8

791 Kata

Ruangan apartemen terasa begitu sunyi, seolah udara di dalamnya membeku. Prasetyo masih berdiri di ambang pintu, napasnya tersengal, sementara Widhi tetap duduk di sofa dengan ekspresi yang sulit diartikan. Aya berdiri di antara mereka, tidak tahu harus melakukan apa. Pikirannya kacau. Haruskah ia berbicara? Mengatakan sesuatu untuk membela diri? Atau sebaiknya ia diam saja? Prasetyo akhirnya melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. “Widhi,” suaranya pelan, tapi penuh ketegangan. Widhi menoleh padanya, masih dengan senyum tipis di wajahnya. “Akhirnya kita bertemu di sini, ya? Menarik sekali.” Aya bisa melihat betapa tegangnya tubuh Prasetyo. Rahangnya mengeras, matanya berkedip cepat, mencoba membaca situasi. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya hati-hati. Widhi tertawa

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN