7

753 Kata

Aya menelan ludah, berdiri terpaku di ambang pintu apartemennya. Widhi. Sosok yang selama ini hanya ia bayangkan dalam bayangan ketakutan, kini berdiri nyata di hadapannya. Bibir wanita itu melengkung membentuk senyum yang tidak benar-benar ramah. Matanya, tajam seperti belati yang siap menembus jantungnya kapan saja. “Aku boleh masuk?” tanya Widhi dengan nada yang terdengar lembut—terlalu lembut, seakan menyembunyikan sesuatu yang berbahaya di baliknya. Aya ingin menolak. Ingin menutup pintu dan menghindari konfrontasi ini. Tapi kakinya seakan tertanam di lantai, dan tangannya tak mampu bergerak. Tak ada gunanya menghindar. Dengan suara nyaris bergetar, Aya bergumam, “Silakan.” Widhi melangkah masuk dengan santai, seolah apartemen ini adalah miliknya sendiri. Ia menatap sekeliling

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN