Happy Reading
"Shasha memang memiliki kecantikan yang memikat. Lebih dari itu, dia bukan hanya cantik, tetapi juga sangat berbakat di berbagai bidang. Bakatnya dalam seni peran sungguh luar biasa, mampu menghidupkan karakter apa pun dengan penuh penghayatan. Multitalenta yang dimilikinya sungguh mengagumkan. Jujur, aku memang menyukainya, bahkan lebih dari sekedar suka," ujar Rainer dengan penuh keyakinan pada dua wartawan yang dia undang secara khusus di studionya.
Rainer sengaja mengundang wartawan untuk memberikan pernyataan langsung, agar berita ini dapat tersebar luas dan diketahui oleh publik.
"Jadi, berdasarkan pernyataanmu tadi, dapat disimpulkan bahwa benar kamu jatuh cinta padanya, Rai? Apakah perasaanmu itu sungguh-sungguh, ataukah hanya sekedar kekaguman semata?" tanya salah satu wartawan, ingin memastikan kebenaran perasaan Rainer.
Mata Rainer terarah ke kamera, sorot matanya berbinar, seakan menegaskan bahwa dia benar-benar mencintai Shasha. Tatapannya penuh dengan ketulusan dan kehangatan, mencerminkan perasaan cintanya yang mendalam. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam sorot matanya, hanya ada keyakinan dan kepastian akan perasaannya.
"Ya," jawab Rainer tenang, namun penuh ketegasan.
Jawaban singkatnya itu mengandung makna yang begitu dalam, menegaskan perasaan cintanya yang tulus kepada Shasha. Dia tidak ragu untuk mengungkapkan perasaannya di depan publik, karena cintanya bukanlah sesuatu yang perlu disembunyikan lagi.
Dia yakin setelah ini berita tentang pernyataannya pasti akan meledak dan menjadi perbincangan hangat di berbagai media, sesuai dengan harapannya. Rainer berharap dengan pernyataan cintanya yang tulus ini, Shasha akan mengerti jika dia sekarang akan dengan terang-terangan mengejar cintanya.
Ini bukan gimmick atau strategi pemasaran belaka, karena pernyataan cintanya memang benar-benar tulus dari lubuk hatinya yang terdalam. Dia mencintai Shasha apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
***
"Rainer!" teriak Shasha dengan suara melengking, membuat Rainer menoleh.
Senyum mengembang di bibir Rainer, sebuah senyum penuh kemenangan. Dalam hati, Rainer bergumam puas, "Yes, rencanaku berhasil! Akhirnya Shasha datang juga." Rainer tersenyum menyeringai.
Ia merasa lega sekaligus bangga karena strateginya untuk menarik perhatian Shasha berhasil. Sambil menunggu Shasha mendekat, seorang penata rias yang sedang merapikan rambutnya bertanya dengan nada menggoda, "Mas Rai, beneran cinta sama Shasha? Kok kayaknya tiba-tiba banget, ya?"
Rainer menatap penata rias itu sejenak, lalu menjawab dengan mantap, "Ya, gue cinta banget sama Shasha. Sudah lama, malah." Jawab Rainer mantap. Perasaan cintanya dulu tertutup oleh rasa semu untuk Briana hingga membuat rumah tangganya hancur.
Shasha akhirnya sampai di hadapan Rainer, wajahnya merah padam karena marah. "Rai! Gue udah bilang sama lo, jangan bikin masalah! Kenapa sih pakai acara klarifikasi kayak gitu ke wartawan? Lo mau memanfaatkan gue lagi? Iya?" cecar Shasha dengan tatapan tajam.
Kata-kata Rainer di depan wartawan tadi terus terngiang di telinganya, membuatnya merasa dipermainkan. Raine sudah sangat keterlaluan menurut Shasha. Pernyataan bohong Rainer yang mengatakan mencintainya di depan publik terasa seperti tamparan keras di wajahnya. Apakah Rainer akan menjadikannya tameng lagi untuk melindungi cintanya dari Publik?
Pikiran itu membuat Shasha semakin geram. Ia merasa seperti pion dalam permainan Rainer, diperalat untuk kepentingan pribadi Rainer. Kepercayaan Shasha pada Rainer sudah terkikis habis. Ia sudah lelah dengan drama yang diciptakan Rainer baik dulu maupun sekarang.
Rainer berusaha menenangkan Shasha yang terlihat sangat marah. "Sha, bukan gitu. Kamu salah paham. Aku nggak memanfaatkan kamu, Sha. Tapi pernyataan itu beneran tulus dari hati," ucap Rainer dengan nada lembut, berusaha meyakinkan Shasha. Ia tahu Shasha sulit percaya padanya, mengingat riwayat hubungan mereka yang penuh kebohongan.
Rainer berharap Shasha bisa melihat ketulusan di matanya. Ia benar-benar tidak bermaksud memanfaatkan Shasha. Klarifikasi di depan wartawan itu adalah caranya untuk mengutarakan segala perasaannya sejak sepuluh tahun ini.
"Aku tahu kamu mungkin sulit percaya, tapi percayalah, Sha, aku serius. Perasaanku padamu tulus," lanjut Rainer, menatap Shasha dengan penuh harap.
Shasha mendengus sinis, tidak percaya dengan kata-kata Rainer. "Ck, nggak usah sering berbohong, nanti yang ada kamu dapat karmanya!" balas Shasha ketus. Ia memalingkan wajahnya, enggan menatap Rainer lebih lama. Baginya, kata-kata Rainer hanyalah rangkaian kebohongan belaka. Shasha sudah terlalu sering dikecewakan oleh Rainer, dan ia tidak ingin terjebak lagi dalam permainan Rainer. Ia berbalik dan pergi meninggalkan Rainer yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Rainer menghela nafas panjang, merasa frustasi. Ia tahu jalan untuk mendapatkan kepercayaan Shasha kembali masih sangat panjang.
bersambung