P. S. I Hate You 22

1351 Kata
Tau bagaimana cara Ammar membuat Tante Adin kembali mengakui Om Gilangnya sebagai pacar ? Jadi, kemaren sore setelah selesai mandi ia diajak oleh Om Gilang ke rumahnya Tante Adin. Ammar sih tidak ada masalah karena sudah cukup lama sejak terakhir kali bertemu dengan Tante Adin. Dulu saat tinggal di sini, Ammar gemar membeli jajanan sosis di pinggir jalan, tepatnya di depan SD di dekat tempat tinggalnya dulu. Dan Tante Adin adalah orang yang paling sering membelikannya jajanan itu. Saat Mama menitipkan Ammar pada Om Gilang dan Omnya itu menitipkan Ammar pada Tante Adin, mereka bahkan sering pergi ke mall. Kalau tidak banyak tugas, mereka bisa sampai seharian di Plaza Andalas dengan Ammar yang menguras dompet Tante Adin. Bayangkan saja, Tante Adin itu hanya anak sekolah biasa dan Ammar bisa benar-benar menghabiskan jatah jajannya selama seminggu hanya dalam beberapa jam. Berungtung Om Gilang selalu siap sedia membelikan jajan untuk Tante Adin di sekolah. Bagaimana Ammar tidak sayang pada pacar Om nya itu? Kalau dulu Ammar kemana-mana selalu di gendong Tante Adin, kemaren sore beda. Ammar mendekati Tante Adin yang kaget dengan kedatangannya kemudian memeluknya. Di belakang Ammar ada Om Gilang yang bersorak girang di dalam hati. Setelah menunggu Tante Adin mandi, mereka bertiga pergi ke Stasiun Tabing. Tak jauh dari stasiun tersebut ada pondok bakso dan mi ayam yang selalu rame. Ketiganya memilih tempat itu untuk bernostalgia. “Ammar kepedesan, ga itu?” tanya Adin melihat Ammar yang kembali menambahkan cabe ke dalam mangkok mi ayamnya. Rupanya dia belum terbiasa dengan fakta bahwa Ammar sudah bukan bocah tiga tahun lagi. “Engga, Tan..” ucap Ammar senang. Tidak ada memang mi ayam yang paling enak dari ini. Eh ada deh, yang di Permindo Pasar Raya juga enak. Di sana kita bisa tambah ceker dan kerupuk pangsitnya berkali-kali. Adin bertanya akan berapa lama Ammar di Padang. Rupanya ia hanya punya beberapa hari saja untuk bersama ponakan tampannya Gilang itu sehingga Adin langsung menyusun rencana untuk beberapa hari ke depan setelah kelas-kelasnya usai. Kalau Gilang dan keluarganya mengizinkan, Adin ingin membawa Ammar ke pariaman untuk mengunjungi objek wisata rawa mati dan Pulau Angso Duo. Adin ingat kalau Ammar begitu suka dengan jajanan khas Pariaman. Sala Lauak namanya. Sala Lauak adalah gorengan berbentuk bola oranye kecil, berbahan dasar tepung beras dan ikan atau udang dan rempah yang renyah di luar dan lembek di dalam. Setidaknya seperti itulah gambaran sala lauak yang semua orang di luar sana tau. Padahal di tempat asli jajanan satu itu berasal, tidak hanya ada sala lauak yang berbentuk bola. Tetapi juga ada yang seperti peyek dengan potongan ikan laut kecil segar di tengahnya. Bedanya dengan peyek, ikan pada peyek itu benar-benar kriuk sedangkan pada sala  tidak. Ada pula sala udang, yaitu beberapa udang yang ditusuk menjadi satu dengan sebuah lidi, menyerupai sate. Itulah alasan kenapa Adin ingin membawa Ammar ke Pariaman agar bocah kesayangannya itu puas makan sala lauak. Perjalanan ke Pariaman memakan waktu kurang lebih satu jam dan bisa ditempuh dengan menggunakan kereta atau bus. Enakan pakai kereta sebenarnya karena biayanya hanya lima ribu. Dan perlu di ketahui, kereta di Padang itu jauh, jaaauuh berbeda dari kereka di pulau jawa sana di mana orang berdesak-desakan di dalamnya. Di kereta Padang, kamu tidak akan mendapatkan pemandangan orang yang sampai berdiri kecuali mereka yang memang ingin buang air. “Ammar mau sih, tapi ‘kan Tante Adin bukan pacarnya Om Gilang lagi. Ini aja kita bisa ketemu gara-gara Ammar merengek dulu sama Om Gilang,” cibir Ammar kemudian melirik Om Gilang yang sejak tadi diam saja mendengarnya dan Tante Adin bicara. “Si- siapa bilang?” tanya Adin kesal. Dan Ammar tau kalau rencananya dan Om Gilang berhasil karena detik selanjutnya Tante Adin mengatakan kalau Om Gilang masih pacarnya pada Ammar. >>>  Nia menoleh ke arah pintu dimana seseorang mengetuk dua kali dan langsung membukanya sebelum Nia mengizinkan. Ramdan Afkari berdiri di sana dengan pakaian dinasnya. Nia tau meskipun seharian kemaren ia bisa menghindari sepupu kesayangan Aini itu, ia hari ini ia pasti tetap akann bertemu dengan Ramdan. Entah itu berpapasan di lorong atau Ramdan yang mencarinya langsung seperti ini. “Kau makan siang denganku hari ini. Paham?” “Paham.” Sialan pakai diperintah segala. Baru juga jam sembilan pagi, keluh Nia. Berharap waktu berlalu lebih pelan dari biasanya tapi tetap saja Nia berakhir makan siang bersama Ramdan. Pria itu, seperti biasa membahas Aini harus begini, Aini harus begitu, Aini tidak boleh begini, Aini tidak pernah begitu. Hapal sebenarnya Nia dengan ceramah tetapnya Ramdan. Yang membuatnya cuku kaget adalah saat Ramdan ternyata sudah tau kalau Aini punya cinta pertama yang dipendamnya sampai sekarang. Wah, hanya dua hari ditinggal Aini langsung membuka rahasianya. Biar apa rupanya? Biar sang Abang bisa mendapatkan Fateh untuknya? Apa gadis manja itu tidak bisa berusaha sendiri? Nia baru ingin mencela Aini tapi Ramdan malah gantian membahasnya dan Arif. Sepupunya itu bilang tidak peduli seberapa besar perasaan Nia pada Ramdan ataupun Aini pada Fateh, mereka berdua tidak boleh macam-macam sampai keadaan jelas. Sampai keadaan stabil. Dan stabil yang seperti apa yang Ramdan inginkan? Stabil untuk siapa? Nia benar-benar ingin menanyakan itu sekedar ingin membuat pria itu merasa buruk untuknya tapi urung. Karena apa? Bukan Ramdan yang ujung-ujungnya akan merasa buruk melainkan Nia sendiri. Namun begitu tetap saja Nia setuju dengan poin yang Ramdan tekankan. Semua orang hanya mengenal dan mengetahui Puti Radinka Aini. Jadi kalau sempat mereka melihat Puti mereka jalan dengan dua cowok keadaan akan jadi cukup menyebalkan. Untungnya Fateh sudah menikah, Aini sudah menyerah dan tinggal lah Nia seorang yang akan memperjuangkan cintanya. Soal Aini yang sudah menyerah, Nia akan menyimpan berita ini untuk dirinya sendiri dulu. Ramdan bisa mengamuk dan memanggil segala macam pengusir setan mulai dari yang dari dalam negeri sampai manca negara untuk memusnahkan Nia yang mana tidak akan bisa kalau ia sampai tau. Sempat berpikir makan siang kali ini akan berakhir dengan Ramdan yang berjalan menjauh atau dirinya sendiri yang pergi begitu saja setelah menumpahkan air ke makanannya Ramdan, ternyata Nia salah. Makan siangnya kali ini justru awal dari hari-hari bahagia miliknya yang baru saja dimulai. Komunikasinya dengan Arif atau yang sekarang ia panggil Bang Arif juga semakin intens. Nia merasa mereka jadi jauh lebih dekat sejak pertama kali bertemu. Berbalas pesan sudah menjadi rutinitas bagi sepasang calon suami istri yang sama-sama sibuk itu. Mereka pasti saling berbalas pesan sebelum berangkat bekerja dan malam sebelum tidur. Dan tidak hanya Nia saja yang bahagia, Diah dan Ramdan juga kebagian hepi karena Nia yang jatuh cinta tidak terlalu banyak tingkah. Diah tidak lagi diberi perintah aneh-aneh dan Ramdan tidak merasa perlu untuk memantau Nia setiap hari melalui Diah. Hari ini adalah hari libur. Nia libur pun Arif juga demikian. Semalam mereka sudah membuat janji untuk telfonan atau video call tapi setelah Arif menyelesaikann sedikit urusannya. Sejak pagi Nia sudah bersiap untuk panggilan video call pertama mereka. Ia mandi dengan menyiapkan air panas dan pakaiannya sendiri. Nia juga menyiapkan sarapannya sendiri saking bahagianya Puti palsu itu. Berhubung ini video call pertamanya dengan Arif, Nia sengaja memulangkan Diah yang bangun sedikit terlambat hari itu. Nia takut jika nanti ia salah tingkah, cara bicaranya jadi terlalu manis dari yang pernah ada sehingga lebih baik Diah tidak mendengar semua kemungkinan itu. Arif sudah berjanji padanya. Itulah mengapa Nia menunggu pria itu menghubunginya lebih dulu. Nia juga sedang menghindari terlihat begitu butuh untuk mendengar dan melihat wajah pria itu. Yaitunya dengan cara tidak menghubungi Arif lebih dulu. Tanpa kehadiran Diah, rumah menjadi lebih sepi atau justru Nia yang mati kebosanan menunggu Arif? Dia bahkan sampai ketiduran dan baru bangun sore harinya. Satu hal yang langsung ia periksa begitu bangun adalah log panggilan dari Arif namun nihil. Bahkan sampai sekarang saat jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam yang mana artinya sudah jam setengah satu pagi di Singapura, Arif masih saja belum menepati janjinya. Membuat Nia begitu kecewa. Nia beranjak menuju ranjangnya, meringkuk dengan mata yang masih saja mengamati layar ponsel yang kini terpasang wajah Arif. “Yang punya ide dia, yang berjanji juga dia eh yang ingkar juga dia,” ucap Nia lirih. Hari ini, gara-gara Arif, Nia merasa hidup sia-sia. Seharian ia gunakan untuk menunggu pria itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN