarku untuk ini, jadi aku tak akan membuang waktu.” Rain mengangguk dan melihat Dakota menyiapkan semua peralatan melukisnya. Dan kemudian Dakota melihat ke arah Rain. “Bisakah kau keluar? Aku akan ganti baju.” “Owh, oke. Aku akan menunggu di perpustakaan,” jawab Rain dan berbalik pergi. Lalu Dakota membuka pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian santai yang biasa dia gunakan untuk melukis agar lebih nyaman ketika melukis. Dia juga membawa apron agar pakaiannya tak terlalu kotor ketika melukis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN