Walaupun jejak luka di punggung Evan masih belum sempurna mengering dan masih berdenyut perih ketika ia gunakan untuk meregangkan otot tapi kali ini tidak ada yang berani mengejeknya lagi setelah pertarungan brutalnya tempo hari. Evan berjalan sendiri di antara lorong barisan kursi, ia sadar jika tiap pasang mata itu sekarang cuma berani saling berbisik dan diam-diam menatap punggungnya. Evan juga tidak menghiraukan para kepala tengkorak yang duduk bergerombol dan entah sedang merencanakan apa utuk dirinya, dia berjalan sambil melihat ke arah mereka, Evan tidak keberatan jika harus berkelahi lagi. Evan ingat pria seperti apa yang telah membesarkanya tanpa rasa gentar. Amir mengangkat telapak tangan untuk memangilnya. "Bagaimana lukamu?" tanya Amir setelah dua malam Evan sempat menggigil k