Datang Ke Mansion Rain

1013 Kata
Malam itu, angin berhembus lembut, membawa aroma wangi bunga melati yang tumbuh di sepanjang jalan menuju mansion Rain. Dakota telah memutuskan dengan mantap, meskipun ada debar aneh di dalam dadanya yang sulit dia jelaskan. Ia hanya bilang pada ibunya, Lindsey, bahwa dia akan membeli sesuatu di luar. Namun, kenyataannya, dia sedang dalam perjalanan ke rumah Rain. Entah mengapa, dia merasa perlu menyembunyikan hal ini dari ibunya. Dakota hanya tak ingin berdebat dengan ibunya lagi. Ketika mobil yang dikendarainya akhirnya berhenti di depan mansion Rain, Dakota tertegun. Mansion itu begitu besar, lebih seperti sebuah karya seni daripada sekadar tempat tinggal. Desainnya minimalis dengan sentuhan modern yang elegan. Dinding-dinding kaca besar menciptakan ilusi transparansi, seolah-olah rumah itu menyatu dengan taman hijau di sekelilingnya. Lampu-lampu lembut dari dalam rumah menyinari malam dengan cahaya kekuningan yang hangat. Namun, yang membuatnya lebih terkejut adalah kehadiran Rain yang sudah berdiri di depan pintu. Ya, pria itu menunggunya. Rain mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung hingga siku, dipadukan dengan celana panjang hitam yang rapi. Sikapnya tenang, namun matanya berbinar ketika melihat Dakota keluar dari mobil. "Selamat datang," ucap Rain dengan suara baritonnya yang lembut. Dakota hanya mengangguk singkat. Ia tetap menjaga sikapnya yang cenderung cuek, meskipun dalam hatinya dia mengakui ada sesuatu yang memikat dari pria itu. "Mansion yang luar biasa," gumamnya pelan, matanya menyapu seluruh arsitektur rumah. Rain tersenyum tipis. "Terima kasih. Ayo, masuk. Aku ingin menunjukkan perpustakaannya." * * Begitu memasuki mansion, Dakota kembali dibuat takjub. Interior rumah itu begitu bersih dengan d******i warna putih, abu-abu, dan sentuhan kayu alami yang memberikan kesan hangat. Namun yang paling mencuri perhatiannya adalah perpustakaan yang terletak di lantai dua. Rak-rak tinggi yang terbuat dari kayu mahoni tua memenuhi seluruh ruangan, berisi ratusan buku dengan berbagai genre. Beberapa bagian dindingnya kosong, dan di sanalah Rain ingin Dakota melukis. "Dakota," panggil Rain, memecah keheningan. Dakota menoleh. "Ini dinding yang ingin aku percantik dengan lukisanmu," jelasnya sambil menunjuk salah satu dinding kosong yang cukup lebar. Dakota berjalan mendekat, tangannya terangkat menyentuh permukaan dinding putih itu. Ia terdiam sejenak, membiarkan pikirannya melayang, membayangkan konsep yang cocok untuk ruangan ini. Ia memejamkan mata, merasakan atmosfer ruangan tersebut. Ketenangan, kedamaian, kehangatan—semua itu harus bisa ia tuangkan dalam bentuk warna dan goresan kuas nantinya. Rain hanya berdiri di dekatnya, memperhatikan dengan seksama. Ada ketenangan yang dia rasakan hanya dengan memandang Dakota yang sedang berpikir serius seperti itu. Wajah cantik wanita blasteran Jepang-Amerika itu terlihat begitu menawan dalam cahaya lembut perpustakaan. Mata birunya yang cerah tampak terfokus penuh, dan bibirnya yang sedikit mengerucut saat berpikir membuat Rain tak bisa mengalihkan pandangannya dan dia ingin tahu bagaiman rasa bibir mungil itu. Bukan hanya karena kecantikannya. Ada sesuatu yang berbeda pada Dakota dibandigkan wanita lain. Sikapnya yang cuek dan keras kepala justru menjadi daya tarik tersendiri bagi Rain. Namun, dia tahu, mendekati wanita itu tak akan mudah. Dia akan pelan-pelan mendekatinya. Menariknya lebih dekat ke dalam mansionnya, adalah langkah awal yang brilian. “Bagaimana? Sudah terpikirkan konsepnya?” tanya Rain memecah keheningan. Dakota menoleh pada Rain. “Ada beberapa konsep, tapi aku akan membuat sketsanya dulu. Nanti kau pilih mana yang lebih kau suka.” “Oke, ide yang bagus.” Rain mengangguk setuju. “Dan satu lagi,” kata Dakota. “Ya, katakan saja.” “Aku ingin tinggal di sini selama melukis, dan aku ingin mengatakan pada ibuku bahwa aku diterima kerja di kantor cabangmu di kota lain. Bagaimana? Aku tak bisa pulang pergi dari rumahku di saat tubuhku penuh cat. Aku menghindari perselisihan dengan ibuku,” ucap Dakota. ‘Bingo. Keberuntungan sedang berada di pihakku!’ batin Rain senang. “Oke, aku akan mengurus semuanya nanti,” jawab Rain tetap tenang meskipun hatinya bersorak senang. * * Boleh aku tahu apa salah satu konsep yang kau pikirkan?” tanya Rain yang tak ingin Dakota terburu-buru pergi dari sana. Setelah beberapa detik Dakota berpikir dan memejamkan matanya, akhirnya dia kembali membuka matanya. Ia menoleh pada Rain dan berkata dengan suara yang mantap. "Aku ingin membuat lukisan bertema alam di sini. Sesuatu yang menenangkan, dengan sentuhan warna-warna lembut yang menyatu dengan atmosfer perpustakaan ini. Aku membayangkan hamparan bunga liar di sebuah padang rumput, dengan langit senja yang berwarna jingga keemasan di latarnya." Rain mengangguk, terkesan dengan konsep yang dijelaskan Dakota. "Itu akan sangat indah. Aku percaya padamu. Boleh aku meminta sesuatu?" ucap Rain tulus. “Ya, tentu saja. Kau bebas menuangkan ide dalam lukisan yang akan kubuat nanti. Ini perpusatakaanmu dan aku sebisa mungkin akan mengikuti konsep seperti apa yang kau inginkan,” sahut Dakota dengan sikapnya yang profesional. “Aku ingin ada gambar seorang gadis sedang berlari di hamparan rumput luas itu. Itu akan terlihat indah sepertinya.” Dakota mengerjapkan matanya, sedikit terkejut dengan yang diminta Rain. “Kau ingin ada obyek orang di dalam lukisannya?” tanya Dakota. “Ya, apakah mungkin?” “Bisa saja. Apakah kau ingin menggambar kekasihmu? Berikan saja fotonya, aku bisa menggambarnya,” ucap Dakota. “Gambarmu saja. Aku tak punya kekasih. Jadi, pakai gambarmu saja. Itu akan lebih mudah digambar, kan? Karena kau sangat mengenal dirimu sendiri.” Dakota kembali mengerjapkan matanya. Sungguh, permintaan yang aneh, tapi dia tak bisa menolaknya karena ini adalah proyek pertamanya, dan seorang Romanov yang memintanya. “Hmm … baiklah. Apakah kau tak masalah ada gambarku di sini?” Rain tersenyum. “Sama sekali tidak. Yang penting lukisannya indah dan bagus, kan? Aku percaya pada intuisiku. Dan intuisiku bilang, lukisanmu akan menghidupkan ruangan ini." Dakota menghela napas, lalu kembali menatap dinding kosong di hadapannya. Ada sedikit getaran di hatinya. Sudah lama sekali sejak seseorang mempercayai bakat melukisnya. Ibunya, Lindsey, selalu menganggap melukis hanya sebagai hobi yang tak berguna. Itu sebabnya Dakota menekan keinginannya selama ini. Meskipun mereka sering berdebat, tapi sebenarnya Dakota begitu peduli pada ibunya. Dia sadar bahwa tak mudah memiliki anak di saat usianya masih belia, dan dia tetap menghormati ibunya meskipun mereka tak terlalu dekat. Tapi malam ini, Rain memberinya kepercayaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dakota bahkan tak mematok bayaran yang harus diterimanya. Dia hanya ingin ada yang menghargai bakat dan kemampuannya yang selama ini selalu dianggap remeh oleh ibunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN