"Papa mohon Alena, tolong Papa untuk terakhir kalinya,” ucap seorang pria tua di hadapan wanita muda yang tengah duduk.
"Tapi Pa, bagaimana dengan kuliahku? Aku masih terlalu muda untuk pernikahan yang serius dan juga aku tidak mengenal siapa orang yang akan aku nikahi nanti," sahut Alena dengan suara gemetar.
"Kau masih bisa kuliah sambil menikah, kan? Tolong Papa kali ini saja …." Pria paruh baya bernama Retno itu tampak bersimpuh di depan sang anak.
Melihat orang tuanya sampai seperti itu pastinya sebagai anak dia jadi tidak tega. Berat hatinya menerima perjodohan yang bahkan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya dengan orang yang belum pernah dia temui.
"Ya, baiklah. Aku mau," ujar Alena dengan terpaksa.
Retno langsung memeluk anaknya yang sudah mau berkorban demi dirinya dan perusahaan yang di ambang kebangkrutan, benar sekali pernikahan yang akan Alena jalani adalah pernikahan bisnis untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya.
"Terima kasih Alena, Papa tidak akan melupakan jasamu …."
"Papa akan mengatur pertemuan dengan besan dulu." Retno berjalan pergi menjauhi Alena.
Sedangkan Alena masih sangat menyesal dengan jawabannya, haruskah dia menarik kata-katanya? Rasanya seperti dijual oleh ayahnya, memang bisa dikatakan seperti itu karena ayahnya menukar dirinya dengan suntikan modal dari pihak besan.
"Ya Tuhan, apa aku bisa menjalani pernikahan itu?” gumam kecil Alena.
***
"Hai Lena," sapa laki-laki di sampingnya.
"Hai," balas Alena seadanya
"Nanti pulang aku antar ya?"
"Tidak Arga, aku di jemput," ucap Alena menggelengkan kepalanya.
"Ayolah apa tidak bisa kita main dulu, makan bersama barang kali …," ucap Arga tergantung.
"Apa kau tidak bisa memberiku kesempatan? Jujur saja aku menyukaimu Len, tapi sepertinya kau membangun dinding di antara kita," lanjut Arga.
"Aku tahu, makanya aku menjaga jarak denganmu," ucap Alena terlihat murung.
"Kau tahu, tapi kau menjaga jarak dariku? Aneh sekali." Arga tidak habis pikir dengan jawaban Alena.
"Maafkan aku Arga, aku tidak bisa membalas perasaanmu. Akan aku ceritakan alasannya itu pun kalau kau bersedia mendengarkanku," ucap Alena menatap Arga sendu.
"Baiklah coba ceritakan"
Alena mengajak Arga ke tempat sepi, tapi masih di sekitar kampus. Alena pun berusaha menjelaskan sedetail mungkin alasan dia tidak bisa memberi Arga kesempatan. Alasan kenapa dia dijodohkan dan terpaksa harus menerima perjodohan itu.
"Tunggu aku lulus dan aku menggantikan posisi ayahku di perusahaan, kau bisa bercerai dengannya dan menikah denganku," ucap Arga tanpa ragu.
"Kau gila Arga!" seru Alena tidak percaya dengan ucapan Arga.
"Kau boleh menyebut aku gila, tapi aku serius." Ditatapnya wajah Alena lekat
"Itu tidak mungkin, aku akan anggap tidak pernah mendengar apa pun darimu karena aku sangat yakin setelah bertahun-tahun nanti kau sudah tidak menyukaiku lagi dan aku tidak ingin kau terbebani dengan kata-katamu barusan. Jadi, kau bisa melakukan apa pun nanti." Setelah mengatakan itu Alena berniat pergi, tapi ditahan oleh Arga.
"Aku tau kau meragukanku, tapi jika saatnya tiba dan aku masih menyukaimu apa kau bersedia menikah denganku?" tanya Arga yang masih memegang tangan Alena.
"Kita lihat nanti, saran dariku ... carilah wanita yang lebih baik dan belum pernah menikah sebelumnya." Alena langsung melepaskan tangan Arga dan pergi menjauhinya.
Arga masih termenung menatap kepergian Alena. Rasanya sesak sekali ditolak karena orang yang dicintai akan segera menikah, belum lagi Alena yang meragukan rasa cintanya membuatnya tambah merasa sakit.
***
"Jangan keterlaluan Pa! Ini sudah kedua kalinya Papa seperti itu!"
"Ya sudah kalau kau tidak mau, ini surat pemecatanmu dan segera angkat kaki dari rumah karena rumah yang kau tempati juga masih atas nama Papa!” ketus Adit.
"Apa?! Papa tidak bisa memecatku seenaknya!" Andre tidak terima.
"Kenapa tidak bisa? Perusahaan ini masih perusahaanku dan semua aset masih atas namaku! Kau siapa? Kalau bukan karena aku, kau bukan siapa-siapa Andre! Hanya anak yang bisa memamerkan harta orang tuanya kan!" hina tuan Adit pada anaknya.
"Apa Papa lupa kalau aku juga manusia? Aku punya kehidupan sendiri, jangan terus mengaturku!" Andre mulai kehilangan akalnya mengatasi kelakuan ayahnya.
"Terima dan datang ke perjodohan ini atau akanku anggap aku tidak punya anak sama sekali!" ancam Adit pada anaknya terlihat sangat tegas.
Setelah mengatakan ancaman itu Adit pun pergi meninggalkan putranya yang masih diam mematung di sana. Dia sama sekali tidak peduli bagaimana perasaan Andre, yang jelas dia melakukan semua itu demi kebaikan Andre.
"Kenapa dia sangat keras kepala sih?” gerutu Andre kesal. Pria itu pun pergi dari sana, dia berniat menghilangkan pening di kepalanya. Beban yang bertumpuk dan pikiran yang banyak diberikan sang ayah terhadapnya membuat dia berakhir di club malam.
Banyak wanita di club itu yang menggodanya, menawarinya minum, ke hotel dekat club, atau ada yang langsung ingin menciumnya. Namun, dengan kasar Andre menepis wanita-wanita itu, ada yang marah bahkan sampai menangis karena di mata Andre, tidak ada satu pun wanita yang menarik, semuanya terlihat sama.
Setelah dipikir-pikir harusnya Andre menemui Sintia bukan malah berakhir di sini, tapi dia terlalu takut jika membuat wanitanya kecewa lagi. Belum lama Sintia sudah kecewa karena tidak mendapat restu dari ayahnya dan jika Sintia mendengar kabar Andre akan menikah dengan wanita lain maka kecewanya akan semakin dalam.
Jujur saja Andre agak penasaran seperti apa wanita pilihan ayahnya, pasalnya Adit kali ini lebih keras dari sebelumnya sampai dia memberikan surat pemecatan dan mengusirnya dari rumah. Andre merasa sakit hati karena bahasa yang digunakan ayahnya juga sangat keras sampai dia disebut anak yang hanya memamerkan kekayaan orang tuanya.
"Mari kita lihat seberapa baik pilihan Papa, pasti akan berujung dia mengejar-ngejarku lagi seperti Lusi dulu," gumam Andre yang sebenarnya malas menuruti keinginan ayahnya.
Tidak bisa di pungkiri Andre memang tampan, tubuhnya juga tinggi dan berotot, banyak wanita yang tergila-gila padanya, belum lagi karena dia anak tunggal dari pemilik perusahaan makanan terbesar, menjadikan Andre tampak sempurna di mata para wanita di luar sana.
Andre meraih ponselnya, mencari kontak kekasihnya itu, kemudian dia menekan panggilan berniat menghubungi Sintia, beberapa saat barulah telepon darinya diangkat, berusaha menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat, Andre memulai pembicaraan.
"Maafkan aku, aku tidak bisa menepati janjiku. Ayahku masih belum bisa merestui kita ….”
Ingin sekali Andre mengatakan dengan cepat kalau dia akan menikah dengan wanita lain, tapi sangat sulit. Rasanya seperti tertahan di tenggorokan, sudah beberapa kali juga dia menarik napas beratnya. Berharap itu bisa mengurangi beban yang menyesakkan dadanya.
"Kau bisa mencari pria lain jika kau mau ... kau juga masih bisa tetap bersamaku jika kau mau, aku juga masih sangat mencintaimu, tapi kau harus bersabar sedikit dengan hubungan kita"
Kata-kata itu seperti tak sanggup keluar, Andre menenggak berkali-kali alkohol di depannya agar dia lebih rileks dan bisa dengan cepat mengatakannya, tapi pada kenyataannya itu hanya bisa terucap di dalam hati saja.