Seperti duduk di tengah hutan belantara yang gelap tanpa sandaran. Itulah yang kurasakan saat ini. Menyaksikan proses ijab kabul suamiku sendiri dengan Helen. Takut, sedih, was-was segala macam ada. Kayak permen nano-nano. Pahit, asam sama asin tanpa rasa manis. Ya kali, manis. Lihat suami sendiri nikah lagi mana ada manis-manisnya. Yang ada mah getir dan sakit. Paman dan Bibi Helen nampak bahagia melihat Helen mencium punggung tangan Gilang yang resmi jadi suaminya. Entah perasaanku saja atau memang benar, aku merasa seperti tidak diakui disini. Semua orang mengucapkan selamat pada keduanya. Bahkan setelah selesai mereka berfoto bersama dengan penuh ceria tanpa ada yang mau menyapaku sekedar mengakui bahwa aku ada di ruangan ini. Tidak banyak yang hadir saat proses ijab kabul. Hanya kel