Setelah sampai di kantor   ternyata Sidney baru tahu jika Susan dan  wanita bernama Tamy itu juga   berbagi satu ruangan. Sidney hampir lemas  membayangkan bagaimana  dirinya  harus menghabiskan satu hari dengan  wanita berpinggang besar  itu.  Walaupun Sidney juga lega karena artinya  dia tidak harus satu  ruangan  dengan bos buncitnya. Bahkan Sidney masih  ingat pernah  mengusir pria  botak itu dari kantornya satu minggu yang  lalu. Karena  Sidney tidak suka  dengan bicaranya yang terlalu  berbelit-belit seperti  seorang penjilat.  Sidney kadang memang agak  keterlaluan, dan merasa  tidak pernah perlu  berpura-pura baik pada semua  orang. Karena memang  seperti itulah Sidney  Parker, toh tidak ada juga  yang bakal berani  menentangnya.
"Susan, bawa semua laporan yang sudah kubuat kemarin kepada big bos! "
Sidney  masih terkejut   dan tidak percaya jika tiba-tiba dirinya bakal di  perintah oleh seorang   wanita. Tapi terpaksa juga dia menerima berkas  yang sudah diserahkan   padanya itu dan segera berjalan keruangan yang di  pintunya di tulis   huruf kapital besar Mr. SALMAN dengan warna emas dan  blink-blink,  betapa  norak pikir Sidney.
"Hay, Susan, aku lega    kau baik-baik saja, " sambut pria botak itu ketika Sidney baru membuka    pintu, dari tatapannya jelas dia sedang memeriksa Susan dari ujung    kepala sampai ujung kaki sambil menelan ludah.
Selama ini Sidney   sering  kesal dengan orang-orang yang cukup berani menatapnya tapi kali   ini dia  merasa jijik, dan semakin jijik dengan tiap mata yang   memandangnya dari  kemarin. Sidney ingin segera menyerahkan berkas itu   dan pergi.
"Dasar Sidney Parker, berengsek! "
Unpat tua  bangka itu   sambil membanting berkasnya ke atas meja dan Sidney spontan  berjengit   mendengar namanya disebut dengan umpatan seperti itu.
"Pasti semua ini ulahnya! "____"Semua proposal kerjasama kita mendapat penolakan. "
"Aku turut prihatin, " jawab Sidney sebagai Susan yang seharusnya bersimpati bukannya malah ingin mengejek seperti itu.
Sidney  hanya berdiri   memperhatikan kegelisahan bos Susan yang berperut buncit  itu saat   kembali sibuk memeriksa semua berkas -berkasnya lagi.
"Pemuda sombong itu memang layak di kutuk ke neraka! "
"Dia  kaya dan punya   kekuasaan, dia bisa melakukan apa saja, " kata Sidney  hampir ingin   menyeringai andai dia tidak segera ingat dirinya kali ini  adalah Susan.
"Andai kau lihat bagaimana sombongnya dia berteriak mengusirku dari kantornya. "
"Sayang sekali aku tidak melihatnya," kata Sidney ingin pura-pura bersimpati meski ternyata wajahnya masih datar-datar saja.
Kemudian  Mr. Salman   mendongak untuk menatapnya dan mengibaskan tangannya untuk  meralat   perkataannya, "Tidak perlu, karena kaum wanita tetap saja akan    menganggapnya tampan!" kesal Mr. Salman yang kemudian kembali sibuk    mengoreksi berkasnya lagi sambil meraih kaca pembesar dari ujung meja.
Mungkin  dia lelah   memakai kacamata tebal, karena dari tadi terlihat beberapa  kali di   memijit pangkal hidungnya yang bengkok setelah meletakkan  kacamatanya  di  meja dan lebih memilih kaca pembesar.
"Sebaiknya saya, permisi. "
Buru-buru Sidney pergi tanpa menunggu pria tua itu mengijinkannya.
Begitu dia kembali keluar dari pintu langsung saja wanita berpinggang besar itu menghadangnya.
"Bagaimana, apa keluar api dari mulutnya? "
Tanyanya dengan seringai was-was.
"Kenapa  tidak kau   sendiri yang menyerahkan berkasnya! " kesal Sidney yang baru  sadar jika   baru saja dirinya telah dimanfaatkan dengan keji.
"Percayalah, Susan, wanita cantik tetap lebih berguna, " katanya sambil mengedipkan mata.
Seumur hidup Sidney paling jarang berdoa, tapi kali ini dia benar-benar berdoa agar hari ini cepat berakhir!