5

741 Kata
Widhi tidak langsung menangis. Ia juga tidak berteriak atau melemparkan sesuatu. Ia hanya duduk diam di sisi ranjang, menatap layar ponsel Prasetyo yang masih menampilkan percakapan itu. Aya. Nama itu sudah sering ia dengar. Widhi tahu Aya adalah sekretaris di salah satu perusahaan rekanan, sering terlibat dalam meeting dengan Prasetyo. Tapi ia tidak pernah menyangka bahwa perempuan itu lebih dari sekadar rekan kerja suaminya. Tangannya mengepal. Napasnya panjang. Bagaimana ia harus menghadapi ini? Widhi memutuskan untuk tidak langsung mengonfrontasi Prasetyo. Tidak sekarang. Ia butuh bukti lebih banyak. Ia ingin tahu sejauh apa pengkhianatan ini terjadi. Dengan hati-hati, ia mengirimkan percakapan itu ke email pribadinya. Jika suatu hari ia butuh bukti, ia sudah memilikinya. Di kantor, Aya mencoba bersikap biasa. Tapi setiap kali ponselnya berbunyi, ia merasa jantungnya melompat. Ia tahu Widhi pasti mulai curiga. Dan perasaannya terbukti benar saat ia menerima pesan dari nomor tak dikenal. Nomor Tak Dikenal: Kamu tahu dia sudah punya istri, kan? Aya menelan ludah. Tangannya gemetar saat membalas pesan itu. Aya: Siapa ini? Tidak ada balasan. Tapi Aya tahu… ini pasti Widhi. Dan dari sini, semuanya hanya akan semakin rumit. *** Aya menggenggam ponselnya erat, jari-jarinya gemetar saat menatap pesan yang baru saja diterimanya. “Kamu tahu dia sudah punya istri, kan?” Dadanya terasa sesak. Apakah ini dari Widhi? Atau seseorang yang mengetahui hubungannya dengan Prasetyo? Aya menoleh ke sekitar kantor. Ruangannya terasa seperti jebakan yang tiba-tiba menutup rapat. Tidak ada yang terlihat mencurigakan, semua rekan kerja tetap sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tapi perasaan gelisah itu terus menyelimutinya. Haruskah ia menghubungi Prasetyo? Tapi kalau ia melakukannya sekarang, dan jika benar ini pesan dari Widhi, maka akan semakin memperjelas hubungan mereka. Aya menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan pikirannya. Aya: Siapa ini? Pesan terkirim. Tapi tak ada balasan. Aya menatap layar ponselnya selama beberapa menit, berharap ada jawaban. Tapi yang ada hanya keheningan yang semakin menekan. Di seberang ruangan, tatapan seorang rekan kerja yang bernama Nina tampak sesaat meneliti dirinya, lalu kembali ke layar laptop. Aya menelan ludah. Apakah seseorang di kantor mulai mencurigainya? *** Di sisi lain kota, Prasetyo sedang duduk di ruangannya, menatap laporan keuangan di tangannya tanpa benar-benar membacanya. Pikirannya melayang. Sejak malam itu di restoran bersama Aya, ia tidak bisa lagi berpikir jernih. Ia tahu hubungan ini salah, tapi ia tidak bisa berhenti. Setiap kali ia mencoba menjauh, ada sesuatu yang menariknya kembali. Dan sekarang, ia semakin merasa gelisah. Widhi akhir-akhir ini berubah. Ia tidak lagi banyak bicara, tidak lagi bertanya saat Prasetyo pulang larut. Biasanya, Widhi akan setidaknya mengomentari pekerjaannya yang terlalu berlebihan. Tapi kali ini, tidak ada pertanyaan, tidak ada tatapan penasaran. Prasetyo mengenal istrinya. Ia tahu Widhi bukan tipe wanita yang akan langsung meledak begitu saja. Kalau benar Widhi tahu, maka ia akan diam… mengamati… dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Aya: Aku dapat pesan aneh. Seseorang tahu tentang kita. Jantung Prasetyo berdetak lebih cepat. Ia langsung menelepon Aya. “Halo?” suara Aya terdengar lemah di seberang sana. “Kamu dapat pesan dari siapa?” tanya Prasetyo langsung. “Nggak tahu. Nomornya nggak dikenal.” “Apa isinya?” Aya ragu sejenak sebelum menjawab, “Dia bilang aku tahu kalau kamu sudah punya istri.” Prasetyo terdiam. Jadi ini sudah mulai menyebar. Atau lebih buruk lagi… Widhi sudah tahu. “Kamu yakin itu bukan dari Widhi?” tanya Prasetyo dengan suara tegang. “Aku nggak tahu… Tapi aku merasa ini peringatan.” Prasetyo mengusap wajahnya, berusaha mencari solusi dengan cepat. “Aku akan cari tahu. Jangan panik. Jangan bereaksi berlebihan. Tetap bersikap biasa di kantor.” Aya menghela napas, “Aku takut, Pras. Aku nggak mau hidupku hancur.” Prasetyo menutup matanya. Ini juga ketakutannya. “Tenang… Aku nggak akan biarkan itu terjadi,” ucapnya dengan nada yakin, meski dalam hatinya, ia sendiri tidak tahu seberapa besar ia bisa mengendalikan keadaan. *** Sementara itu, Widhi duduk di dalam mobilnya yang terparkir di depan sebuah gedung kantor. Matanya menatap layar ponselnya, menunggu balasan dari pesan yang tadi ia kirim. Tidak ada jawaban lebih lanjut dari Aya. Perlahan, bibirnya menyunggingkan senyum kecil. Bagus. Berarti perempuan itu mulai merasa takut. Widhi bukan wanita yang bodoh. Ia sudah menduga sesuatu sejak berbulan-bulan lalu, ketika Prasetyo mulai pulang lebih larut dari biasanya. Saat tatapan pria itu mulai kosong setiap kali ia berbicara, seolah pikirannya ada di tempat lain. Ia sudah menduga ada perempuan lain. Dan kini, ia tahu siapa dia. Aya. Apa yang akan Widhi lakukan selanjutnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN