Aya tahu ini akan terjadi. Cepat atau lambat, ia harus menghadapi kenyataan bahwa hubungan ini bukan hanya tentang dirinya dan Prasetyo. Ada orang lain yang akan terluka Widhi.
Sejak pertemuan mereka di restoran malam itu, semuanya terasa semakin intens. Prasetyo semakin sering menghubunginya, mencari waktu untuk bertemu, dan setiap kali Aya mencoba menarik diri, pria itu selalu menemukan cara untuk membuatnya kembali.
Seperti malam ini.
Aya duduk di kursi balkon apartemennya, menatap kota yang berkelip dalam keheningan. Ponselnya tergeletak di pangkuannya, dengan pesan yang belum ia balas dari Prasetyo.
Prasetyo: Aku ingin ketemu. Aku kangen kamu.
Kangen. Kata itu terasa begitu akrab, begitu dalam. Seolah mereka adalah pasangan yang wajar, tanpa ada ikatan yang menghalangi. Tapi kenyataannya, mereka bukan sepasang kekasih. Mereka adalah dua orang yang sedang berjalan di ujung tebing, di antara cinta dan kehancuran.
Aya menutup matanya, mencoba meredam gejolak di dadanya. Ia tahu Prasetyo tulus. Ia tahu pria itu bukan sekadar bermain-main dengannya. Tapi tetap saja, semua ini salah.
Dan ia semakin takut…
Takut akan perasaan yang semakin dalam.
Takut jika Widhi mengetahui semuanya.
Takut bahwa Prasetyo mungkin akan memilih dirinya, dan itu akan mengubah segalanya.
***
Di tempat lain, Prasetyo duduk di ruang kerjanya di rumah. Widhi sedang di kamar, sibuk dengan laptopnya, mungkin membalas email pekerjaan atau sekadar berselancar di internet. Prasetyo menatap layar ponselnya, menunggu balasan dari Aya.
Perasaannya semakin tak menentu.
Ia mencintai istrinya, atau setidaknya, ia pernah mencintainya. Widhi adalah perempuan yang baik, setia, dan tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Mereka telah bersama sejak ia masih berjuang membangun bisnisnya, melewati masa-masa sulit bersama.
Tapi ada satu hal yang selama ini ia sembunyikan dari dirinya sendiri.
Pernikahannya dengan Widhi… terasa hambar.
Mereka masih saling menghormati, masih berbagi kehidupan bersama, tapi tidak ada lagi percikan yang dulu pernah ada. Semuanya terasa seperti rutinitas yang sudah terjadwal. Ia dan Widhi lebih mirip rekan bisnis dibanding sepasang suami istri.
Dan lalu, Aya datang…
Aya mengingatkannya pada perasaan yang sudah lama hilang. Bersama Aya, ia merasa hidup kembali. Merasa seperti pria yang bisa mencintai dan dicintai, bukan sekadar pria yang menjalani hidup dengan kewajiban dan tanggung jawab.
Ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari Aya.
Aya: Aku juga kangen. Tapi kita nggak bisa terus begini, Pras. Kita harus memikirkan akhirnya.
Akhirnya.
Prasetyo menatap kata itu dengan perasaan bergetar.
Bagaimana semua ini akan berakhir?
Jika ia meninggalkan Aya, ia tahu dirinya akan kehilangan sesuatu yang berharga.
Jika ia meninggalkan Widhi, ia tahu konsekuensinya tidak akan mudah.
Dan jika semuanya terbongkar sebelum ia mengambil keputusan, maka semuanya bisa hancur.
***
Di suatu tempat, seseorang sedang mengamati semuanya.
Seorang perempuan.
Matanya membaca setiap pesan di ponsel suaminya, yang ia temukan tanpa sengaja saat Prasetyo meninggalkannya di meja.
Matanya berkilat. Bibirnya menegang.
Widhi menatap layar ponsel itu, membaca nama pengirim pesan dengan teliti.
Aya.
Dadanya bergemuruh. Tangannya gemetar.
Dan pada saat itu, ia tahu…
Semua yang ia takutkan selama ini akhirnya terjadi.